Sepotong Cinta di Barcelona
Sepotong Cinta di Barcelona
#CERPEN
“Benvinguts a Barcelona!”
Sapa ramah pramugari kereta di pintu keluar yang dibalas Fa dengan senyuman. Akhirnya sampai di sini juga, batinnya lega. Sebelumnya, yang terbayang tentang Barcelona hanyalah lagu lama gubahan Fariz RM yang bertajuk sama. Juga, ketika gegap gempita nama Indonesia disebut saat pengalungan medali emas Susi Susanti dan Alan Budikusuma pada Olimpiade 1992.
Dan, perjalanan ke Barcelona selama 3 jam dengan kereta Renfe AVE dari Madrid sejauh 620 km ini membuatnya bermimpi. Kapan Indonesia memiliki kereta super cepat seperti di sini. Hmm, coba ada, tak perlu macet total saat mudik lebaran lantaran menumpuknya kendaraan. Atau sebal karena menunggu pesawat delay selama sekian jam. "Aaah, semoga..!", Doanya sungguh.
sepeda yang bisa disewa jam-jaman/bulanan di Barcelona |
Fa lalu keluar menuju taksi yang berderet di depan stasiun. Setelah terkagum-kagum pada arus lalu lintas yang tertib dan lancar, sampailah ia di apartemen tempat menginapnya selama tiga hari ke depan. Sebuah unit apartemen yang bermodel simpel. Ada dua ranjang singgel, kamar mandi, mesin cuci dan dapur kecil beserta peralatan memasak sederhana. Inilah yang membuatnya lebih memilih menyewa apartemen daripada menginap di hotel. Karena ia jadi bisa memasak sendiri meski seadanya, pun tak menumpuk cucian selama di perjalanan. Hingga, lebih hemat pastinya!
Dan segera Fa menghempaskan badan di kasur yang empuk itu. Meluruskan kaki seraya memuji syukur dengan tak henti. Siapa mengira, diri yang dulu tak berpunya, bisa traveling kemana-mana. Menikmati setiap rupiah hasil jerih payah. Dan bisa bersenang-senang tanpa merepotkan orang. "Terima kasih Tuhan" bisiknya pelan.
Sejak kecil Fa kenyang dengan ejekan dan makian. Ayah dan Ibu yang meski berpuluh tahun serumah tak ada habisnya berbantah. Ibu sosok yang kaku dan tak mau mengalah. Sementara Ayah tipe yang keras kepala dan suka marah. Entah kenapa mereka berdua tetap saja tak bisa akur sampai tua. Tak pernah bisa saling memahami kelebihan dan kekurangan. Jadilah, keenam anaknya tumbuh besar di tengah kata-kata sindiran, umpatan dan pertengkaran.
Hingga Fa sempat berpikir untuk melarikan diri dari rumah. Saat itu, sebagai anak bungsu tinggallah ia sendiri yang ada di rumah. Kakak-kakaknya sudah keluar rumah untuk bekerja atau berkeluarga. Pagi, siang, petang, yang terdengar hanya kata-kata hinaan. Yang ia heran kenapa mereka tetap bertahan? Kalau sudah tak akur harusnya kan mundur. Fa bingung! Tapi, apalah daya karena posisinya hanyalah seorang anak…
Masa lalu yang kelam itu membuat semangatnya membaja. Suatu saat ia ingin tinggal jauh saja dari orang tua. Ia bertekad sukses dan mandiri dengan kemampuannya sendiri. Karenanya, Fa belajar, belajar dan belajar. Hingga satu demi satu impian pun berhasil ia genggam.
Parc Guell |
Fa begitu mandiri.. Saat kecil kalau meminta uang pada Ayah atau Ibu, ia harus menerima omelan dulu.
“Duit terus, buat apa coba?”
Padahal ia cuma mau beli buku atau peralatan sekolah. Meski kadang dikasih juga uangnya, tapi hati sakit rasanya. Hingga saat itu kadang ia mau mengerjakan PR teman asalkan ia dipinjami buku. Bahkan jika ada tugas kelompok, Fa bersedia mengerjakan dan teman-temannya tinggal bayar iuran untuk beli bahan. Kadang Fa juga mau membantu cuci piring di warung tetangga. Meski, harus sembunyi-sembungi, takut dimarahi. Sebenarnya kedua orangtuanya bukan tak mampu, karena dua-duanya bekerja. Tapi mereka sering kesulitan uang lantaran berprinsip uangku adalah uangku. Hingga tak ada uang bersama. Mungkin mereka lupa, ada anak-anak yang tak tahu apa-apa yang ikut menanggung akibatnya. Semua luka di masa lalu itu terurai lagi hingga terbawa mimpi.
Sagrada Familia |
Terbangun di pagi yang cerah di Catalunya, wilayah otonomi Spanyol yang beribukota Barcelona. Badan Fa sudah segar. Waktunya bersiap untuk hari pertama perjalanan. Setelah sarapan, ia berjalan kaki ke Sagrada Familia. Sebuah gereja megah karya Antoni Gaudi yang dibangun sejak seabad lebih yang lalu, dan sampai sekarang belum rampung. Proyek prestisius yang diimpikan bisa menampung sekitar 9 ribu orang dan diperkirakan selesai satu dekade lagi. Gila! Sebuah bukti bahwa mewujudkan mimpi memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Benar-benar butuh kerja keras dan perjuangan.
Kemudian, Fa membeli tiket bus wisata untuk keliling kota. Dan, ia sengaja memilih tempat duduk di lantai dua. Meski terik mentari mulai membayangi, tapi duduk di bagian atas akan memudahkannya menikmati pemandangan sepanjang jalan. Pun, foto-foto cantik akan bisa dipetik.
Camp Nou |
Tujuan utamanya, tentu, Stadion Camp Nou. Markas kesebelasan FC Barcelona. Ah, sudah tak sabar lagi ia menginjakkan kaki di sana. Meski perempuan, ia memang penggemar bola. FC Barcelona salah satunya. Yang ia bayangkan saat tiba di kota ini, aura bola akan terasa menggila. Ia pikir akan ada anak-anak yang berlatih bola di pinggir jalan atau halaman. Beragam atribut bola yang terpampang. Ternyata tidak juga. Semua nampak biasa. Ia jadi geli sendiri, memangnya seperti di Indonesia, anak-anak main bola seenaknya di pinggir jalan. Aah!
Yang jadi pertanda hanya, di sekitar Camp Nou ada deretan pedagang penjual merchandise asli yang harganya bikin mengkerut dahi.
Yang jadi pertanda hanya, di sekitar Camp Nou ada deretan pedagang penjual merchandise asli yang harganya bikin mengkerut dahi.
Fa sampai membeliakkan mata menyaksikan stadion super megah yang kabarnya bisa menampung 90 ribu penonton itu. Wah, enggak terbayang betapa meriahnya saat ada pertandingan digelar!
Saat sedang memilih kaos di stand merchandise stadion dan menanyakan harganya, tiba-tiba,
“Mbak, dari Indonesia ya?”
Seorang ibu paruh baya yang berdiri di sampingnya menyapa. Sedetik Fa terkejut, mungkin logat Inggrisnya yang begitu medok kentara terdengar oleh sesama orang Indonesia.
“Iya, Bu, Pak…,” jawabnya senang sambil mennyambut tangan Ibu itu dan seorang Bapak yang ada bersamanya. Ribuan mil dari tanah air dan berjumpa dengan sesama orang Indonesia tentu bikin hatinya riang. Bahkan si Ibu sepuh itu langsung memeluknya erat seakan sudah kenal dekat.
Akhirnya mereka bertiga berjalan berbarengan sambil mengikuti tur keliling stadion. Ibu Rahmi dan Pak Andi sedang menemani putranya yang sedang ada konferensi di Barcelona. Setitik rasa iri timbul melihat kemesraan mereka di usia senja. Andai punya orang tua seperti mereka betapa bahagianya yaaa, batin Fa.
Sejak menetap di Jakarta, Fa sesekali saja pulang ke Jogja. Setelah Ayah berpulang beberapa tahun silam, Ibu tinggal sendirian. Fa merasa biasa saja dengan Ibu. Dibilang terlalu dekat enggak juga. Pasalnya, ia kesal jika Ibu masih selalu mengungkit apa yang dilakukan Ayah dulu. Memang, benar salahnya ia tidak tahu. Yang ia sesalkan, kenapa orang yang sudah meninggal tetap diungkit aibnya. Bagaimanapun juga itu Ayahnya. Dan ia ingin tetap menyimpan rasa hormat padanya.
Dengan saudara-saudaranya, Fa juga hanya dekat seperlunya. Ia merasa kakak-kakaknya menghubunginya hanya karena butuh bantuan. “Fa, tolong pinjam segini! Fa..ada uang segitu enggak..?” Dan, setelah ia transfer, sudah..Kabar Fa pun kadang tak ditanyakan mereka.
Ini semua membuat Fa sering merasa hidup sendirian. Hanya kerjalah yang jadi pelariannya. Ia berusaha keras saat kuliah hingga bisa mendapatkan bea siswa program Master ke Australia. Lalu, karir Fa di sebuah perusahaan minyak dunia pun melesat cepat. Apalagi ia selalu meng-upgrade diri dengan belajar ilmu terkini. Juga, bersedia dimutasi ke berbagai tempat dimana perusahaan membutuhkan. Hingga ketika usianya hampir kepala empat, ia baru sadar, ada yang kurang dalam hidupnya. Tak pernah ada kisah cinta di sana.
La Pedrera |
Saat naik ke bis lagi, mereka sudah akrab layaknya telah lama berjumpa. Bu Rahmi duduk bersebelahan dengan Fa seraya bercerita tentang anak lelakinya.
“Rio ini masih lajang, Mbak Fa..Nggak tahu apalagi yang ditunggu. Padahal Ibu sudah ingin menimang cucu. Sudah ada sih cucu dua dari Ria, adiknya Rio. Tapi, kan mumpung Bapak dan Ibu masih sehat, mbok ya cepat nikah gitu. Biar nggak cuma bikin senang Bapak Ibu dengan mengajak jalan-jalan seperti ini, Eh, yang dipikirkan Cuma kerjaaa saja, ” tuturnya panjang ke Fa.
Fa manggut-manggut saja. Pertanyaan klasik yang selalu diulik. Saat masih sendiri ditanya kapan nikahnya. Setelah menikah ganti lagi, kapan punya anak. Anak satu, kapan punya adik. Ah, pertanyaan yang tak berkesudahan. Semua orang sepertinya lupa, masing-masing insan punya garis tangan berbeda. Seperti Fa.
Arc de Triomf |
Lalu, Fa pun terlibat dalam pembicaraan hangat diantara keduanya. Hingga ke tujuan berikutnya mereka masih bersama. Diselingi obrolan akrab dan foto bersama. Saat mengambil gambar mereka, meski sudah sepuh tapi masih saling erat memegang tangan, Fa sangat kagum. Lantaran ia tak pernah melihat kedua orangtuanya dulu bersikap sama.
Hingga ke pemberhentian bus terakhir di tempat semula Sagrada Familia, ternyata tempat menginap Bu Rahmi dan Pak Andi, tak jauh dari tempat Fa. Jadilah mereka memaksanya untuk mampir saja sekalian makan malam. Ah, beberapa jam ternyata berhasil menyatukan saudara sebangsa seperti mereka bertiga. Hingga Fa, tak kuasa menolaknya.
Sesampai di apartemen yang mereka sewa, yang berukuran dua kali lebih besar dari tempat menginap Fa, Bu Rahmi langsung sibuk membuatkan kopi untuk mereka bertiga. Dan obrolan hangat pun berlanjut di sela tawa mengenang perjalanan wisata yang mereka lakukan seharian. Bu Rahmi menyiapkan makan malam roti isi salmon yang sama seperti Fa, bahannya sudah dibeli sebelumnya. Juga merebus beberapa butir telur untuk pendampingnya. Serta salad sebagai sayurnya.
Tak lama, tiba-tiba, pintu apartemen pun terbuka dari luar. Sesosok pria yang memasukinya, mengucap salam dan keheranan melihat Fa duduk di kursi makan. Bu Rahmi pun nyerocos mengenalkan Fa pada Rio, lelaki yang sedari tadi sudah Fa kenal meski cuma namanya saja.
Rio pun mengambil tempat duduk di sebelah Fa yang terlihat kikuk sendiri. Mereka pun makan berempat sembari mengobrol hangat.
Tak lama, Fa pun berpamitan. Rio memaksa mengantarnya…
Berjalan di pedestrian Barcelona yang nyaman, berbincang dengan Rio entah mengapa Fa seperti klik rasanya. Dan, ketika sampai di depan apartemen Fa, “Besok conference-ku sudah selesai, kita jalan bareng ya..” Rio mengajaknya.
“Ya..” jawab Fa singkat.
Fa, melangkahkan kaki memasuki apartemennya. Ada rasa terselip yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.…
Dan mendadak ia pun bersenandung lagu lama yang dulu saat kecil dihapalnya karena sering nonton di tivi tetangga.
Dan mendadak ia pun bersenandung lagu lama yang dulu saat kecil dihapalnya karena sering nonton di tivi tetangga.
Quiere Darme Su Direccion Senorita? Kuingin Kau Ajak Serta Malam Ini
Como Se Pronucia Oh Juwita, Ingin Kunyatakan Cinta Sepenuh Hati
Mungkin Esok Kukan Pergi, Tapi KuberjanjiPasti Diriku Kembali
Untuk Cinta Yang Tertinggal, Dijantung Barcelona
Peluklah Diriku Mesra.., Dalam Cinta
Sebagai Pengikat Rindu, Akan Kukenang Slalu, Cintaku Di Barcelona
Tuhan, jika memang dia untukku, dekatkan padaku…..!
Doa Fa, sungguh!💖
Doa Fa, sungguh!💖
Camp Nou |
*Awalnya saya itu suka nulis fiksi.😁 Tapi semakin ke sini lebih banyak nulis non fiksi.🙈 Cerpen ini ditulis dengan latar belakang kota Barcelona yang saya kunjungi pada tahun 2015. Semoga ceritanya menghibur yaa...Oh ya, kalau mau baca cerpen lainnya, ada beberapa di blog ini, label fiction #promosi 😍
Adios,
Dian Restu Agustina
Waaa ceritanya asik hihihi jadi inget masa muda ya mba. Jaman pedekate ama mantan. Hehehe, cintaku di Barcelonaaa... #nyanyu
BalasHapusDuh, si Fa. Cieee... Moga berjodoh dg Rio, ya. Aamiin...
BalasHapusBtw, Barcelona selalu bikin terpeona dan membuat cerpen ini 'hidup'. Berasa di sana. Trus perjuangan dan liku2 hidup Fa jg menarik jika dipanjangkan jadi novel lho, Mbak. Saya komporin yak, heuheu
Kereeeeeeennn ceritanya...iiih sama saya juga fiksi....masih mimpi doang sampe skrg pengen bikin novel hahahaaha...
BalasHapusJadiin novel mbak...
Hope someday saya juga ke barcelona hihihi
keren ceritanya..ada lanjutan nya kah??
BalasHapusWaduuh...baper bacanya, ada yg mirip2 dg sejarah hidupku. Hehhehe
BalasHapusWaduuh...baper bacanya, ada yg mirip2 dg sejarah hidupku. Hehhehe
BalasHapusSemoga happy ending ya....:)
BalasHapusKeren ceritanya, Barcelona emang Indah ya, mudah-mudahan Fa bahagia Sama Rio😍
BalasHapusCintaku di Barcelona *singing...
BalasHapusWhuaa multitalenta banget mba Dian, masukin media mba atau bikin novel sekalian... Baguss ini...
Pengeeen ke Barcelona. Arsitekturnya keren. Tahun 2026 bisa engga ya ke sana? Ada peringatan 100 tahun meninggalnya Antonio Gaudi, arsitek Sagrada Familia.
BalasHapusHihi...saking inginnya sampai belajar sejarahnya...
Wesss aku baru tahu Mba Dian suka nulis cerpen. Aih keren. Mba Dian emang bener-bener suka nulis ya dan jago lagi nulisnya. Soalnya saya nggak jago nulis cerpen dan memang belum suka. Jadi kalau ada yang suka bikin cerpen selain ngeblog buat saya itu bener-bener orang yang suka menulis 😍
BalasHapusFresh banget. bener juga kata Mas Arief, penulisan traveling dengan gaya fiksi yahud juga. Lanjut, Mbak.
BalasHapusCerita non fiksi mbak dian keren, sebagai pengingat diri, buat besarin anak perlu hati hati bicara dan bersikap😊
BalasHapusMasih berjuang agar bisa jalan-jalan ke eropa. Semangat
BalasHapusWah fiksi ternyata. Aku tadinya juga suka non fiksi tapi aku gak bisa ninggalin fiksi juga. Jadi dua2nya aja deh. Bagus loh ceritanya. Fiksiku banyak di wattpad
BalasHapusUh Fa, pengalaman hidup akhirnya memacunya bekerja keras, sampai akhirnya bertemu Rio. Gimana nih lanjutannya mbak, nanggung? Latar ceritanya cakep, Barcelona :)
BalasHapusIni cerpen fiksi kah mbak? Tapi kayak kisah nyata ya. Jadi baper pengen segera nikah deh. Hehehehe. Btw, aku juga suka tentang Barcelona. Sampe aku beli kaos bolanya jugani.
BalasHapusBagus mba cerita nya..
BalasHapusJadi pengen ke Barcelona lagi. Mengingat kan 13hari perjalanan menikmati indahnya kota disana dan di barcelona banyak kota-kota sejarah yg bagus utk dikunjungi
Kereeeennn mbak, gak nyangka kalau mbak Dian jago nulis fiksi, asyik deh, jalan2nya gak sia2 karena tercipta sebuah cerpen hehehe
BalasHapusSaya juga dulu suka nulis fiksi, tapi ya gitu, baru beberapa paragraf ya males diteruskan hahaha
Whaa kejadian bener nih cintaku di barcelona :))
BalasHapusKurang panjang cerpennya mbak, aku suka, betah bacanya hehee.. tar kalau sempat mau ubek2 cerpen mbak dian yg lain ah :)
Trus kelanjutan hubungan Fa dan Rio bagaimana? Ya udah saya nyanyi Barcelona dulu sambil nungguin hehhee
BalasHapuswah ini jadi penasaran gimana kelanjutannya mbak? Fa sama Rio apakah berjodoh atau bagaimana?
BalasHapusMbak!! Keren banget ceritanya.. jadi inget masa-masa PDKT zaman dulu.. semiga happy ending ceritanya..
BalasHapusPerjalanan yang seru...
BalasHapusSaya jadi membayangkan kereta cepat nya. Wah kalau saja di kita ada kereta seperti itu ya...
ah asik banget bisa jalan bareng sekeluarga gini ya mba, cerita nya seru hehehe
BalasHapusMewakili lagunya banget, cintaku di Bracelona. Penasaran kelanjutan ceritanya Rio sama Fa nih
BalasHapusJadiin novel mbaaaakkk :D
BalasHapusPenasaran endingnyaaa :D
Bakal seru kayaknya niiih :D
Cinta di Barcelona wooow :D
ternyata mbak Dian suka nulis Cerpen juga. Aku dulu juga suka, tapi setelah beberapa tahun berhenti menulis, jadi belum pede untuk menulis Cerpen :(
BalasHapusbtw, cerita nya bagus sekali, mbak :)
Kisah cinta yang menarik nih. Endingnya pun biasanya selalu dipanjatkan bagi penunggu jodoh :). Ditunggu kelanjutannya ya mbaa
BalasHapusDuh kapan kali ya saya terakhir nulis fiksi gini. Hahha
BalasHapusAku fokus ke orangtuanya Fa. Lah masa prinsip keuangan keluarganya begitu. Kasian anak-anaknya.
mbaaaa, aku berasa di Barcelona beneran deh. udah lama ga baca cerpen gini hahaha
BalasHapusini yg namanya pelarian membawa berkah.. sangat inspiratif.. artinya kita gak boleh berlarut2 terlalu lama dalam perasaan down :)
BalasHapusKalau jadi novel bakalab seru nih Mbak. Bisa saingan sama Dy Lunaly atau Dee Lestari
BalasHapus