Mengunjungi Danau Maninjau yang Memukau
Trip Minangkabau Part 4: Mengunjungi Danau Maninjau! Saya terbangun dan segera menarik selimut lagi di tengah dinginnya pagi. Tapi, sepertinya rencana saya untuk merem sesi kedua batal begitu saja saat Uni Novia Syahidah Rais - owner Moztrip mengingatkan kalau pagi ini kami akan memulai perjalanan lebih dini.
Memang, dalam jadwal, pagi ini kami akan check out dari Wisma Flamboyant Payakumbuh dan bertolak ke Padang. Dan di perjalanan nanti, lebih dahulu kami akan singgah di Puncak Lawang - Danau Maninjau dan Rumah Buya Hamka.
Nah, karena perjalanan dari Payakumbuh menuju persinggahan pertama, Puncak Lawang harus menempuh jarak sekitar 60 km dengan kontur perbukitan, maka berangkat segera musti jadi pilihannya.
Apalagi kondisi cuaca di Ranah Minang selama kami di sini sangat sulit diduga, karena hujan bisa datang dengan tiba-tiba. Padahal di saat bersamaan -katanya- Jakarta panasnya sedang enggak kira-kira. Hiks!
Setelah bersiap, saya, Uni Novia, Mbak Fika dan Mbak Endah yang menginap di Wisma Flamboyant bersiap turun ke bawah untuk sarapan.
Kami berempat ngarep sarapannya seperti kemarin, lontong sayur padang dan bakwan yang nendang. Tapi kenyataan tak sesuai harapan, yang terhidang adalah nasi goreng beserta telor mata sapi, koko krunch dan roti...hihihi.
Tapi rasa kecewa saya terobati, karena ternyata nasgor ini enak sekali. Seperti nasgor yang dibumbui lengkap khas Minang. Enggak seperti nasgor bikinan saya yang cuma bermodal brambang dan lombok saja hahaha.
Jadi..yuks kita tancaaap nasgor yang mantap!!
sarapan pencitraan 😀 (sesi pertama, sesi kedua roti bakar) |
Setelah perut terisi dan rombongan satunya yang menginap di rumah saudara: Mbak Memeh, Mbak Wina dan Mbak Ayi, sudah tiba di wisma, maka berangkatlah kami segera.
Oh ya, tujuan pertama adalah singgah di sentra kuliner jagung super manis yang ada di Batuhampar, Akabiluru, Kabupaten Lima Puluh Kota yang berjarak sekitar 10 kilometer saja dari Kota Payakumbuh
Di kawasan ini ada deretan penjual olahan jagung super manis dengan beraneka macam jenisnya.
Kami pun berhenti di salah satu kedai yang ada yakni Jagung Super Manis F1 Aina
Dan, begitu turun dari kendaraan, saya nyesel kenapa tadi makan kenyang pas sarapan....kwkwkw. Gimana enggak cobak, harum wangi jagungnya langsung menyeruak...
Dan, begitu turun dari kendaraan, saya nyesel kenapa tadi makan kenyang pas sarapan....kwkwkw. Gimana enggak cobak, harum wangi jagungnya langsung menyeruak...
Onde Mande, lamak bana!
Ada deretan makanan di dalam lemari kaca yang sungguh membuat ijo mata...Donat, puding, muffin, jus, perkedel, risol, cake, kue sus, dan apalah..apalah..yang semua berbahan dasar jagung.
Sementara di sisi lainnya ada karyawan yang sedang mengolah jagung dan menggoreng di wajan besar atau menguleni adonan. Tampak perkedel jagung di wajan yang melihatnya saja bikin tangan saya ingin mencomotnya...hahaha
Tak menunggu lama, saya dan 3 teman semobil pun membeli beberapa makanan untuk camilan selama perjalanan.
Oh ya untuk harga murmer yaa..Mulai dari 2 ribu-6 ribu rupiah saja. Dan, itu fresh semua..Karena tiap hari baru dibuat saat kedai buka dari pukul 8 pagi sampai 11 malam. Kecuali untuk olahan kering seperti popcorn, keripik dan lainnya yang juga tersedia di sana.
Pokoknya kalau teman-teman sedang berkunjung ke Payakumbuh, singgah ke sentra jagung manis ini ya...Dan ingat...ingat.. lebih baik dengan perut kosong datangnya hahaha.
Karena sudah cukup sangu camilannya..jadi saatnya jalaaan lagi kita!!
Perjalanan menuju ke Puncak Lawang pun makin bikin semangat karena diselingi jajanan serba jagung tadi. Tapi, jangan tanya, kok cukup ya perut saya hahaha...
Oh ya, bagi yang belum tahu, Puncak Lawang itu adalah sebuah dataran tinggi yang berada di puncak perbukitan di Kecamatan Matur, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Dari tempat inilah, kita bisa menikmati pemandangan Danau Maninjau yang memukau.
Dan perjalanan menuju Puncak Lawang dari kota Payakumbuh ini akan menempuh jarak sekitar 50 km yang akan melewati perkebunan tebu, pemukiman, persawahan dan perbukitan.
Akses jalan bagus meski tak terlalu lebar. Dan menjelang ke puncak pada jarak sekitar 2 km sebelumnya akan ada retribusi untuk kawasan wisata. Besarannya 15 ribu untuk Senin-Jumat dan 20 ribu untuk Sabtu-Minggu. Sedangkan untuk parkir kendaraan tidak dipungut bayaran.
Dari sini, kita diarahkan ke hutan pinus yang nampak hijau dan berjajar rapi di kejauhan. Sesampainya di atas, penumpang diminta turun dan driver turun lagi ke bawah untuk memarkir kendaraan. Memang ada shuttle car yang membawa naik/turun pengunjung dari titik loket tadi.
Nah, di titik kumpul ini akan ada tangga beton menuju puncak yang lumayan nanjak...Ini bikin ngos-ngosan saya karena perut sedang penuh-penuhnya hahaha
Tapi, perjuangan menaiki tangga ini terbayar saat di atas. Saat saya sampai di area diantara pepohonan pinus yang ada. Dimana ketika melihat ke bawah, kita disuguhi pemandangan birunya Danau Maninjau yang wow!!
Dari sini, nampak di kejauhan deretan rumah penduduk di pinggiran danau beserta dengan keramba ikannya. Sementara air danau dari atas kelihatan biru syantiiik dengan permukaan yang tenang. Juga, awan yang perlahan-lahan naik dari permukaan danau menuju ke langit. Atau turun seakan menutupi danau ini.
Benar-benar seperti negeri di awan ini!! Indaaaah sekali!
Ada banyak pengunjung saat saya dan rombongan tiba. Mereka ada yang duduk santai di beberapa sudut yang ada, mencoba wahana yang tersedia seperti flying fox atau berpose di spot foto kekinian. Dan ada yang selfie pas di pinggiran. Sampai saya ngeri lihatnya... hiii..
Kan banyak di berita tuh, lagi selfie, minggir..minggir terus jatuh..Duh! Tapi kok ya teteup ada yang nekat juga, demi pose ter-OK di sosial media! 😑
Kan banyak di berita tuh, lagi selfie, minggir..minggir terus jatuh..Duh! Tapi kok ya teteup ada yang nekat juga, demi pose ter-OK di sosial media! 😑
Nah, di sini selain latar belakang danau, pengunjung juga bisa menjadikan jajaran hutan pinus sebagai latar pepotoan.
Selain itu ada papan petunjuk yang menyebutkan bahwa di kawasan ini juga ada aktifitas paralayang, camping ground dan outbond.
Memang, saya tidak melihat satu tenda pun di sekitar area (mungkin di area berbeda), tapi ada tiga rombongan yang sedang melakukan kegiatan outbond.
Ramai pengunjungnya! Bisa jadi karena hari itu hari Minggu...
tangga yang tadi dilewati (foto diambil dari atas) |
Nah, menurut informasi yang saya ambil dari Wikipedia, Danau Maninjau merupakan danau vulkanik yangberada di ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut.
Danau Maninjau ini merupakan sebuah kaldera dari letusan besar gunung api. Kaldera tersebut terbentuk karena letusan gunung api strato komposit yang berkembang di zona tektonik sistem Sesar Besar Sumatera.
Hal ini terlihat dari bentuk bukit di sekeliling danau yang menyerupai seperti dinding. Kaldera Maninjau seluas 34,5 km x 12 km, ditempati oleh danau yang berukuran 8 km x 16,5 km (132 km2).
Sehingga Danau Maninjau ini tercatat sebagai danau terluas kesebelas di Indonesia. Sedangkan di Sumatera Barat, Maninjau merupakan danau terluas kedua setelah Danau Singkarak.
Bersama teman-teman MoZTrip |
Setelah puas mengagumi keindahan Danau Maninjau yang memukau, kami pun bersiap untuk berpindah tujuan.
Sebagai catatan, diantara tempat wisata saat hari pertama di Kota Padang, hari kedua di Payakumbuh, dan hari ketiga di Lembah Harau dan Istano Basa Pagaruyung, Puncak Lawang ini yang paling tertata kawasannya.
Tempatnya bersih, fasilitas penunjang lumayan, akses jalan bagus dan pelayanan petugas juga ramah. Hmm...semoga tempat yang lain pun segera terkelola lebih baik lagi yaaa..
Nah, karena jiwa sudah segar dan perut kembali lapar...Saya dan teman-teman pun lanjuuut ke Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka.
Museum ini terletak 20 km dari Puncak Lawang dengan menuruni jalan di sisi bukit dan sebagian menyisir tepian Danau Maninjau.
Jalanan yang dilewati sempit dan berliku. Jika berpapasan dengan kendaraan lain, kita musti menepi salah satu.
Ya, saya dan rombongan memang sedang melewti jalan yang terkenal dengan sebutan Kelok 44. Kelok 44 merupakan tikungan berjumlah 44 belokan. Itu sebabnya rute ini dinamakan Kelok Ampek Puluh Ampek Setiap kelokan memang patah. Sehingga sehari sebelumnya sempat membuat beberapa teman gundah karena takut bikin muntah..
Tapi ternyata, Alhamdulillah tidak terlalu juga kelokannya. Bahkan sepertinya lebih parah kelokan patah yang saya tempuh saat melewati rute Singaraja-Bedugul lewat Gitgit, atau rute Banyuwangi-Jember via jalur Gunung Gumitir.
Ya, saya dan rombongan memang sedang melewti jalan yang terkenal dengan sebutan Kelok 44. Kelok 44 merupakan tikungan berjumlah 44 belokan. Itu sebabnya rute ini dinamakan Kelok Ampek Puluh Ampek Setiap kelokan memang patah. Sehingga sehari sebelumnya sempat membuat beberapa teman gundah karena takut bikin muntah..
Tapi ternyata, Alhamdulillah tidak terlalu juga kelokannya. Bahkan sepertinya lebih parah kelokan patah yang saya tempuh saat melewati rute Singaraja-Bedugul lewat Gitgit, atau rute Banyuwangi-Jember via jalur Gunung Gumitir.
Uniknya di setiap kelokan diberi nomor urutan. Dan di sepanjang perjalanan dari Puncak Lawang menuju Danau Maninjau ini kita juga akan disuguhi pemandangan yang indah berupa sawah yang berbentuk terasiring serta hijaunya deretan Bukit Barisan.
Tapi, karena sudah waktu jam makan siang, kami pun menghentikan perjalanan dan singgah dulu di Pondok Indah Kelok 37. Sebuah rumah makan sederhana yang menyediakan aneka pilihan makanan yang lumayan, toilet bersih, musola dan yan teristimewa, pemandangan menakjubkan Danau Maninjau dari terasnya.
Cantiknyaaa!!
Perut penuh, semangat pun teguh....
Meski saat itu mendung sudah menggantung dan hujan nampak segera turun. Tapi ini tak menyurutkan langkah kaki kami untuk mengunjungi Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka, sang ulama dan sastrawan besar Indonesia.
Tapi, karena sudah waktu jam makan siang, kami pun menghentikan perjalanan dan singgah dulu di Pondok Indah Kelok 37. Sebuah rumah makan sederhana yang menyediakan aneka pilihan makanan yang lumayan, toilet bersih, musola dan yan teristimewa, pemandangan menakjubkan Danau Maninjau dari terasnya.
Cantiknyaaa!!
pemandangan dari teras rumah makan |
Meski saat itu mendung sudah menggantung dan hujan nampak segera turun. Tapi ini tak menyurutkan langkah kaki kami untuk mengunjungi Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka, sang ulama dan sastrawan besar Indonesia.
Seperti yang saya kutip dari Wikipedia, Abdul Malik Karim Amrullah, demikian nama asli pemilik nama pena Hamka memang terlahir di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada 17 Februari 1908.
Beliau adalah seorang ulama dan sastrawan Indonesia yang melewatkan waktunya sebagai wartawan, penulis, dan pengajar.
Beliau adalah seorang ulama dan sastrawan Indonesia yang melewatkan waktunya sebagai wartawan, penulis, dan pengajar.
Dan, lewat karyanya Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, nama Hamka melambung sebagai sastrawan. Tapi seiring meluasnya pengaruh komunis, Hamka dan karya-karyanya diserang oleh organisasi kebudayaan Lekra.
Beliau dituduh melakukan gerakan subversif dan diciduk dari rumahnya untuk ditahan di Sukabumi pada 1964. Beliau merampungkan Tafsir Al-Azhar dalam keadaan sakit sebagai tahanan. Kemudian pada masa peralihan kekuasaan ke Presiden Soeharto, Hamka dibebaskan pada Januari 1966.
Beliau kemudian mengisi jadwal tetap ceramah di RRI dan TVRI. Dan mencurahkan waktunya membangun kegiatan dakwah di Masjid Al-Azhar.
Nah, saya bersama Uni Novia, Mbak memeh dan Mbak Wina masuk ke area museumnya. Sementara tiga teman lainnya tetap di mobil, kelelahan karena tangga di Puncak Lawang yang memang bikin ngos-ngosan...😀
Ketika memasuki museum ada seorang Bapak yang duduk di kursi sudah siap menyambut kedatangan kami. Kebetulan ada rombongan satu bis yang datang bersamaan dengan saya dan teman-teman. Yang ternyata setelah diminta mengenalkan diri, rombongan - yang sepertinya mahasiswa dan dosennya- ini berasal dari Malaysia...Wah, jauh yaaa..
Nah, saat saya masuk, si Bapak penunggu museum meminta semua tamu untuk duduk dulu. Kami tidak diperbolehkan berkeliling atau mengambil foto dulu, seperti layaknya di museum lainnya.
Ternyata, Beliau akan menyampaikan sepatah dua patah kata..yang ternyata jumlahnya.... ribuan patah. hiks!
Kami berempat yang inginnya berkunjung singkat jadi salah tingkah. Sementara kami duduk di kursi, tamu dari Malaysia duduk di bawah. Kan, enggak enak ya kalau pamit duluan..bisa dipikir enggak sopan.
Tapi, si Bapak yang menyebut silsilahnya sebagai salah satu cucu Buya Hamka, tak hentinya bercerita. Enggak langsung ke intinya, tapi pakai acara kasih pertanyaan ke kita dan meminta jawabannya.
Sebenarnya sih boleh saja, tapi cara penyampaian informasi seperti ini kurang pas kalau di tempat wisata. Lebih baik pengunjung diajak berkeliling dan ditunjukkan ini apa itu apa. Atau bisa juga mengisahkan inti cerita - asal usul dan kisah hidup Sang Buya.
Tidak harus pengantarnya saja setengah jam belum kelar, seperti guru saat mengajar ...hadeh..
Bukan bermaksud menyinggung, akhirnya setelah mendengarkan sambil badan rasa kegerahan karena ingin keluar ruangan, pucuk dicinta ulam pun tiba.
Ada rombongan baru datang, sekitar 5 orang masuk dan kebingungan cari tempat duduk.
Kesempatan nih..kami pun kabur pamit pulang ke si Bapak setelah terlebih dulu mengisi buku tamu..
Akhirnya di tengah turunnya hujan kami tingalkan rumah panggung berbentuk rumah Gadang ini ...Dan, melanjutkan perjalanan menuju Padang.
Rencana untuk singgah ke tepian Danau Maninjau dibatalkan karena hujan makin lama derasnya enggak kira-kira..
Rute sejauh 130 km pun harus kami tempuh selama 4 jam lantaran lebatnya hujan di beberapa tempat.
Dan, setelah rehat beberapa saat untuk makan malam akhirnya sampailah kami di Hotel Hangtuah Padang pada pukul 8 malam. Alhamdulillah..
Oh ya Hotel Hang Tuah ini terletak berseberangan dengan Plaza Andalas.
Apakah saya tertarik untuk nge-mal di Padang. Makan apa lagi saya di sini (hihihi). Dan bagaimana kisah petualangan saya di Pulau Pasumpahan esok hari..
Silakan lanjut ke edisi terakhir Trip Minangkabau ya Temans 😍
Salam Satu Aspal😁,
Dian Restu Agustina
Rencana untuk singgah ke tepian Danau Maninjau dibatalkan karena hujan makin lama derasnya enggak kira-kira..
Rute sejauh 130 km pun harus kami tempuh selama 4 jam lantaran lebatnya hujan di beberapa tempat.
Dan, setelah rehat beberapa saat untuk makan malam akhirnya sampailah kami di Hotel Hangtuah Padang pada pukul 8 malam. Alhamdulillah..
Oh ya Hotel Hang Tuah ini terletak berseberangan dengan Plaza Andalas.
Apakah saya tertarik untuk nge-mal di Padang. Makan apa lagi saya di sini (hihihi). Dan bagaimana kisah petualangan saya di Pulau Pasumpahan esok hari..
Silakan lanjut ke edisi terakhir Trip Minangkabau ya Temans 😍
Salam Satu Aspal😁,
Dian Restu Agustina
Senangnya bisa traveling ke Maninjau, udah sah berkunjung ke ranah minang. Sekarang sedang ada gerakan pengumpulan dana di kitabisa.com/save_maninjau untuk rehabilitasi Danau Maninjau yang mulai tinggi polutannya.
BalasHapusSubhanallah ... banyak ilmu yang didapat juga dari tevellingnya, termasuk harus kosongin perut sebelum ke Jagung Super Manis F1 Aina hahaha. Saya kepo sama rasanya donat dari jagung, mbak.
BalasHapusMenarik banget infonya, bisa jadi pilihan destinasi kalau nanti liburan ke tanah minang.
BalasHapusDan saya jadi terbayang olahan makanan dari bahan jagung manis. Pasti enak banget hihi
Seru ya mbak traveling nya banyak kenangan manisnya semanis jagung manis disana. Catatan perut kosong sebelum ke sentra jagung manis biar menikmati setiap makanan dr jagung manis ya MBK..
BalasHapusMasuk list tempat wisata kalau mau lari dari kerjaan ini mah. Udah kebayang makanan ama danaunya
BalasHapusBuya HAMKA, tokoh legendaris
BalasHapusSeru banget ceritanya ke danau maninjaui, ke museum nya, bisa tahu Salah satu ulama, rekomen banget. Saya penasaran sama jagungnya😍
BalasHapusYang menarik dari liburannya Mbak Dian ini, kayaknya perjalanannya itu santai, nggak diburu-buru jadi bisa tenang menikmati pemandangan. Alhasil bisa bawa cerita lengkap begini. Makin kepengeeen eksplor Sumatera Barat.
BalasHapusWaduh mba, jadi pengen saya...
BalasHapusMbaaaa, tripnya asik banget siiihh. Aku terngiang ngiang perkedel jagungnya hahaha, #jagungmaniak
BalasHapuswa mbak dian jalan2 terus nih hehe
BalasHapusseru banget aku sampe masuk di ceritanya
jadi pengen jajan, liat2 rumah dari jauh
tapi aku penasaran sama museum buya hamka
ngefans banget sama tokoh satu itu
tokoh sentral minang yang terkenal pada masanya
Penasaran bingit sama Puncak Lawang. Saya (lagi-lagi) hanya pernah nulis artikel tentang spot keren ini tapi belom pernah ke sono. huhuhu...
BalasHapusjadi pengen travelling lagi euy. semoga suatu saat bisa berkunjung ke ranah minang juga.
BalasHapusWahhh jadi mupeng... pengen jln2 ke Padang nih...nabongg dulu ahh...Keren mb....
BalasHapusAsik banget nih travellingnya, jadi kepengan juga. Hehehe
BalasHapusMba dian gak beres2 jalan2 ke minangkabaunya nih. Duh jangan sampe saya samperin gegara mupeng berkelanjutan yes wkwk
BalasHapusWah, puncak lawang ya mbak. Kalo destinasi lawang soul itu sudah mainstream. Satu destinasi lg di puncak lawang itu namanya lawang park adventure yg ada rumah hobbit nya 👍
BalasHapusPantas mbak Dian selalu tampil awet muda. Ini tho rahasianya? Sering Travelling ke tempat yang cantik dan keren gini
BalasHapusMuseum Buya Hamka tempat yang pengeeeeen kukunnungi juga
BalasHapus