Menjaga Hutan Indonesia Sebagai Sumber Pangan
Forest Cuisine Blogger Gathering: Menjaga Hutan Indonesia Sebagai Sumber Pangan! Hujan Jakarta yang tak berjeda dan secangkir kehangatan minuman pala menjadi teman sore saya hari ini. Minuman bercita rasa buah pala yang alami tanpa pemanis, pengawet dan pewarna buatan yang datang jauh dari Nagari Kapujan Koto Berapak, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Sirup Pala yang diproduksi secara terampil oleh Perempuan Minangkabau di Nagari Kapujan Koto Berapak di hulu Sungai Bayang Bungo yang tergabung dalam kelompok perempuan Bayang Bungo Indah dengan menggunakan bahan alami tanpa bahan kimia tambahan.
Bahan baku buah pala segar ini diproduksi dari Kawasan Hutan Nagari dan Wilayah Kelola Rakyat yang dikelola secara ramah lingkungan. Maka, tak heran Sirup Pala Bayang Bungo Indah terasa nikmat rasanya lantaran hanya berkomposisi air, buah pala dan gula. Apalagi saya menikmatinya sambil mengenang kisah Ibu Tati, Bundo Kanduang yang mengetuai kelompok perempuan ini,
Ibu Sri Hartati yang akrab dipanggil Bu Tati, saat ini aktif di Program Pengelolaan Hutan untuk Kesejahteraan Perempuan bersama WALHI Sumatera Barat dan Women Research Institute untuk mengembangkan produk olahan dari buah pala. Buah pala diolah menjadi sirup, selai dan minuman segar. Meski saat ini untuk selai dan minuman segar belum bisa diproduksi dalam jumlah banyak mengingat ketidaktahanan produk yang memang tanpa bahan pengawet buatan. Hingga sirup Pala-lah yang kini jadi produk andalan lantaran bisa tahan selama 5 bulan.
Sebelumnya, kata Bu Tati, masyarakat setempat hanya memanfaatkan buah pala untuk diambil bijinya yang dijual sebagai bahan masakan untuk bumbu rendang, sop atau yang lainnya. Setelah WALHI datang ke kampung mereka, dikenalkanlah program pengembangan produk olahan buah pala dengan melibatkan para perempuan dalam usaha menambah pendapatan keluarga.
Bu Tati yang menjadi peraih penghargaan WALHI Champion - sosok yang sukses memberikan kontribusi nyata dalam pelestarian hutan di daerah asalnya - mengungkapkan jika tantangan terbesarnya adalah menyatukan misi dari 103 orang perempuan yang semula bergabung pada program ini. Hingga akhirnya tinggal 66 orang yang aktif sampai saat ini yang bekerja sama dalam proses produksi. Nah, yang membanggakan, dengan bimbingan Dinas Pertanian setempat, baru-baru ini kelompok Bu Tati berhasil menjadi pemenang pertama lomba usaha ekonomi kreatif di tingkat kabupaten dan selanjutnya akan dikirim untuk maju ke tingkat provinsi.
Sementara untuk pemasaran Sirup Pala Bayang Bungo Indah saat ini, adalah di sekitar lingkungan Kabupaten Pesisir Selatan, beberapa rumah makan di Padang dan dikirimkan sebagai welcome drink tamu di Hotel Bumi Minang di Padang. Harapan Bu Tati, pengembangan produk olahan buah pala ini bisa makin lancar dan menjadi sarana pemberdayaan perempuan setempat demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dan saya pun mengamini harapan Bu Tati sembari meneguk sesapan terakhir minuman pala dari cangkir......
Tak beda jauh dengan Bu Tati dan warga kampungnya yang berjuang untuk mempertahankan dan menjaga hutannya, Tresna Usman Kamaruddin beberapa tahun terakhir berjuang agar pemerintah memberikan izin kepada masyarakat yang tinggal di sekitar hutan di kampung halamannya, di Kelurahan Sakuli, Kecamatan Latambaga, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara untuk bisa mengelola sendiri hutan mereka.
Mbak Tresna, menceritakan jika perjuangannya bersama masyarakat setempat selama sekitar 4 tahun ini kini mulai membuahkan hasil dan sudah berada di tahap pengukuran lahan. Yang mendasari tekadnya untuk memperjuangkan izin kelola adalah bahwa hutan di kampung halamannya itu banyak manfaatnya untuk masyarakat setempat. Selain itu, ia juga melihat bahwa pemuda setempat sebenarnya bersemangat dan bangga menjalani profesi sebagai petani, tapi sayangnya mereka tidak memiliki lahan sendiri. Maka ia bersama warga berjuang untuk mendapatkan izin kelola agar bisa memanfaatkan hutan di kampung mereka dengan sebaik-baiknya.
Mbak Tresna yang juga pemenang WALHI Champion yang sejatinya kini sudah bermukim di Depok ini mengakui jika keadaan kampung halaman tempat ia dilahirkan, mendorongnya untuk berjuang. Ia yang cucu seorang petani di Kelurahan Sakuli, punya kedekatan sejak kecil dengan alam dan pernah mengalami sendiri bahwa hutan adalah sumber pangan bagi masyarakat sekitar.
Selama ini, Mbak Tresna mengembangkan pertanian tumpang sari, sayur-sayuran, cengkeh, lada, sere dan jahe di sana. Sayangnya yang jadi masalah adalah pasar dari hasil pertanian ini. Selain itu tantangannya adalah akses untuk mengelola hutan tersebut. Sebelumnya hutan di sana memang sudah berstatus hutan adat tapi ada pertentangan dengan kebijakan pemerintah yang menghalangi masyarakat setempat untuk mengelolanya. Maka, warga memperjuangkan hak kelola meski berliku dan panjang jalannya.
Mbak Tresna dan warga Sakuli tetap semangat memperjuangkan izin ini dan pantang menyerah menjaga hutan mereka agar tetap lestari. Untuk itu, rencana ke depan akan diteruskan program yang melibatkan perempuan untuk menjaga bumi, misalnya pemberian edukasi untuk pengelolaan sampah plastik agar bermanfaat dan mempunyai nilai jual, juga peningkatan gizi keluarga melalui pemanfaatan pekarangan yang mereka punya.
Mbak Tresna yang juga seorang survivor kanker yang meyakini bahwa alamlah yang membuatnya bisa terus hidup dan sehat karena mengonsumsi hasil alam dan sering berinteraksi dengan tanaman yang ditanamnya sendiri, ingin menghidupkan lagi kearifan lokal yang selama ini banyak ditinggalkan.
Dan, mengingat banyaknya kebaikan alam serta manfaat hutan, ia mengharapkan semua orang ikut berperan menjaganya. Karena menurutnya hutan bukan hanya bermanfaat untuk mereka yang tinggal di Kolaka atau di kawasan hutan lainnya, tapi juga untuk semua.
Harapan Mbak Tresna, WALHI juga berbagai pihak mengadakan kegiatan gerakan menanam pohon yang banyak memberi manfaat untuk masyarakat sekitar. Salah satunya adalah pohon sagu. Karena sagu yang bisa menggantikan beras sebagai sumber pangan pokok ternyata belakangan tak banyak dikonsumsi. Syukurnya, melalui kegiatan pemberdayaan perempuan, makanan yang berbahan sagu kini dihidupkan dan dilestarikan lagi oleh masyarakat Kelurahan Sakuli. Sehingga keberadaan pohon sagu untuk masa depan dirasa penting nanti.
Bu Tati dan Mbak Tresna adalah dua sosok perempuan inspiratif yang menjadi dua diantara empat narasumber pada acara Forest Cuisine Blogger Gathering yang saya hadiri pada hari Sabtu, 29 Februari 2020 yang lalu. Sebuah event kolaborasi antara Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Blogger Perempuan Network (BPN) yang merupakan rangkaian dari Forest Cuisine Blog Competition yang bertema "Hutan adalah Sumber Pangan".
Sebuah acara yang jujur membuka lebar mata saya akan pentingnya peduli pada kondisi hutan di negeri ini. Apalagi acara yang berlangsung di Almond Zuchinni Cooking Studio ini diawali dengan pemutaran video dari WALHI yang menayangkan betapa hutan Indonesia telah terancam dan jika kita semua tidak bahu membahu menyelamatkan #rimbaterakhir yang kita miliki maka tak ada lagi yang bisa kita wariskan pada anak cucu kita nanti.
Ya, video bertajuk "Kita Masih di Planet Bumi Ini" (yang membuat Bu Tati bersedih tadi) memang benar-benar membawa pesan yang begitu dalam.
Coba saja simak.....!
Video "Kita Masih di Planet Bumi" membawa pesan mendalam yang jadi pengingat diri dan semua agar segera bertindak untuk menyelamatkan hutan dan lingkungan kita. Apalagi selama ini pola pikir yang dimiliki banyak orang, termasuk saya, tentang pengertian hutan ternyata tidaklah benar.
Khalisa Khalid (Mbak Alin), Perwakilan Eksekutif Nasional WALHI yang juga menjadi narasumber acara menyampaikan jika selama ini ada kesesatan pikir atau cara pandang banyak orang. Selama ini hutan itu selalu dianggap hanya sebagai onggokan pohon saja. Padahal hutan adalah ruang hidup, sebuah kesatuan ekosistem yang tidak hanya ada pohon saja tapi juga ada satwa, tanaman, sumber pangan juga kebudayaan. Apalagi biasanya di dalam atau di sekitar hutan ada masyarakat adat yang tinggal. Maka hutan sesungguhnya adalah identitas bagi masyarakat adat. Sehingga jika hutannya punah tidak akan ada lagi masyarakat adat. Karena hutan adalah identitas yang melekat pada masyarakat adat.
Kemudian, hutan bagi masyarakat sekitar juga menjadi apotik, supermarket dan dapur bagi keluarga. Bahkan sebenarnya bukan hanya bagi warga di kawasan hutan karena hasil hutan banyak dikonsumsi juga oleh masyarakat luas termasuk yang tinggal di perkotaan.
Ya...., kekayaan hutan itu beragam karena kalau seragam itu bukanlah hutan. Jika hanya satu jenis tumbuhan saja, misalnya, cuma pohon Akasia saja, itu bukan hutan, itu kebun kayu alias perkebunan, begitu Mbak Alin lebih lanjut memaparkan. Jangan mentang-mentang hijau dan banyak pepohonan kita sebut dengan hutan. Karena monokultur (pertanaman tunggal) itu bukan hutan, sebab hutan itu beragam!! Sesuai dengan filosofi alam yang penuh keberagaman!"
Kemudian Mbak Alin mengingatkan lagi, bahwa hutan punya banyak fungsi diantaranya: sebagai penyelamat iklim, punya fungsi hidrologis, sumber pangan dan lainnya. Nah, jika hanya monokultur saja itu tidak ada fungsi ekologisnya bahkan sebenarnya menghancurkan banyak fungsi hutan lainnya.
Maka. mengingat manfaat hutan yang sedemikian besar, upaya penyelamatannya penting untuk dilakukan termasuk dengan melibatkan perempuan.
Ya, peran perempuan untuk pelestarian hutan, menurut Mbak Alin sangat luar biasa, karena perempuanlah selama ini yang banyak menjaga hutan. Pasalnya dalam keseharian perempuan melakukan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Jika memang hutan terjaga dan masyarakat luas mendapatkan manfaat dari hutan yang lestari, itu diantaranya karena peran pengelolaan dan pemanfaatan hutan oleh perempuan secara berkelanjutan.
Misalnya, yang dikunjungi baru-baru ini oleh Mbak Alin di Dusun Silit, Desa Nanga Pari, Kecamatan Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Di mana di sana perempuannya berkegiatan menjaga hutan di rimba terakhir yang ada. Pengelolaan hutan yang dilakukan oleh perempuan diantaranya dengan memanfaatkan hutan untuk menjaga pangan keluarga. Selain itu di sektor ekonomi contohnya, ada pengelolaan produk non-kayu yang selama ini juga banyak dilakukan oleh perempuan. Aneka forest product berbahan rotan dan hasil hutan lainnya, kesemuanya dikelola oleh perempuan.
Tak hanya sebagai sumber pangan dan pendapatan, sebagai apotik keluarga, hutan berfungsi sebagai apotik hidup yang bisa mencukupi kebutuhan pengobatan di tengah masih kurangnya infrastruktur kesehatan. Hutan yang lestari akan membuat tercukupinya kebutuhan penunjang kesehatan masyarakat setempat.
Selanjutnya, tentang kebakaran hutan yang setiap tahun terjadi, Mbak Alin memaparkan jika memang berdampak besar pada hutan sebagai sumber pangan terutama bagi masyarakat yang tinggal di kawasan hutan. Sehingga jika hutan terbakar akan ada keterancaman pangan. Sementara untuk masyarakat yang tinggal di wilayah di luar area kebakaran juga akan ada dampak kesehatan atas asap kebakaran, serta dampak penyerta lainnya.
Tak hanya itu, karena hutan adalah sumber pengetahuan, maka hutan menjadi sekolahnya perempuan. Jadi jika hutannya rusak, hilanglah pengetahuan perempuan akan hutan, yang membuat hilangnya identitas dan masyarakat adat setempat.
Itu sebabnya, WALHI meyakini jika hutan dikelola oleh perempuan dan masyarakat maka akan jauh lebih adil dan lestari!
Maka jangan sampai hutan kita punah!!
Mari, selamatkan rimba terakhir yang kita punya meski kita tidak tinggal di sana!
Caranya?
1. Bijak dengan apa yang kita konsumsi
Jadilah konsumen kritis. Pikirkan kita perlu atau tidak sebelum membeli produk tertentu. Misalnya, pemakaian lipstik yang salah satu bahannya berasal dari produk turunan sawit. Setidaknya kita bijak memakainya. Konsumsilah apa yang kita butuhkan bukan kita inginkan. Memang sulit karena hidup kita kini dihantui iklan itu ini. Mari ikut jaga hutan dengan lebih bijak saat mengonsumsi!
2. Mengonsumsi apa yang diproduksi langsung oleh petani
Kini sudah banyak produk alternatif yang dikelola oleh komunitas yang diproduksi langsung oleh petani. Meski dengan harga yang memang agak mahal dari pasaran karena belum mendapat dukungan dari pemeritah. Tapi dengan membeli maka kita akan mendukung komunitas dan kelestarian hutan itu sendiri
3. Dukung WALHI dalam gerakan penyelamatan lingkungan
Wilayah Kelola Rakyat (WKR) adalah sebuah narasi WALHI terhadap pengelolaan alam yang didasarkan pada banyaknya petani yang tidak punya lahan sendiri. Ini sebuah tawaran WALHI dari sesuatu yang tidak adil menjadi adil dengan menjadikan hutan sebagai wilayah kelola, produksi dan konsumsi sebagai satu kesatuan. Melalui gerakan Rimba Terakhir, WALHI menginisisasi ajakan pada masyarakat untuk menyelamatkan rimba terakhir. Karena usaha penyelamatan bukan cuma tanggung jawab masyarakat yang tinggal di kawasan hutan. Ini adalah tanggung jawab bersama. Karena kalau ada kerusakan hutan di hulu akan menimpa juga pada semua. Banjir, tanah longsor, kebakaran hutan...dan semua bencana bisa melanda siapa saja. Ya, bencana ekologis, bencana yang timbul akibat salah urus mengelola alam yang dampaknya bisa menimpa masyarakat yang tinggal baik di hutan maupun di kota.
Well, "Seiring dengan sosialisasi pangan dari hutan maka masyarakat akan tahu bahwa pangan hutan ini lebih alami sehingga nanti permintaan akan bertambah. Nah, ke depannya seperti apa? Bagaimana pangan hutan tetap bisa dihadirkan tanpa merusak hutan?" Demikian salah satu peserta acara bertanya kepada Mbak Alin di penghujung bincang-bincang.
Sementara, Windy Iwandi, seorang Food, Travel & Lifestyle Blogger di @fooddirectory yang hadir sebagai narasumber di acara ini, menyebutkan jika makanan yang bersumber dari hutan sangat banyak dan enak. Seperti yang jadi favoritnya adalah yang berbahan sagu. Kemudian menurutnya segala sesuatu yang diproduksi dari hutan itu baik bagi kesehatan. Karena produk langsung dari hutan itu fresh dan tanpa bahan kimia tambahan.
Maka, ia mengajak semua untuk peduli dengan hutan demi kelestariannya, termasuk sumber pangannya. Ini didasari juga akan rasa mirisnya saat mendapati kunjungan ke hutan itu kurang diminati di Indonesia ini. Pengalamannya saat mengunjungi Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah, membuatnya galau karena wisatawan domestik nyaris tak ditemuinya. Karena yang datang ke sana kebanyakan adalah wisatawan Eropa. Pasalnya ada pemikiran dari kebanyakan orang ngapain juga jalan-jalan ke hutan. Padahal kata Mbak Windy, di hutan banyak sekali yang bisa kita temui. Seperti saat dia mendapati durian yang langsung jatuh dari pohonnya, belimbing yang berwarna pink,..yang kesemuanya itu ia makan. Dan dia sehat-sehat saja padahal ia punya masalah dengan pencernaan.
Mbak Windy menghimbau semua saja untuk ikut menjaga hutan dan jangan merusaknya. Next, dia juga akan ikut campaign pelestarian hutan dengan melakukan kunjungan ke sana dan berencana akan ke Mentawai untuk mengunjungi hutannya. Dia mengakui memang lebih suka pergi ke alam, ke hutan, karena di sana dia bisa menenangkan pikiran dan menjadi diri sendiri!
"Saya jadi sedih melihat video keadaan hutan di Kalimantan dan lainnya tadi. Karena sampai saat ini Alhamdulillah kami masih bisa menjaga kelestarian hutan kami. Di daerah kami enggak ada begini, hutan kami lestari, bagus..., enggak ada yang mengganggu. Kami sebagai Bundo Kanduang, bersama adik-adik pemuda, bapak-bapak petani dan semuanya, menjaga hutan. Alhamdulillah hutan kami subur, enggak terbakar. Kalau ada yang membakar sampai kemana-mana akan kami kejar!!"
Hutan Sebagai Sumber Pangan dan Sarana Pemberdayaan Perempuan di Kabupaten Pesisir Selatan
Ibu Sri Hartati yang akrab dipanggil Bu Tati, saat ini aktif di Program Pengelolaan Hutan untuk Kesejahteraan Perempuan bersama WALHI Sumatera Barat dan Women Research Institute untuk mengembangkan produk olahan dari buah pala. Buah pala diolah menjadi sirup, selai dan minuman segar. Meski saat ini untuk selai dan minuman segar belum bisa diproduksi dalam jumlah banyak mengingat ketidaktahanan produk yang memang tanpa bahan pengawet buatan. Hingga sirup Pala-lah yang kini jadi produk andalan lantaran bisa tahan selama 5 bulan.
Sebelumnya, kata Bu Tati, masyarakat setempat hanya memanfaatkan buah pala untuk diambil bijinya yang dijual sebagai bahan masakan untuk bumbu rendang, sop atau yang lainnya. Setelah WALHI datang ke kampung mereka, dikenalkanlah program pengembangan produk olahan buah pala dengan melibatkan para perempuan dalam usaha menambah pendapatan keluarga.
Bu Tati yang menjadi peraih penghargaan WALHI Champion - sosok yang sukses memberikan kontribusi nyata dalam pelestarian hutan di daerah asalnya - mengungkapkan jika tantangan terbesarnya adalah menyatukan misi dari 103 orang perempuan yang semula bergabung pada program ini. Hingga akhirnya tinggal 66 orang yang aktif sampai saat ini yang bekerja sama dalam proses produksi. Nah, yang membanggakan, dengan bimbingan Dinas Pertanian setempat, baru-baru ini kelompok Bu Tati berhasil menjadi pemenang pertama lomba usaha ekonomi kreatif di tingkat kabupaten dan selanjutnya akan dikirim untuk maju ke tingkat provinsi.
Sementara untuk pemasaran Sirup Pala Bayang Bungo Indah saat ini, adalah di sekitar lingkungan Kabupaten Pesisir Selatan, beberapa rumah makan di Padang dan dikirimkan sebagai welcome drink tamu di Hotel Bumi Minang di Padang. Harapan Bu Tati, pengembangan produk olahan buah pala ini bisa makin lancar dan menjadi sarana pemberdayaan perempuan setempat demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dan saya pun mengamini harapan Bu Tati sembari meneguk sesapan terakhir minuman pala dari cangkir......
Perjuangan Izin Kelola Hutan oleh Masyarakat untuk Tujuan Kelestarian di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara
Tak beda jauh dengan Bu Tati dan warga kampungnya yang berjuang untuk mempertahankan dan menjaga hutannya, Tresna Usman Kamaruddin beberapa tahun terakhir berjuang agar pemerintah memberikan izin kepada masyarakat yang tinggal di sekitar hutan di kampung halamannya, di Kelurahan Sakuli, Kecamatan Latambaga, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara untuk bisa mengelola sendiri hutan mereka.
Mbak Tresna, menceritakan jika perjuangannya bersama masyarakat setempat selama sekitar 4 tahun ini kini mulai membuahkan hasil dan sudah berada di tahap pengukuran lahan. Yang mendasari tekadnya untuk memperjuangkan izin kelola adalah bahwa hutan di kampung halamannya itu banyak manfaatnya untuk masyarakat setempat. Selain itu, ia juga melihat bahwa pemuda setempat sebenarnya bersemangat dan bangga menjalani profesi sebagai petani, tapi sayangnya mereka tidak memiliki lahan sendiri. Maka ia bersama warga berjuang untuk mendapatkan izin kelola agar bisa memanfaatkan hutan di kampung mereka dengan sebaik-baiknya.
Mbak Tresna yang juga pemenang WALHI Champion yang sejatinya kini sudah bermukim di Depok ini mengakui jika keadaan kampung halaman tempat ia dilahirkan, mendorongnya untuk berjuang. Ia yang cucu seorang petani di Kelurahan Sakuli, punya kedekatan sejak kecil dengan alam dan pernah mengalami sendiri bahwa hutan adalah sumber pangan bagi masyarakat sekitar.
Selama ini, Mbak Tresna mengembangkan pertanian tumpang sari, sayur-sayuran, cengkeh, lada, sere dan jahe di sana. Sayangnya yang jadi masalah adalah pasar dari hasil pertanian ini. Selain itu tantangannya adalah akses untuk mengelola hutan tersebut. Sebelumnya hutan di sana memang sudah berstatus hutan adat tapi ada pertentangan dengan kebijakan pemerintah yang menghalangi masyarakat setempat untuk mengelolanya. Maka, warga memperjuangkan hak kelola meski berliku dan panjang jalannya.
Mbak Tresna dan warga Sakuli tetap semangat memperjuangkan izin ini dan pantang menyerah menjaga hutan mereka agar tetap lestari. Untuk itu, rencana ke depan akan diteruskan program yang melibatkan perempuan untuk menjaga bumi, misalnya pemberian edukasi untuk pengelolaan sampah plastik agar bermanfaat dan mempunyai nilai jual, juga peningkatan gizi keluarga melalui pemanfaatan pekarangan yang mereka punya.
Mbak Tresna yang juga seorang survivor kanker yang meyakini bahwa alamlah yang membuatnya bisa terus hidup dan sehat karena mengonsumsi hasil alam dan sering berinteraksi dengan tanaman yang ditanamnya sendiri, ingin menghidupkan lagi kearifan lokal yang selama ini banyak ditinggalkan.
Dan, mengingat banyaknya kebaikan alam serta manfaat hutan, ia mengharapkan semua orang ikut berperan menjaganya. Karena menurutnya hutan bukan hanya bermanfaat untuk mereka yang tinggal di Kolaka atau di kawasan hutan lainnya, tapi juga untuk semua.
Harapan Mbak Tresna, WALHI juga berbagai pihak mengadakan kegiatan gerakan menanam pohon yang banyak memberi manfaat untuk masyarakat sekitar. Salah satunya adalah pohon sagu. Karena sagu yang bisa menggantikan beras sebagai sumber pangan pokok ternyata belakangan tak banyak dikonsumsi. Syukurnya, melalui kegiatan pemberdayaan perempuan, makanan yang berbahan sagu kini dihidupkan dan dilestarikan lagi oleh masyarakat Kelurahan Sakuli. Sehingga keberadaan pohon sagu untuk masa depan dirasa penting nanti.
"Maka saya mengajak semuanya untuk menjaga hutan karena manfaatnya yang luar biasa untuk kehidupan manusia!"
Bu Tati dan Mbak Tresna adalah dua sosok perempuan inspiratif yang menjadi dua diantara empat narasumber pada acara Forest Cuisine Blogger Gathering yang saya hadiri pada hari Sabtu, 29 Februari 2020 yang lalu. Sebuah event kolaborasi antara Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Blogger Perempuan Network (BPN) yang merupakan rangkaian dari Forest Cuisine Blog Competition yang bertema "Hutan adalah Sumber Pangan".
Sebuah acara yang jujur membuka lebar mata saya akan pentingnya peduli pada kondisi hutan di negeri ini. Apalagi acara yang berlangsung di Almond Zuchinni Cooking Studio ini diawali dengan pemutaran video dari WALHI yang menayangkan betapa hutan Indonesia telah terancam dan jika kita semua tidak bahu membahu menyelamatkan #rimbaterakhir yang kita miliki maka tak ada lagi yang bisa kita wariskan pada anak cucu kita nanti.
Ya, video bertajuk "Kita Masih di Planet Bumi Ini" (yang membuat Bu Tati bersedih tadi) memang benar-benar membawa pesan yang begitu dalam.
Coba saja simak.....!
"Kita Masih di Planet Bumi"
"Adakah planet lain yang bisa kita huni selain bumi? Di mana masa depan anak cucu kita jika sampah plastik dimana-mana. Laut dan sungai terancam sampah plastik dan polusi industri. Hewan air dan darat memakan sampah plastik yang jika manusia mengonsumsinya juga akan mengancam keselamatan jiwa. Kebakaran hutan di banyak tempat, polusi udara semakin tinggi, emisi gas buangan industri, limbah pabrik yang dibuang sembarangan, perubahan cuaca yang drastis dan pemanasan global terjadi. Masa depan sudah di ambang kehancuran. Sudah saatnya untuk menolak, hentikan penggunaan fosil sebagai daya energi! Berhentilah memakai plastik sekali pakai! Kurangilah konsumsi produk sawit untuk keselamatan hidup dan bumi kita. Lindungilah bumi kita karena tidak ada planet lain yang bisa kita huni selain bumi.
Mulailah dari sekarang!
Pilihan ada di tanganmu sendiri!"
Mulailah dari sekarang!
Pilihan ada di tanganmu sendiri!"
WALHI Menjaga Lingkungan dengan Mendorong Upaya Perlindungan dan Penyelamatan Hutan
Video "Kita Masih di Planet Bumi" membawa pesan mendalam yang jadi pengingat diri dan semua agar segera bertindak untuk menyelamatkan hutan dan lingkungan kita. Apalagi selama ini pola pikir yang dimiliki banyak orang, termasuk saya, tentang pengertian hutan ternyata tidaklah benar.
Khalisa Khalid (Mbak Alin), Perwakilan Eksekutif Nasional WALHI yang juga menjadi narasumber acara menyampaikan jika selama ini ada kesesatan pikir atau cara pandang banyak orang. Selama ini hutan itu selalu dianggap hanya sebagai onggokan pohon saja. Padahal hutan adalah ruang hidup, sebuah kesatuan ekosistem yang tidak hanya ada pohon saja tapi juga ada satwa, tanaman, sumber pangan juga kebudayaan. Apalagi biasanya di dalam atau di sekitar hutan ada masyarakat adat yang tinggal. Maka hutan sesungguhnya adalah identitas bagi masyarakat adat. Sehingga jika hutannya punah tidak akan ada lagi masyarakat adat. Karena hutan adalah identitas yang melekat pada masyarakat adat.
Kemudian, hutan bagi masyarakat sekitar juga menjadi apotik, supermarket dan dapur bagi keluarga. Bahkan sebenarnya bukan hanya bagi warga di kawasan hutan karena hasil hutan banyak dikonsumsi juga oleh masyarakat luas termasuk yang tinggal di perkotaan.
Ya...., kekayaan hutan itu beragam karena kalau seragam itu bukanlah hutan. Jika hanya satu jenis tumbuhan saja, misalnya, cuma pohon Akasia saja, itu bukan hutan, itu kebun kayu alias perkebunan, begitu Mbak Alin lebih lanjut memaparkan. Jangan mentang-mentang hijau dan banyak pepohonan kita sebut dengan hutan. Karena monokultur (pertanaman tunggal) itu bukan hutan, sebab hutan itu beragam!! Sesuai dengan filosofi alam yang penuh keberagaman!"
Kemudian Mbak Alin mengingatkan lagi, bahwa hutan punya banyak fungsi diantaranya: sebagai penyelamat iklim, punya fungsi hidrologis, sumber pangan dan lainnya. Nah, jika hanya monokultur saja itu tidak ada fungsi ekologisnya bahkan sebenarnya menghancurkan banyak fungsi hutan lainnya.
Maka. mengingat manfaat hutan yang sedemikian besar, upaya penyelamatannya penting untuk dilakukan termasuk dengan melibatkan perempuan.
Ya, peran perempuan untuk pelestarian hutan, menurut Mbak Alin sangat luar biasa, karena perempuanlah selama ini yang banyak menjaga hutan. Pasalnya dalam keseharian perempuan melakukan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Jika memang hutan terjaga dan masyarakat luas mendapatkan manfaat dari hutan yang lestari, itu diantaranya karena peran pengelolaan dan pemanfaatan hutan oleh perempuan secara berkelanjutan.
Misalnya, yang dikunjungi baru-baru ini oleh Mbak Alin di Dusun Silit, Desa Nanga Pari, Kecamatan Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Di mana di sana perempuannya berkegiatan menjaga hutan di rimba terakhir yang ada. Pengelolaan hutan yang dilakukan oleh perempuan diantaranya dengan memanfaatkan hutan untuk menjaga pangan keluarga. Selain itu di sektor ekonomi contohnya, ada pengelolaan produk non-kayu yang selama ini juga banyak dilakukan oleh perempuan. Aneka forest product berbahan rotan dan hasil hutan lainnya, kesemuanya dikelola oleh perempuan.
sumber: walhi org id |
Tak hanya sebagai sumber pangan dan pendapatan, sebagai apotik keluarga, hutan berfungsi sebagai apotik hidup yang bisa mencukupi kebutuhan pengobatan di tengah masih kurangnya infrastruktur kesehatan. Hutan yang lestari akan membuat tercukupinya kebutuhan penunjang kesehatan masyarakat setempat.
Selanjutnya, tentang kebakaran hutan yang setiap tahun terjadi, Mbak Alin memaparkan jika memang berdampak besar pada hutan sebagai sumber pangan terutama bagi masyarakat yang tinggal di kawasan hutan. Sehingga jika hutan terbakar akan ada keterancaman pangan. Sementara untuk masyarakat yang tinggal di wilayah di luar area kebakaran juga akan ada dampak kesehatan atas asap kebakaran, serta dampak penyerta lainnya.
Tak hanya itu, karena hutan adalah sumber pengetahuan, maka hutan menjadi sekolahnya perempuan. Jadi jika hutannya rusak, hilanglah pengetahuan perempuan akan hutan, yang membuat hilangnya identitas dan masyarakat adat setempat.
Itu sebabnya, WALHI meyakini jika hutan dikelola oleh perempuan dan masyarakat maka akan jauh lebih adil dan lestari!
Maka jangan sampai hutan kita punah!!
Mari, selamatkan rimba terakhir yang kita punya meski kita tidak tinggal di sana!
Caranya?
1. Bijak dengan apa yang kita konsumsi
Jadilah konsumen kritis. Pikirkan kita perlu atau tidak sebelum membeli produk tertentu. Misalnya, pemakaian lipstik yang salah satu bahannya berasal dari produk turunan sawit. Setidaknya kita bijak memakainya. Konsumsilah apa yang kita butuhkan bukan kita inginkan. Memang sulit karena hidup kita kini dihantui iklan itu ini. Mari ikut jaga hutan dengan lebih bijak saat mengonsumsi!
2. Mengonsumsi apa yang diproduksi langsung oleh petani
Kini sudah banyak produk alternatif yang dikelola oleh komunitas yang diproduksi langsung oleh petani. Meski dengan harga yang memang agak mahal dari pasaran karena belum mendapat dukungan dari pemeritah. Tapi dengan membeli maka kita akan mendukung komunitas dan kelestarian hutan itu sendiri
3. Dukung WALHI dalam gerakan penyelamatan lingkungan
Wilayah Kelola Rakyat (WKR) adalah sebuah narasi WALHI terhadap pengelolaan alam yang didasarkan pada banyaknya petani yang tidak punya lahan sendiri. Ini sebuah tawaran WALHI dari sesuatu yang tidak adil menjadi adil dengan menjadikan hutan sebagai wilayah kelola, produksi dan konsumsi sebagai satu kesatuan. Melalui gerakan Rimba Terakhir, WALHI menginisisasi ajakan pada masyarakat untuk menyelamatkan rimba terakhir. Karena usaha penyelamatan bukan cuma tanggung jawab masyarakat yang tinggal di kawasan hutan. Ini adalah tanggung jawab bersama. Karena kalau ada kerusakan hutan di hulu akan menimpa juga pada semua. Banjir, tanah longsor, kebakaran hutan...dan semua bencana bisa melanda siapa saja. Ya, bencana ekologis, bencana yang timbul akibat salah urus mengelola alam yang dampaknya bisa menimpa masyarakat yang tinggal baik di hutan maupun di kota.
"Maka, lebih baik jika hutan diserahkan pengelolaannya pada perempuan atau pada masyarakat setempat agar adil dan lestari karena mereka memiliki: kearifan lokal, pengetahuan lokal yang terkait pada identitas dan nilai-nilai hidup."
WALHI dan Upaya Pemanfaatan Hutan sebagai Sumber Pangan
Well, "Seiring dengan sosialisasi pangan dari hutan maka masyarakat akan tahu bahwa pangan hutan ini lebih alami sehingga nanti permintaan akan bertambah. Nah, ke depannya seperti apa? Bagaimana pangan hutan tetap bisa dihadirkan tanpa merusak hutan?" Demikian salah satu peserta acara bertanya kepada Mbak Alin di penghujung bincang-bincang.WALHI dan Upaya Pemanfaatan Hutan sebagai Sumber Pangan
Disampaikan Mbak Alin, tantangan untuk pemenuhan pangan memang luar biasa. Tantangannya berat apalagi terkait politik tanah. Kata Mbak Alin, sebenarnya bicara tentang impor pangan itu agak ngenes. Mengingat Indonesia negara maritim dan punya hutan tropis luar biasa, terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Kongo. Artinya, sejatinya sumber pangan kita melimpah. Tapi politik pangan membuat kita seperti membutuhkan produk padahal sebenarnya tidak. Iklan telah menjadikan perilaku konsumtif terus berkembang. Ironisnya lagi banyak hal yag seharusnya tak ada, tapi bisa terjadi, seperti kejadian stunting yang cukup tinggi di wilayah pedesaan. Sebabnya apa yang dihasilkan petani tidak dikonsumsi sendiri. Ini yang sebenarnya penting, mengonsumsi apa yang diproduksi, bukan yang bagus dijual dan enggak ada yang tersisa untuk dimakan.
Selain itu, ada pengaruh buruk iklan yang melahirkan budaya baru yang jika tidak diikuti dianggap ketinggalan, misalnya makan mie instan di pedesaan. Karena pengaruh iklan masyarakat pedesaan beranggapan jika itu adalah ciri kemoderenan hidup. Dan ini terjadi sampai di pelosok begeri, bahkan mereka yang di sana menjadikan mie instan sebagai suguhan untuk tamu yang mengunjungi.
Selain itu, ada pengaruh buruk iklan yang melahirkan budaya baru yang jika tidak diikuti dianggap ketinggalan, misalnya makan mie instan di pedesaan. Karena pengaruh iklan masyarakat pedesaan beranggapan jika itu adalah ciri kemoderenan hidup. Dan ini terjadi sampai di pelosok begeri, bahkan mereka yang di sana menjadikan mie instan sebagai suguhan untuk tamu yang mengunjungi.
"Maka, sebaiknya ditinjau lagi, politik pangan ini mau diarahkan kemana. Karena paling baik bagi petani sebagai penghasilnya, setelah kebutuhan pangan keluarga terpenuhi baru ke luar rumah dikirimkan hasil produksi. Sehingga peran pemerintah penting untuk mengedukasi petani, mengonsumsi sendiri sehingga pangan bisa tercukupi agar impor bisa ditekan. Jangan sampai berbondong-bondong mengambil dari luar, yang diproduksi sendiri malah tidak dikonsumsi. Juga, bagi yang punya lahan atau pekarangan, manfaatkan untuk memproduksi pangan. Paling tidak untuk mencukupi kebutuhan keluarga sendiri!"
"Pergilah ke Hutan dan Temukan Dirimu!" (Windy Imawandi)
Sementara, Windy Iwandi, seorang Food, Travel & Lifestyle Blogger di @fooddirectory yang hadir sebagai narasumber di acara ini, menyebutkan jika makanan yang bersumber dari hutan sangat banyak dan enak. Seperti yang jadi favoritnya adalah yang berbahan sagu. Kemudian menurutnya segala sesuatu yang diproduksi dari hutan itu baik bagi kesehatan. Karena produk langsung dari hutan itu fresh dan tanpa bahan kimia tambahan.
Maka, ia mengajak semua untuk peduli dengan hutan demi kelestariannya, termasuk sumber pangannya. Ini didasari juga akan rasa mirisnya saat mendapati kunjungan ke hutan itu kurang diminati di Indonesia ini. Pengalamannya saat mengunjungi Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah, membuatnya galau karena wisatawan domestik nyaris tak ditemuinya. Karena yang datang ke sana kebanyakan adalah wisatawan Eropa. Pasalnya ada pemikiran dari kebanyakan orang ngapain juga jalan-jalan ke hutan. Padahal kata Mbak Windy, di hutan banyak sekali yang bisa kita temui. Seperti saat dia mendapati durian yang langsung jatuh dari pohonnya, belimbing yang berwarna pink,..yang kesemuanya itu ia makan. Dan dia sehat-sehat saja padahal ia punya masalah dengan pencernaan.
Mbak Windy menghimbau semua saja untuk ikut menjaga hutan dan jangan merusaknya. Next, dia juga akan ikut campaign pelestarian hutan dengan melakukan kunjungan ke sana dan berencana akan ke Mentawai untuk mengunjungi hutannya. Dia mengakui memang lebih suka pergi ke alam, ke hutan, karena di sana dia bisa menenangkan pikiran dan menjadi diri sendiri!
"Di hutan enggak ada sinyal, jadi enggak ada beban untuk bikin konten atau puyeng sama kerjaan, enggak pusing mikirin mau posting itu ini, jadi kita bisa jadi diri sendiri!"
Cooking Demo Bersama Chef William Gozali
Nah, untuk melengkapi sharing session tentang pentingnya hutan sebagai sumber pangan, 30 finalis Forest Cuisine Blog Competition diajak praktek memasak dengan bahan makanan yang bisa ditemukan di hutan yaitu jamur. Chef William Gozali, pemenang MasterChef Indonesia 3 memandu acara dengan mengajak semua memasak Fetuccini Mushroom Ragout.
Para peserta Forest Cuisine Blogger Gathering dibagi menjadi 5 kelompok yang masing-masing terdiri dari 6 orang dan dipisah menjadi tim potong dan tim masak. Sembari menyimak penjelasan dari Chef Willgoz, peserta sekaligus memasak bersama kelompoknya.
Hasilnya?
So, yummy!
Saya akan recook buat anak-anak di rumah nanti!
Nah, untuk bahan dan resepnya adalah:
Fetuccini Mushroom Ragout
Bahan
Fetuccini
Bawang putih
Jamur
Butter
Daun bawang
Daun kucai
Krim cair
Minyak goreng
Keju parut
Lada dan Garam secukupnya
Cara Membuat
Rebus fetuccini hingga al dente (aduk sesekali agar tidak lengket satu sama lain dan enggak terlalu matang - al dente)
Rajang halus daun kucai dan daun bawang
Cincang jamur dan bawang putih
Tumis daun kucai dan daun bawang, tiriskan
Panaskan butter, masak jamur sampai agak kering, masukkan bawang putih, tambahkan air rebusan
Masukkan daun bawang dan kucai tadi, masukkan krim
Angkat fetuccini masukkan ke sausnya
Taburi keju di atasnya
Sajikan
"See, perpaduan bahan pangan modern dan pangan dari hutan bisa jadi sajian yang sedap, kan?"
WALHI dan Pemasaran Produk Petani
Oh ya, pada kesempatan Forest Cuisine Blogger Gathering yang dipandu oleh Fransiska Soraya ini juga dihadirkan oleh WALHI berbagai produk hasil hutan yang dihasilkan petani dan komunitas. Rencana ke depan produk-produk ini akan dijual dalam platform marketplace sehingga memudahkan siapa saja untuk membeli.
Produk-produk itu diantaranya: madu hutan, minyak atsiri, selai markisa, sirup pala, kopi bubuk, kopi biji, lada hitam, mie gluten free, aneka teh herbal, aneka merchandise WALHI dan lainnya. Semua produk ini terjangkau harganya dan tak kalah kualitasnya juga bisa dibeli baik dengan pembayaran tunai ataupun debit.
Rejeki saya, Alhamdulillah menjadi pemenang postingan Instagram dan mendapatkan hadiah produk: kopi biji, selai markisa dan teh telang ungu. Sementara saya sendiri membeli sirup pala, selai dan kopi bubuk untuk oleh-oleh suami dan anak saya.
Acara yang diselingi games dan diakhiri dengan makan siang ini berlangsung hangat dan seru dan makin memperkaya wawasan para peserta, termasuk saya, yang sebelumnya sudah menuliskan tema tentang hutan sebagai sumber pangan.
Oh ya, kompetisi blog WALHI dan BPN ini digelar 18 Januari – 18 Februari 2020 dan berhasil mengumpulkan 234 artikel. Pakis, sagu, jamur, umbi-umbian, kecombrang, dedaunan hutan...adalah beberapa contoh bahan pangan dari hutan yang banyak disebutkan dalam tulisan. Setelah diseleksi, terpilihlah 30 finalis yang kemudian diundang ke acara blogger gathering ini, begitu disampaikan oleh MC.
Well, kesadaran bahwa hutan sangat kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk adanya beragam bahan pangan yang tumbuh di sana memang mesti terus ditumbuhkan. Dengan kondisi sekarang di mana hutan Indonesia luasnya terus menurun, terlebih lagi dengan kejadian kebakaran hutan setiap tahun, maka keberadaan bahan pangan pun terancam. Akibatnya, jika hutan tidak dijaga, maka di masa mendatang, kita akan kehilangan aneka sumber pangan.
Maka, sebagai organisasi lingkungan hidup yang memiliki jaringan di 28 provinsi di Indonesia dengan kerja utama pendampingan dan penguatan di kelompok-kelompok komunitas, WALHI ingin mengajak banyak pihak untuk mau peduli dengan hutan juga membantu menyuarakan pentingnya perlindungan melalui berbagai media.
Pasalnya, kadang permasalahan untuk orang di perkotaan adalah kurang peduli dengan hutan karena tidak menemui lagi hutan di sekitarnya, sehingga dirasa enggak penting baginya. Padahal fungsi hutan amat penting bagi kita semua, diantaranya sebagai paru-paru dunia, penyerap karbon, ruang hidup ekosistem, keanekaragaman hayati, penyerapan air, dan sumber pangan dan perekonomian bagi masyarakat yang hidup di wilayah hutan. Jika hutan terancam, maka perlu kepedulian dari kita semua, tak hanya yang tinggal berdekatan dengan hutan, tapi juga yang tinggal di kota.
Lalu caranya bagaimana?
Mudah saja, sosialisasi dan edukasikan ke sesama melalui berbagai media tentang kampanye pelestarian hutan kita. Juga kita bisa ikut serta mendukung program-program mengemuka dari WALHI, pun bisa berdonasi!
Bersama WALHI kita bisa menjaga hutan Indonesia sebagai sumber pangan! 💖
referensi: walhi org id
Artikel ini diikutsertakan dalam Forest Cuisine Blog Competition
#PulihkanIndonesia #RimbaTerakhir #WALHIXBPN #HutanSumberPangan #BlogCompetitionSeries
Salam Adil dan Lestari
Dian Restu Agustina
Cooking Demo Bersama Chef William Gozali
Nah, untuk melengkapi sharing session tentang pentingnya hutan sebagai sumber pangan, 30 finalis Forest Cuisine Blog Competition diajak praktek memasak dengan bahan makanan yang bisa ditemukan di hutan yaitu jamur. Chef William Gozali, pemenang MasterChef Indonesia 3 memandu acara dengan mengajak semua memasak Fetuccini Mushroom Ragout.
Para peserta Forest Cuisine Blogger Gathering dibagi menjadi 5 kelompok yang masing-masing terdiri dari 6 orang dan dipisah menjadi tim potong dan tim masak. Sembari menyimak penjelasan dari Chef Willgoz, peserta sekaligus memasak bersama kelompoknya.
Hasilnya?
So, yummy!
Saya akan recook buat anak-anak di rumah nanti!
Nah, untuk bahan dan resepnya adalah:
Fetuccini Mushroom Ragout
Bahan
Fetuccini
Bawang putih
Jamur
Butter
Daun bawang
Daun kucai
Krim cair
Minyak goreng
Keju parut
Lada dan Garam secukupnya
Cara Membuat
Rebus fetuccini hingga al dente (aduk sesekali agar tidak lengket satu sama lain dan enggak terlalu matang - al dente)
Rajang halus daun kucai dan daun bawang
Cincang jamur dan bawang putih
Tumis daun kucai dan daun bawang, tiriskan
Panaskan butter, masak jamur sampai agak kering, masukkan bawang putih, tambahkan air rebusan
Masukkan daun bawang dan kucai tadi, masukkan krim
Angkat fetuccini masukkan ke sausnya
Taburi keju di atasnya
Sajikan
"See, perpaduan bahan pangan modern dan pangan dari hutan bisa jadi sajian yang sedap, kan?"
WALHI dan Pemasaran Produk Petani
Oh ya, pada kesempatan Forest Cuisine Blogger Gathering yang dipandu oleh Fransiska Soraya ini juga dihadirkan oleh WALHI berbagai produk hasil hutan yang dihasilkan petani dan komunitas. Rencana ke depan produk-produk ini akan dijual dalam platform marketplace sehingga memudahkan siapa saja untuk membeli.
Produk-produk itu diantaranya: madu hutan, minyak atsiri, selai markisa, sirup pala, kopi bubuk, kopi biji, lada hitam, mie gluten free, aneka teh herbal, aneka merchandise WALHI dan lainnya. Semua produk ini terjangkau harganya dan tak kalah kualitasnya juga bisa dibeli baik dengan pembayaran tunai ataupun debit.
Rejeki saya, Alhamdulillah menjadi pemenang postingan Instagram dan mendapatkan hadiah produk: kopi biji, selai markisa dan teh telang ungu. Sementara saya sendiri membeli sirup pala, selai dan kopi bubuk untuk oleh-oleh suami dan anak saya.
Acara yang diselingi games dan diakhiri dengan makan siang ini berlangsung hangat dan seru dan makin memperkaya wawasan para peserta, termasuk saya, yang sebelumnya sudah menuliskan tema tentang hutan sebagai sumber pangan.
Oh ya, kompetisi blog WALHI dan BPN ini digelar 18 Januari – 18 Februari 2020 dan berhasil mengumpulkan 234 artikel. Pakis, sagu, jamur, umbi-umbian, kecombrang, dedaunan hutan...adalah beberapa contoh bahan pangan dari hutan yang banyak disebutkan dalam tulisan. Setelah diseleksi, terpilihlah 30 finalis yang kemudian diundang ke acara blogger gathering ini, begitu disampaikan oleh MC.
Well, kesadaran bahwa hutan sangat kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk adanya beragam bahan pangan yang tumbuh di sana memang mesti terus ditumbuhkan. Dengan kondisi sekarang di mana hutan Indonesia luasnya terus menurun, terlebih lagi dengan kejadian kebakaran hutan setiap tahun, maka keberadaan bahan pangan pun terancam. Akibatnya, jika hutan tidak dijaga, maka di masa mendatang, kita akan kehilangan aneka sumber pangan.
Maka, sebagai organisasi lingkungan hidup yang memiliki jaringan di 28 provinsi di Indonesia dengan kerja utama pendampingan dan penguatan di kelompok-kelompok komunitas, WALHI ingin mengajak banyak pihak untuk mau peduli dengan hutan juga membantu menyuarakan pentingnya perlindungan melalui berbagai media.
Pasalnya, kadang permasalahan untuk orang di perkotaan adalah kurang peduli dengan hutan karena tidak menemui lagi hutan di sekitarnya, sehingga dirasa enggak penting baginya. Padahal fungsi hutan amat penting bagi kita semua, diantaranya sebagai paru-paru dunia, penyerap karbon, ruang hidup ekosistem, keanekaragaman hayati, penyerapan air, dan sumber pangan dan perekonomian bagi masyarakat yang hidup di wilayah hutan. Jika hutan terancam, maka perlu kepedulian dari kita semua, tak hanya yang tinggal berdekatan dengan hutan, tapi juga yang tinggal di kota.
Lalu caranya bagaimana?
Mudah saja, sosialisasi dan edukasikan ke sesama melalui berbagai media tentang kampanye pelestarian hutan kita. Juga kita bisa ikut serta mendukung program-program mengemuka dari WALHI, pun bisa berdonasi!
Bersama WALHI kita bisa menjaga hutan Indonesia sebagai sumber pangan! 💖
referensi: walhi org id
Artikel ini diikutsertakan dalam Forest Cuisine Blog Competition
#PulihkanIndonesia #RimbaTerakhir #WALHIXBPN #HutanSumberPangan #BlogCompetitionSeries
Salam Adil dan Lestari
Dian Restu Agustina
WALHI dan Pemasaran Produk Petani
Oh ya, pada kesempatan Forest Cuisine Blogger Gathering yang dipandu oleh Fransiska Soraya ini juga dihadirkan oleh WALHI berbagai produk hasil hutan yang dihasilkan petani dan komunitas. Rencana ke depan produk-produk ini akan dijual dalam platform marketplace sehingga memudahkan siapa saja untuk membeli.
Produk-produk itu diantaranya: madu hutan, minyak atsiri, selai markisa, sirup pala, kopi bubuk, kopi biji, lada hitam, mie gluten free, aneka teh herbal, aneka merchandise WALHI dan lainnya. Semua produk ini terjangkau harganya dan tak kalah kualitasnya juga bisa dibeli baik dengan pembayaran tunai ataupun debit.
Rejeki saya, Alhamdulillah menjadi pemenang postingan Instagram dan mendapatkan hadiah produk: kopi biji, selai markisa dan teh telang ungu. Sementara saya sendiri membeli sirup pala, selai dan kopi bubuk untuk oleh-oleh suami dan anak saya.
Acara yang diselingi games dan diakhiri dengan makan siang ini berlangsung hangat dan seru dan makin memperkaya wawasan para peserta, termasuk saya, yang sebelumnya sudah menuliskan tema tentang hutan sebagai sumber pangan.
Oh ya, kompetisi blog WALHI dan BPN ini digelar 18 Januari – 18 Februari 2020 dan berhasil mengumpulkan 234 artikel. Pakis, sagu, jamur, umbi-umbian, kecombrang, dedaunan hutan...adalah beberapa contoh bahan pangan dari hutan yang banyak disebutkan dalam tulisan. Setelah diseleksi, terpilihlah 30 finalis yang kemudian diundang ke acara blogger gathering ini, begitu disampaikan oleh MC.
Well, kesadaran bahwa hutan sangat kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk adanya beragam bahan pangan yang tumbuh di sana memang mesti terus ditumbuhkan. Dengan kondisi sekarang di mana hutan Indonesia luasnya terus menurun, terlebih lagi dengan kejadian kebakaran hutan setiap tahun, maka keberadaan bahan pangan pun terancam. Akibatnya, jika hutan tidak dijaga, maka di masa mendatang, kita akan kehilangan aneka sumber pangan.
Maka, sebagai organisasi lingkungan hidup yang memiliki jaringan di 28 provinsi di Indonesia dengan kerja utama pendampingan dan penguatan di kelompok-kelompok komunitas, WALHI ingin mengajak banyak pihak untuk mau peduli dengan hutan juga membantu menyuarakan pentingnya perlindungan melalui berbagai media.
Pasalnya, kadang permasalahan untuk orang di perkotaan adalah kurang peduli dengan hutan karena tidak menemui lagi hutan di sekitarnya, sehingga dirasa enggak penting baginya. Padahal fungsi hutan amat penting bagi kita semua, diantaranya sebagai paru-paru dunia, penyerap karbon, ruang hidup ekosistem, keanekaragaman hayati, penyerapan air, dan sumber pangan dan perekonomian bagi masyarakat yang hidup di wilayah hutan. Jika hutan terancam, maka perlu kepedulian dari kita semua, tak hanya yang tinggal berdekatan dengan hutan, tapi juga yang tinggal di kota.
Lalu caranya bagaimana?
Mudah saja, sosialisasi dan edukasikan ke sesama melalui berbagai media tentang kampanye pelestarian hutan kita. Juga kita bisa ikut serta mendukung program-program mengemuka dari WALHI, pun bisa berdonasi!
Bersama WALHI kita bisa menjaga hutan Indonesia sebagai sumber pangan! 💖
Artikel ini diikutsertakan dalam Forest Cuisine Blog Competition
#PulihkanIndonesia #RimbaTerakhir #WALHIXBPN #HutanSumberPangan #BlogCompetitionSeries
#PulihkanIndonesia #RimbaTerakhir #WALHIXBPN #HutanSumberPangan #BlogCompetitionSeries
wah acaranya bagus banget mba... terdapat dari berbagai elemen semua
BalasHapusiya, komplit!
HapusAcaranya seru bukan main ya 😍😍 Kita jadi nambah pengetahuan dan wawasan dari para narasumber tentang menjaga n melestarikan hutan. Trus kita belajar masak bikin fettuccine enaaaaaak deh..padahal pakai jamur aja..bukan daging sapi maupun ayam. Hore...mb Dian dapat hadiah menang IG competition 😘😘
BalasHapusIya mbak, seru bangets ya..
Hapusduh Chef Willian, saya sering nonton youtube dia. Fans sih..kkok saya gak tau ya event ini. Kan lumayan ketemu idola hehe
BalasHapuskan ini finalis Forest Cuisine Blog Competition saja Mbak yang hadir hihihi
HapusMembaca ini jadi penasaran dengan sirup buaah pala bu Tati. Jadi ingat waktu kecil suka nyamilin kulit pala yang masih muda.
BalasHapusSemoga hutan Indonesia tetap terjaga dan tidak ada lagi yang beralih fungsi.
Bisa dibeli mbak via Walhi atau langsung ke Kelompok Bu Tati 0813 6975 5095
HapusTunggu nanti bisa beli online juga di Walhi. Segera meluncur platformnya:)
Hadir di acara ini banyak pengetahuan yang di dapat, salah satunya tentang bagaimana cara menjaga dan melestarikan hutan
BalasHapusIya Bu, banyak wawasan baru
HapusHebat euy bisa di undang.
BalasHapusTq ceritanya. Jd ilang penasaran disana ngapain aja. Kerennn
Terima kasih semoga bermanfaat infonya
HapusMemang sudah seharusnya produksi pangan Indonesia berjaya di negeri sendiri. Suka miris kalau lihat kondisi hutan Indonesia saat ini. Tetapi, bukan berarti terlambat. Semoga masih ada harapan memperbaiki kondisi ini
BalasHapusYa, semoga
Hapusselalu ada asa yang bisa diperjuangkan bersama
Setuju, Mbak. Semua masih ada harapan. Semoga pejuangan kita semua berhasil. Jangan sampai terlambat
HapusWah banyak banget ilmu tentang hutan
BalasHapusSeperti tentang pala. Dulu tumbuh liar di Sukabumi dan Bogor karena alih fungsi lahan, pohon pala menghilang. Tinggal nama
Hiks..sayang bangets ya Mbak
HapusBangga ya Mbak kalo menemukan orang-orang yang masih memiliki kecintaan pada lingkungan serta kepedulian untuk merawat. Masya Allah, semoga Allah menjaga alam Indonesia.
BalasHapusIya, salut dan bangga dengan mereka yang peduli dan menjaga lingkungan dan hutan Indonesia
HapusSaya juga tahunya pala itu buat bumbu, ternyata bisa dibuat sirup dan selai juga.
BalasHapusAcaranya menarik ya mbak, saya yang jadi pembaca tulisan ini jadi ikut nambah wawasannya soal manfaat dan pengelolaan hutan. Kalau hutan lestari dan dikelola secara bijak, maka sumber pangan nggak akan ada habisnya
Iya, mbak sebelumnya daginga buah pala jadi limbah sekarang bisa diolah jadi sirup, selai dan minuman segar
HapusMemang tak ada hal yang diciptakan sia-sia ya mbak, cuma kadang manusia belum menemukan cara untuk memanfaatkannya. Saat cara memanfaatkannya sudah ketemu, baru deh diketahui kegunaannya
HapusKalau ketemu orang2 dengan passionnya, bekerja dari hati, itu selalu bikin nyess. Apalagi yang diperjuangkan untuk kemaslahatan orang banyak.
BalasHapusSemoga hal2 kecil yang kita mulai dari diri sendiri dan orang terdekat bisa memberikan kontribusi pada hutan kita ya, amin.
Benar, Mbak..saya yang ada di ruangan ikut merasakan energi positif mereka yang semangatnya luar biasa .
HapusAamiin, semoga:)
Sedih kalau bicara soal bumi kita yang sebenarnya sakit, tapi banyak diabaikan. Belum lagi membahas soal budaya masyarakay yang belum juga sadar akan masalah yang mengancam sampah. Tapi membaca artikel ini saya jadi semangat untuk ikut serta melestarikan bumi. Termasuk hutan. Sebab saya juga suka dengan hal-hal yang berbau pelestarian alam.
BalasHapusYuk semangat ikut jaga hutan, Mbak
HapusAcaranya keren banget. Semoga aja hutan kita semakin terjaga!
BalasHapusBtw, salut buat Bu Tati, inspiratif banget pokoknya.
Iya...perempuan inspiratif semua ini:)
HapusIbu-ibu yang sangat luar biasa. Semoga saja melalui acara gathering tersebut banyak memberikan motifasi bagi generasi muda. Dengan ikut memelihara dan melestarikan hutan sebagai sumber pangan yang tidak hanya diambil hasilnya saja. Tetapi harus juga ikut merawat dan memelihara untuk masa depan
BalasHapusSetuju..memelihara dan melestarikan hutan untuk masa depan
HapusAcaranya keren banget ya mbak, membuka mata kita lebar-lebar agar kita bisa tetap perduli pada bumi, terlebih saya nih yang sekarang tinggal di Kalimantan harusnya lebih aware lagi
BalasHapusYuk, lebih peduli lagi pada bumi!
HapusAcaranya bagus sekali ya, banyak informasi dan kegiatan. Tapi saya penasaran gimana ya rasa sirup dari buah pala itu
BalasHapusAnget mirip pala ya rasanya, tapi ini sirup
HapusSelama ini aku taunya pala cuma buat bumbu dapur aja loh mba. Ternyata bisa dibikin macem-macem ya. Emang Indonesia kaya hasil hutan ya mba. Dan PR kita untuk melestarikannya .
BalasHapusBeruntung banget mba Dian bisa ikutan event sekeren ini. Makin banyak wawasan dan pastinya ilmu yang bermanfaat ya .
Iya mbak..pala buat sirup, selai dan minuan segar ini
HapusBenar PR kita bersama untuk melestarikan hutan
Nah akutu sebenernya penasaran ama rasa minuman dari pala itu hehehhe. Belom pernah minum soalnya keknya unik ya rasanya.
HapusSaya tertarik sama resepnya juga nih mbak, jamurnya pake jamur apa kalau boleh tau?
BalasHapusJamur kancing dan jamur merang kemarin mbak...boleh jenis yang lain juga sih
HapusFokus sama kehebohan emak-emak masak dipandu sama Bang William. keren banget acaranya. Betul sekali kalau hutan itu bukan hanya seoongok pohon, tapi submber kehidupan
BalasHapusYa bukan hanya onggokan pohon tapi adalah sumber kehidupan
HapusAku salut lho, pejuang lingkungan dan hutan itu kebanyakan perempuan. Merekalah yang peka terhadap perubahan lingkungan terutama hutan. Aku ya miris, kalau naik KA, Jkt-Bandung, dulu banyak sawah, sekarang alih fungsi jadi perumahan. Belum ada pemetaan yg baik sih di Indonesia, mana lahan pangan (pertanian & hutan), mana permukiman. Kalau semua alih fungsi, ketahanan pangan kita jebol...
BalasHapusHiks..sama di Kediri juga gitu mbak..Kalau mudik suka ngenes lihat hutan yang jadi lahan dan pemukiman
HapusAngkat jempol buat mbak-mbak yang ditulis di artikel ini. Semuanya menginspirasi, semangat dan bekerja nyata untuk kelestarian alam. Semoga saya bisa mengikuti langkah" mereka suatu hati nanti
BalasHapusAamiin...semoga kita bisa terinspirasi untuk langkah nyata jaga bumi
Hapusbetul sekali ya, hutan perlu dijaga , banyak kehoidupan yang perlu dijaga dan banyak hasil yang bisa dimanfaatkan
BalasHapusIya ,mbak jika hutan dijaga maka hasilnya bisa kita manfaatkan nantinya
HapusSalah satu hal yang nggak pernah terpikirkan olehku selama ini adalah peran perempuan yang besar banget dalam menjaga kelestarian hutan. Ternyata luar biasa! Semoga semakin banyak pihak yang peduli dengan kelestarian hutan dan tentunya keberlangsungan nasib bumi kita ke depan ya, Mbak.
BalasHapusAs usual, sekomplit-komplitnya ulasan ada di sini. Love!
Aamiin, semoga makin banyak yang peduli akan kelestarian hutan
HapusMakasih Mbak Mel
Acaranya bergizi banget ya jadi dapat banyak ilmu dan insight dari para pejuang lingkungan, salut!
BalasHapusIya, kagum pada perjuangan mereka ya
HapusWah acaranya benar-benar nambah ilmu
BalasHapusSemua elemen ikut terlibat
Urusan pelestarian hutan memang tanggung jawab kita bersama
Kelak kita akan mewariskan hutan-hutan ini pada anak cucu kita
Pilihannya mewariskan hutan subur nan hijau, atau mewariskan lahan gundul bekas hutan
Btw lokasi yang di Kolaka itu tempat KKN saya dulu
Ah... jadi kangen deh
Wah, Mbak Arni KKN di sana..?
HapusIya, semoga kita bisa wariskan hutan ke anak cucu kita
Aku kagum deh sama mbak Tresna dan warga Sakuli yang memperjuangkan izin lahan itu. Mana mbak Tresna seorang survivor kanker pula. Dan aku senng banget WALHI enggak hanya mendorong untuk menjaga kelestarian dan perlindungan hutan, tapi masyarakatnya diedukasi untuk mengolah hasil hutan. Keren :) Yang mengajukan saran supaya WALHI membuat gerakan tanam pohon juga bagus. Bagian chef William masak hmm aku auto lapar, nanti mau coba resepnya ah
BalasHapusYa, edukasi untuk masyarakat penting sekali karena WALHI ga akan mungkin kerja sendiri..semua harus ikutan dalam penyelamatan hutan
HapusAcara yang lengkap dan ditulis dengan komplit oleh mbak Dian. Hutan merupakan bagian inti dari kekayaan plasma nutfah kehidupan, dimana manusia sudah disediakan banyak jenis tanaman sebagai sumber makanan di dalamnya. Hanya saja, menjaga kelestarian hutan benar-benar merupakan PR bagi manusia.
BalasHapusPR kita semua ya Mas..maka mesti peduli dan lakukan segera
HapusHutan yg beragam memang harus kita lestarikan keberadaannya mengingat didalamnya tdpt bnyk sumber makanan untuk keberlangsungan manusia. Semoga WALHI dapat terus konsisten menyuarakan kepedulian terhadap lingkungan khususnya sumber daya alam hutan ini ya..
BalasHapusYes, semoga WALHI terus dilancarkan dan dimudahkan kegiatannya untuk menyelamatkan hutan Indonesia
HapusWaah, beruntungnya Mbak Dian bisa ikut acara yang seru dari Walhi dan BPN.
BalasHapusSelamat ya Mbak, udah jadi pemenang lomba instagram
BTW, penasaran dengan rasa sirup pala. Apakah rasanya mirip dengan manisan pala?
Iya mbak mirip dengan manisan pala..angeet:)
HapusAcaranya bagus sekali ya mbak, hutan sebagai sumber pangan harus dijaga ya mbak. Senang rasanya bisa membaca ulasan acara yang seru dan sarat makna menyuarakan pelesatarian alam, semoga semakin tersadarkan ya bahwa kita hanya punya bumi untuk tinggal jadi sudah seharusnya merawat dan menjaganya
BalasHapusSetuju..hanya bumi tempat tinggal kita selayaknya kita rawat dan jaga
HapusWah, pasti seru acaranya ya mbak, apalagi ketemu dengan orang-orang pencinta alam. Dulu waktu aku kecil, saya ingat di hutan itu banyak jamur yang bisa dijadikan lauk tapi sekarang sudah banyak dibudidayakan juga sih
BalasHapusBenar,,sudah banyak jamur budidaya, tapi yang asli cuma ada di hutan pun ada:)
HapusAcaranya bergizi banget ya Mom. Dulu waktu SMA saya ikut Pencinta Alam, sekarang sudah jarang mendekatkan diri pada alam. Tulisannya menginspirasi saya kembali.
BalasHapusYuk, kita dekatkan dan lestarikan alam sama-sama:)
HapusKeren acaranya, bisa berbagi pengetahuan dan mendapatkan ilmu tentang melestarikan hutan Indonesia. Kekayaan dari hasil hutan yang sedemikian melimpah, sayang jika harus hilang tergerus oleh ketidaksadaran masyarakat dalam melestarikannya. Semoga dengan adanya kampanye dari WALHI ini, akan semakin menyadarkan kita semua tentang pentingnya menjaga dan melestarikan hutan ya Mbak. Selamat Mbak Dian atas kemenangannya di Instagram.
BalasHapusIya..kita mesti sosialisasikan juga ke semua akan manfaat menjaga hutan diantaranya dukung kampanye Walhi ini
HapusMakasih mbak
Banyak banget ilmu yang didapat dari forest cuisine blogger gathering dari walhi dan BP ini ya mbak untuk membuat kita sadar betapa pentingnya menjaga hutan. btw semoga sukses mbak.^^
BalasHapusAamiin, terima kasih Mbak
HapusYuk kita jaga hutan sama-sama!
Acaranya keren banget mba Dian, hebat banget nih bisa ikutan cooking class bareng sama blogger lainnya dalam WALHI ini dan menjadi tau sih kalo kebutuhan pangna kita itu ya berasal dari hutan, oleh sebab itu wajib banget buat dijaga kelestariannya
BalasHapusBetul..kita jaga hutan agar sumber pangan hutan tetap terjaga juga
Hapusmasyaallah, seru bangeeet acaranya bun. asyik yaa jadi banyak knowledge yang didapat dari acara tersebut. masyaallah. semoga kita selalu bisa melestarikan hutan yaa, mau coba ah resepnya, hihi. jadi ngileeer liatnyaaa.
BalasHapusYuk coba resepnya dan ikut lestarikan hutan:)
HapusYuni ikut nulis artikel buat rentetan acara ini. Tapi sayang nggak bisa ikutan gatheringnya.
BalasHapusAt least, baca tulisan mbak dian jadi berasa ikutan lah. Ulasannya lengkap banget.
Terima kasih Mbak Yuni, semoga bermanfaat ya:)
HapusAku jadi inget temenku di Jogja, aku memanggilnya "Penjaga Hutan Merapi", dia single Mom dan berdaya dengan memanfaatkan hasil hutan, perkebunan, sawah. Hidupnya keluar masuk hutan mencari sumber pangan baru. Sekarang dia bikin pelatihN untuk itu. Dan pesertanya mayoritas bule. Memang miris sih, karena anak muda kita malah gak tertarik. Jadi PR besar banget.
BalasHapusSalut untuk temannya. Semoga pelatihannya nanti juga akan menyentuh kalangan muda kita
HapusHiks hiks.. Beragam rasa bacanya mbak. Kebayang kalimantan yg digadang2 jd ibukota baru dgn segala konsekuensinya. Para pemerhati & pegiat lingkungan yg keren2.. ..
BalasHapusSemoga yang terbaik ya Mbak
HapusSirup Pala Bayang Bungo Indah kayaknya nikmat banget ya mb. Duhh jadi pengen mencicipi mb...hasil hutan yang diramu oleh tangan-tangan trampil.
BalasHapusBisa dibeli Mbak..ada nomor telponnya di atas
HapusPala ternyata hasil hutan ya. Papa mpo suka banget dengan buah pala. Baik manisan ataupun sirup. Duh minumnya kaya minum air putih. Lupa ada diabetes.
BalasHapusaslinya di hutan Mpo...iya nih pala enak, hangat ke badan
HapusAku salute sama ibu Sri yang menyempatkan diri pakai baju adat Sumbar... kalau buah pala aku taunya dibikin manisan hehehe btw aku contek resepnya ya mbak dian :)
BalasHapusIya mbak..pala buat manisan juga enak ya
HapusSaya punya pohon pala di halaman. Baru tahu kalau pala itu hasil hutan ya? Bukannya kebun pala seperti kebun cengkih, sawit dan kelapa gitu?
BalasHapusSelamat masuk finalis blogcompetitionnya #RimbaTerakhir semoga juara ya
Aku seneng banget karena di daerahku Bengkulu hutan masih terjaga dengan baik.
BalasHapusJadi untuk mencari sumber bahan makanan seperti sayur pakis (sayur paku) dan bunga kecombrang ( bunga unji) masih sangat mudah ditemukan.
Saat pulang kekampung halaman menu masakan yang paling aku suka.
Dan untuk pala sendiri,agak susah tapi untuk didaerahku
njleb banget ya ini talkshownya.. huhuhu. sedih banget emang kalo liat keadaan hutan yang banyak tergusur karena satu dan lain hal.. semoga semakin banyak positif movement seperti ini yang ngebuat masyarakat semakin aware dengan pentingnya keberadaan hutan yaaaa
BalasHapusTernyata Chef WIllgoz itu vegetarian ya. Jamur bis sebagai pengganti daging sapi atau ayam .... wah solusi pas buat sumber proteinnya tuh. Gampang juga ya kalau kita udah tau step2nya masak begini mau aku bikin juga di rumah ah.
BalasHapusmb dian ini pasti menang nanti pas pengumuman dan btw kemarin makanan bisa di bawa pulang g y mb
BalasHapusAamiin. Terimakasih Mbak Lina..
HapusMemang kita sebagai generasi penerus harus dengan suka hati perduli terhadap lingkungan, apa lagi akhir-akhir ini sering mendengar berita tentang bencana alam, jika kita menjaga alam maka alam juga akan menjaga kita. Oh iya mbak, kalo ada acara itu di jakarta boleh ajak saya,
BalasHapusSaya juga ikutan lombanya Kak..kadang juga daftar kalau keangkut ya bisa ikut:)
HapusKeren nih Walhi bisa memberikan bantuan edukasi kepada perempuan sehingga mereka bisa lebih bisa menghasilkan karya dan bantu perekonomian ya
BalasHapusIya,WALHI keren programnya..melibatkan perempuan untuk kelestarian hutan
HapusWah keren banget acaranya kak, selain mengedukasi manfaat hutan kita juga dikasih resep yang anti mainstream ya kakak.... Memang sekarang ini udah banyak bahan pangan hutan yang dulunya ada sekarang jadi langka banget...
BalasHapusIya..maka kita ikut peduli dengan kelestarian hutan agar bahan pangannya terjaga dan terus ada
HapusSetuju banget, akhir akhir ini hutan mulai beralih fungsi jadi objek perkebunan. Sudah seharusnya kita mengembalikan fungsi hutan sebagai sumber pangan
BalasHapusBenar sekali
HapusTernyata hutan punya manfaat dan fungsi yang luar biasa ya mbak buat menunjang keberlangsungan hidup semua makhluk hidup dan ngak hanya manusia, terutama sebagai sumber pangan, karenanya saya suka nih campaign Walhi untuk menjaga hutan agar tetap lestari.
BalasHapusKekayaan hutan indonesia itu banyak ya..
BalasHapusMakanya hutan haris dijaga, biar bahan pangan tetap tersedia
banyak banget. yg dijual di pasar tradisiinal tuh banyak yg unik seperti rebung. saya suka deh. mana harganya murah meriah
HapusSumber daya hutan memang kudu dijaga karena menjadi sumber pangan yang baik untuk manusia. Melihat kontribusi WALHI dalam menjaga hutan saya salut mbak dan semoga kegiatan ini terus ada untuk menambah wawasan.
BalasHapusBaru sedikit orang sepertinya yang mengerti cinta dengan hutannya , semoga walhi lebih sering lagi mengedukasi masyarakat indonesia
BalasHapusternyata sangat banyak banget rintangan dan tantangan untul fokus mengelola dan melestarika hutan.. sangat luar biasa banget perjuangannyaa
BalasHapusAcaranya seru sekali ya mba, dari baca tulisannya mba Dian aja, aku dapat insight banyak sekali, apalagi yang ikutan langsung gathering nya, so lucky :) btw aku juga baru tau dong lipstick ternyata dari turunan sawit ya :( wis, kayak nya cukup punya 1 lisptick aja buat dipakai sehari-hari
BalasHapusMelestarikan alam adalah perbuatan mulia.,., namun sayangnya masih banyak orang yang tidak bertanggung jawab yang merusak keindahan alam demi keuntungan pribadi tanpa memperdulikan dampak buruknya..
BalasHapus