Mengenang Ibu Inggit Garnasih di Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu
Mengenang Ibu Inggit Garnasih di Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu. Satu waktu saat sedang online di akun Instagram, saya dikagetkan dengan notifikasi "ibuinggitgarnasih liked your post". Dengan keheranan berbaur rasa penasaran saya pun klik notif tersebut dan menemukan ada tanda love baru untuk postingan saat saya sedang di Rumah Kediaman Ibu Fatmawati Soekarno di Bengkulu. Itu adalah status tanggal 22 Januari 2020 dan baru di "love" oleh akun tersebut pada 10 Maret 2020. Bisa jadi si empunya akun nemu dari hastag yang saya cantumkan yakni #Bengkulu atau dari lokasi yang saya sebutkan itu. Entahlah..
Yang jelas akun @ibuinggitgarnasih tak mungkin dikelola oleh Ibu Inggit Garnasih sendiri. Pasalnya pada 13 April 1984, dalam usia 96 tahun, Beliau sudah berpulang menghadap Illahi Rabbi!
Tapi, notifikasi ini jujur bikin saya tersentil. Saya berhutang menuliskan perjalanan saat mengunjungi "Rumah Kediaman Bung Karno Pada Waktu Pengasingan di Bengkulu 1938 -1942". Ya, kunjungan ke sebuah rumah yang sampai saat ini masih terjaga, yang membuat saya kembali ke satu masa di mana ada seorang perempuan bernama Inggit Garnasih dalam kehidupan Sang Presiden RI pertama.
Lokasi rumah kediaman Bung Karno pada waktu pengasingan di Bengkulu ini tak terlalu jauh dari Rumah Ibu Fatmawati Soekarno yang saya kunjungi sebelumnya.
Bedanya dengan Rumah Ibu Fatmawati Soekarno yang dikelola oleh pemerintah daerah, Rumah Pengasingan Bung Karno, begitu biasa warga sekitar menyebutnya, dikelola oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi. Sehingga langsung berada di bawah pengawasan Dirjen Kebudayaan RI.
Bangunannya, menurut informasi masih sesuai dengan bentuk asli hanya peruntukan ruangannya saja disesuaikan dengan kondisi saat ini. Area yang luas menyambut kedatangan saya dengan lahan parkir yang dikelola warga dan (sayangnya) deretan pejual makanan dan minuman yang membuat kurang rapinya lokasi. Begitu masuk ke pintu pagar kita akan mendapati loket tiket, seharga 3 ribu rupiah untuk dewasa dan 2 ribu untuk anak-anak.
Setelah membeli 4 tiket, saya pun memasuki halamannya. Halaman luas dan hijau penuh dengan bunga yang terawat menyambut kedatangan saya. Jalan menuju ke arah rumah juga nampak rapi. Bangunan berada di tengah area sehingga yang lebih luas adalah ruang terbuka. Sungguh seperti kebanyakan rumah orang di jaman dulu yang masih luas pekarangan dan hanya secukupnya untuk area bangunan.
Memasuki area rumah, kita akan disambut teras yang di sisi kanannya adalah ruang kerja. Lalu ada ruang tamu dan dua kamar tidur di arah dalamnya. Ke arah belakang ada teras yang merupakan ruang makan dengan pemandangan halaman belakang yang lapang. Ada sebuah sumur di sisi kanan rumah juga deretan kamar untuk pembantu juga gudang.
Nah, di setiap ruangan inilah, tersimpan rapi dokumentasi tentang Bung Karno dan kegiatannya, terutama selama tinggal di Bengkulu. Semua terletak di dalam bingkai atau lemari kaca sehingga aman dari sentuhan tangan. Dokumentasi berupa gambar, foto asli, pakaian, lemari, sepeda, meja, kursi....dan masih banyak lagi, disertai penjelasan yang membuat pengunjung paham dan mengerti. Benar-benar pas buat wisata edukasi sekaligus membuat kita menghargai sejarah Proklamator RI ini.
Di awal, gambar yang terpajang di ruang kerja tertera jika Bung Karno tinggal di Bengkulu bersama istri keduanya, Inggit Garnasih. Memang sebelumnya (saat masih tinggal di Surabaya) Bung Karno sudah pernah menikah dengan Siti Oetari, putri HOS Tjokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam. Tapi karena saat itu mereka masih sama-sama muda maka pernikahannya tidak berjalan dengan baik. Sehingga akhirnya mereka berpisah dan kemudian Bung Karno pindah ke Bandung untuk kuliah di ITB.
Lalu siapa Inggit Garnasih?
Rumah Pengasingan Bung Karno menceritakan tentang Beliau!
Memasuki ruang kerja, saya tertarik dengan tulisan yang disertakan pada foto Bung Karno yang sedang berpidato: "Perjuangan menuju Indonesia merdeka membawa Bung Karno melewati jalan yang penuh kerikil dan duri. Pengkhianatan, kesepian, kegelisahan, keretakan rumah tangga, sakit di badan dilalui dengan tabah. Penjara dan pengasingan tidak menyurutkan semangatnya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia."
Dan disusul perjalanan perjuangan Beliau yang diurutkan sesuai masanya:
Bung Karno aktif dalam organisasi politik dan melawan penjajah. Ditangkap bersama Maskoer Soepriadinata dan Gatot Mangkoepraja, dipenjara selama 8 bulan di Banceuy, Bandung, Jawa Barat.
Diadili dan terbukti bersalah, Bung Karno dipindah ke penjara Sukamiskin, Bandung. Selama di bui Bung Karno tetap berjuang hingga dibebaskan pada bulan Desember 1931.
Konsisten melawan penjajah bung Karno dibuang jauh ke kota Ende di Flores, Nusa Tenggara Timur. Di Ende Bung Karno menempati rumah milik Abdullah Ambuwaru bersama Inggit (istri), Amsi (ibu mertua) dan Ratna Djuami (anak angkat). Selama 4 tahun diasingkan Bung Karno mengalami penurunan mental parah. Berkat dukungan Inggit, Bung Karno perlahan mulai bangkit semangatnya dan mulai memikirkan hobi seninya. Melukis, menulis dan memainkan biola dan berkeliling kota. Beliau juga mendirikan klub sandiwara Kelimoetoe yang lewat sandiwara ini Bung Karno menyampaikan pemikiran-pemikiran tentang nasionalisme, kemerdekaan, semangat gotong royong.
Di Ende Bung Karno terkena malaria yang hampir merenggut nyawanya. Berita sakit kerasnya sampai ke telinga Muhammad Husni Thamrin yang mengajukan protes kepada volksraad untuk memindahkan Bung Karno dari Ende, agar mendapatkan perawatan yang lebih baik. Protes Thamrin sampai ke Den Haag, Belanda yang setuju memindahkan Bung Karno dari Ende.
Bung Karno dan keluarga tiba di Bengkulu dan menempati rumah pedagang cina yang disewa Belanda, Lion Bwe Seng. Udara dan tanah Bengkulu yang baik mengembalikan kesehatan dan semangat perjuangan Bung Karno.
Sembuh dari sakit, Bung Karno langsung mengambil hati rakyat Bengkulu dengan membangun masjid dan mengundang warga berdiskusi tentang kebangsaan dan kemerdekaan. Bung Karno juga banyak berdiskusi dan berteman baik dengan pimpinan Muhammadiyah cabang Bengkulu dan tokoh agama lain serta tokoh setempat.
Merangkul kamu muda, Bung Karno mengambil alih klub musik Monte Carlo yang dikembangkan menjadi sandiwara musik (tonil) sebagai medium penyebarluasan gagasan perjuangannya. Bung Karno juga mendirikan klub olahraga Monte Carlo untuk cabang badminton dan sepak bola. Bung Karno kembali ke Jakarta tahun 1942 dan memulai persiapan kemerdekaan Indonesia.
akun @ibuinggitgarnasih dikelola oleh komunitas sebagai akun resmi Rumah Bersejarah Inggit Garnasih Bandung di bawah pengawasan Museum Negeri Sri Baduga, Jawa Barat |
Rumah Kediaman Bung Karno Pada Waktu Pengasingan di Bengkulu
Bedanya dengan Rumah Ibu Fatmawati Soekarno yang dikelola oleh pemerintah daerah, Rumah Pengasingan Bung Karno, begitu biasa warga sekitar menyebutnya, dikelola oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi. Sehingga langsung berada di bawah pengawasan Dirjen Kebudayaan RI.
Bangunannya, menurut informasi masih sesuai dengan bentuk asli hanya peruntukan ruangannya saja disesuaikan dengan kondisi saat ini. Area yang luas menyambut kedatangan saya dengan lahan parkir yang dikelola warga dan (sayangnya) deretan pejual makanan dan minuman yang membuat kurang rapinya lokasi. Begitu masuk ke pintu pagar kita akan mendapati loket tiket, seharga 3 ribu rupiah untuk dewasa dan 2 ribu untuk anak-anak.
Setelah membeli 4 tiket, saya pun memasuki halamannya. Halaman luas dan hijau penuh dengan bunga yang terawat menyambut kedatangan saya. Jalan menuju ke arah rumah juga nampak rapi. Bangunan berada di tengah area sehingga yang lebih luas adalah ruang terbuka. Sungguh seperti kebanyakan rumah orang di jaman dulu yang masih luas pekarangan dan hanya secukupnya untuk area bangunan.
Memasuki area rumah, kita akan disambut teras yang di sisi kanannya adalah ruang kerja. Lalu ada ruang tamu dan dua kamar tidur di arah dalamnya. Ke arah belakang ada teras yang merupakan ruang makan dengan pemandangan halaman belakang yang lapang. Ada sebuah sumur di sisi kanan rumah juga deretan kamar untuk pembantu juga gudang.
Nah, di setiap ruangan inilah, tersimpan rapi dokumentasi tentang Bung Karno dan kegiatannya, terutama selama tinggal di Bengkulu. Semua terletak di dalam bingkai atau lemari kaca sehingga aman dari sentuhan tangan. Dokumentasi berupa gambar, foto asli, pakaian, lemari, sepeda, meja, kursi....dan masih banyak lagi, disertai penjelasan yang membuat pengunjung paham dan mengerti. Benar-benar pas buat wisata edukasi sekaligus membuat kita menghargai sejarah Proklamator RI ini.
Di awal, gambar yang terpajang di ruang kerja tertera jika Bung Karno tinggal di Bengkulu bersama istri keduanya, Inggit Garnasih. Memang sebelumnya (saat masih tinggal di Surabaya) Bung Karno sudah pernah menikah dengan Siti Oetari, putri HOS Tjokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam. Tapi karena saat itu mereka masih sama-sama muda maka pernikahannya tidak berjalan dengan baik. Sehingga akhirnya mereka berpisah dan kemudian Bung Karno pindah ke Bandung untuk kuliah di ITB.
Lalu siapa Inggit Garnasih?
Rumah Pengasingan Bung Karno menceritakan tentang Beliau!
Inggit Garnasih - Pendamping Soekarno Saat Berjuang Menuju Kemerdekaan RI
Memasuki ruang kerja, saya tertarik dengan tulisan yang disertakan pada foto Bung Karno yang sedang berpidato: "Perjuangan menuju Indonesia merdeka membawa Bung Karno melewati jalan yang penuh kerikil dan duri. Pengkhianatan, kesepian, kegelisahan, keretakan rumah tangga, sakit di badan dilalui dengan tabah. Penjara dan pengasingan tidak menyurutkan semangatnya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia."
Dan disusul perjalanan perjuangan Beliau yang diurutkan sesuai masanya:
- 1929 - Banceuy
Bung Karno aktif dalam organisasi politik dan melawan penjajah. Ditangkap bersama Maskoer Soepriadinata dan Gatot Mangkoepraja, dipenjara selama 8 bulan di Banceuy, Bandung, Jawa Barat.
- 1931 - Sukamiskin
Diadili dan terbukti bersalah, Bung Karno dipindah ke penjara Sukamiskin, Bandung. Selama di bui Bung Karno tetap berjuang hingga dibebaskan pada bulan Desember 1931.
- 1934 - 1938 Ende
Konsisten melawan penjajah bung Karno dibuang jauh ke kota Ende di Flores, Nusa Tenggara Timur. Di Ende Bung Karno menempati rumah milik Abdullah Ambuwaru bersama Inggit (istri), Amsi (ibu mertua) dan Ratna Djuami (anak angkat). Selama 4 tahun diasingkan Bung Karno mengalami penurunan mental parah. Berkat dukungan Inggit, Bung Karno perlahan mulai bangkit semangatnya dan mulai memikirkan hobi seninya. Melukis, menulis dan memainkan biola dan berkeliling kota. Beliau juga mendirikan klub sandiwara Kelimoetoe yang lewat sandiwara ini Bung Karno menyampaikan pemikiran-pemikiran tentang nasionalisme, kemerdekaan, semangat gotong royong.
Di Ende Bung Karno terkena malaria yang hampir merenggut nyawanya. Berita sakit kerasnya sampai ke telinga Muhammad Husni Thamrin yang mengajukan protes kepada volksraad untuk memindahkan Bung Karno dari Ende, agar mendapatkan perawatan yang lebih baik. Protes Thamrin sampai ke Den Haag, Belanda yang setuju memindahkan Bung Karno dari Ende.
- 1938 - 1942 Bengkulu
Bung Karno dan keluarga tiba di Bengkulu dan menempati rumah pedagang cina yang disewa Belanda, Lion Bwe Seng. Udara dan tanah Bengkulu yang baik mengembalikan kesehatan dan semangat perjuangan Bung Karno.
Sembuh dari sakit, Bung Karno langsung mengambil hati rakyat Bengkulu dengan membangun masjid dan mengundang warga berdiskusi tentang kebangsaan dan kemerdekaan. Bung Karno juga banyak berdiskusi dan berteman baik dengan pimpinan Muhammadiyah cabang Bengkulu dan tokoh agama lain serta tokoh setempat.
Merangkul kamu muda, Bung Karno mengambil alih klub musik Monte Carlo yang dikembangkan menjadi sandiwara musik (tonil) sebagai medium penyebarluasan gagasan perjuangannya. Bung Karno juga mendirikan klub olahraga Monte Carlo untuk cabang badminton dan sepak bola. Bung Karno kembali ke Jakarta tahun 1942 dan memulai persiapan kemerdekaan Indonesia.
- Langit membara saat Bung Karno keluar dari Bengkulu
Tahun 1942 Jepang masuk Indonesia dengan tujuan utama Palembang, Sumatera Selatan. Kuatir Jepang akan memanfaatkan kecerdasan dan kepemimpinannya, Belanda membawa Bung Karno dan keluarga mengungsi ke Padang, Sumatera Barat di suatu malam dengan mobil bak terbuka menembus hutan belantara. Sedianya dari Padang, Bung Karno dan keluarga akan diangkut dengan kapal pengungsi terakhir menuju Australia.
Pada malam Bung Karno meuju Padang, drum-drum berisi bahan bakar yang biasa diletakkan di dua tempat, di Fort Malbourough dan rumah kediaman Bung Karno meledak dengan hebatnya dan melempar drum-drum itu ke udara. Malam itu langit kota Bengkulu terang benderang oleh api dan bising ledakan. Drum-drum diledakkan agar Bung Karno tidak jatuh ke tangan jepang. Belanda berhasil membawa Bung Karno dan keluarga keluar kota.
- Inggit Garnasih - Bung Karno dan Kedua Anak Angkatnya
Ratna Djuami
Ketika menikah dengan Inggit tahun 1923, Bung Karno sudah mengetahui bahwa istrinya mandul. Karena itu ketika istri tercintanya meminta ijin untuk mengambil anak dari Murtasih, kakaknya, Beliau memberi ijin dan merasa senang. Pada dasarnya Bung Karno sangat menyukai dan sayang pada anak-anak.
Kehadiran Ratna Djuami di tengah pasangan Bung Karno dan Inggit membuat suasana menjadi ramai dengan terikan dan tangisan balita. Keduanya sangat menyanyangi Omi, panggilan kesanyangannya. Omi selalu dibawa bahkan ke rapat-rapat pergerakan. Bung Karno ingin menularkan semnagat cinta tanah air pada putrinya yang sering dipanggil Kroto (anak semut)
Ratna Djuami ikut kedua orang tua angkatnya dibuang ke Ende. Saat itu usianya sudah 11 tahun. Kehadiran Omi sangat menenangkan jiwa Bung Karno. Bisa dikatakan Ibu Inggit dan Omilah yang kembali mengangkat semangat Bung Karno yang saat itu mengalami depresi parah.
Sukarti
Sukarti adalah anak Atmo Sudirdjo, seorang juru ukur di Dinas pekerjaan Umum pemerintah Kolonial Belanda di Ende. Sukarti sering diajak ibunya ke pengajian di kediaman Bung Karno. Disitulah Sukarti berkenalan dengan Omi dan mereka menjadi akrab. Sukarti sering ke rumah Bung Karno untuk bermain dengan Omi.
Omi sangat sayang pada Sukarti yang lembut dan penurut. Suatu hari Bung Karno memergoki Omi memanggil Sukarti dengan nama Poppy, begitu juga dengan orang-orang di sekitar mereka. Sukarti memang berkulit putih dan cantik. Tidak suka nama yang berbau barat, Bung Karno mengganti nama Sukarti menjadi Kartika.
Kedua anak angkat ini mendampingi kedua orangtuanya menjalani pembuangan baik di Ende maupun di Bengkulu. Sebagai keluarga bahgia mereka melewati masa-masa sulit, sengsara dan kesedihan bersama-sama. Ketika Bung Karno menceraikan Inggit, Ratna Djuami dan Sukarti memutuskan untuk mendampingi ibu angkatnya.
- Inggit Garnasih - baik hati dan tabah tapi juga keras hati
For everyman's success, there must be a great woman behind. Ungkapan ini sangat mengena pada sosok Inggit Garnasih. Saat Bung Karno menggebu-gebu mengobarkan semangat melawan penjajah, Inggit lah yang dengan setia mendampingi Bung Karno di penjara dan di pengasingan. Inggit selalu membangkitkan semangat suaminya, menghibur dan menemani dalam susah dan senang. Inggit hampir tak pernah mengeluh dan bercerita kesulitan dan kesusahan yang dialami selama mendampingi Putra Sang Fajar ini berjuang demi kemerdekaan rakyat Indoneisa
Bung Karno sangat menyayangi istrinya yang lembut ini selama 20 tahun mengarungi rumah tangga. Bu Inggit memiliki peran yang sangat besar dalam episode perjuangan Bung Karno. Memang Bu Inggit tidak berada di samping Bung Karno saat kemerdekaan diproklamasikan. Namun kehadiran dalam kehidupan dan perjuangan Bung Karno sangat luar biasa. Ketika Bung Karno menyatakan keinginan menikah lagi agar mempunyai keturunan Inggit tetap tegar dan tabah dan memilih dikembalikan ke keluarganya di Bandung
Ada Apa Saja di Rumah Pengasingan Bung Karno
Jujur, setiba di sini sampai pulangnya saya menyesali diri. Mengapa selama ini saya kurang paham sejarah Proklamator negeri ini. Ya, banyak hal yang baru saya tahu dari sini.
Beberapa barang peninggalan Bung Karno memang diperlihatkan di rumah ini, diantaranya:
- Surat Kenaikan Tunjangan: surat kepada Gouverneur Generaal Hindia Belanda di Buitenzorg (Bogor) tanggal 22 Juli 1940 tentang permohonan kenaikan uang tunjangan terhadap Ir. Soekarno dan keluarganya selama masa diasingkan di Bengkulu.
- Buku Bacaan: merupakan beberapa buku asli dari sekitar 300-an buku yang dikoleksi Bung Karno
- Buku Karya: dua buku karya Bung Karno yang fenomenal, diantaranya Sarinah
- Kostum Monte Carlo: puluhan kostum asli grup tonil Monte Carlo yang dikenakan pemainnya
- Sepeda: salah satu hobi Bung Karno adalah bersepeda. Dengan sepeda Beliau mengunjungi banyak tempat dan berjumpa banyak orang.
- Lukisan Bung Karno dan keluarga
- Ranjang besi di kamar induk
- Foto-foto Bung Karno beserta keluarga
- Meja kursi tamu tempat Bung Karno menemui tamunya dan berbincang tentang perjuangan hingga malam
- Lemari, meja makan, meja rias asli dan replika yang dipakai Bung Karno selama menempati rumah ini
Sungguh, rumah yang terletak di tengah Kota Bengkulu, tepatnya di jalan Sukarno Hatta Kelurahan Anggut Atas Kecamatan Ratu Samban ini menyimpan banyak memori tentang Bung Karno, Ibu Inggit dan keluarganya juga kenangan akan tahapan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ya, Ibu Inggit Garnasih, perempuan yang paling lama dinikahi Bung Karno, 20 tahun lamanya. Istri lainnya, Ibu Hartini yang mendampingi hingga Bung Karno wafat, dinikahi selama 17 tahun. Sedangkan, Ibu Fatmawati yang paling ternama sebagai Ibu Negara dan yang menjahit Bendera Pusaka, menikah dengan Bung Karno selama 12 tahun. Sementara beberapa perempuan lain yang juga dinikahi Proklamator RI ini hanya bertahan dalam hitungan tahun saja pernikahannya (istri yang lain: Haryati, Kartini Manoppo, Heldy Djafar, Yurike Sanger, Ratna Sari Dewi)
Dan, mengakhiri kunjungan, saya merasa berkesan sekali dengan semua dokumentasi tantang Presiden pertama RI ini diantaranya salah satu pernyataan Beliau yang fenomenal: "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri"
Ya, Ibu Inggit Garnasih, perempuan yang paling lama dinikahi Bung Karno, 20 tahun lamanya. Istri lainnya, Ibu Hartini yang mendampingi hingga Bung Karno wafat, dinikahi selama 17 tahun. Sedangkan, Ibu Fatmawati yang paling ternama sebagai Ibu Negara dan yang menjahit Bendera Pusaka, menikah dengan Bung Karno selama 12 tahun. Sementara beberapa perempuan lain yang juga dinikahi Proklamator RI ini hanya bertahan dalam hitungan tahun saja pernikahannya (istri yang lain: Haryati, Kartini Manoppo, Heldy Djafar, Yurike Sanger, Ratna Sari Dewi)
Dan, mengakhiri kunjungan, saya merasa berkesan sekali dengan semua dokumentasi tantang Presiden pertama RI ini diantaranya salah satu pernyataan Beliau yang fenomenal: "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri"
Sebuah pesan penuh makna yang saat ini begitu nyata adanya. Membuat kita semua semestinya kembali mengurai sejarah bangsa kita. Betapa para pahlawan telah bertaruh nyawa berjuang demi tercapainya kemerdekaan. Sehingga tugas kita kini adalah membangun negeri ini agar makin sejahtera serta hidup berdampingan tanpa mempersoalkan perbedaan sehingga Indonesia akan aman, damai dan sentosa.💖
Teman-teman setuju, kan?
Teman-teman setuju, kan?
Salam Damai
Dian Restu Agustina
Yang pernah saya baca bu Inggit inilah yang paling banyak berkorban harta untuk mendukung ideliasme dan perjuangan Bung Karno. Bahkan rela berjalan kaki mengantar makanan ke penjara tempat bung Karno hanya karena gak punya ongkos naik kendaraan.
BalasHapusPernah punya ke inginan ke sini.
BalasHapusBanyak cerita yg mengagumkan dari sosok Ibu Ini...
Peninggalan sejarah yang masih terawat seperti ini daku sangat suka, agar yang ingin berkunjung ke sana bisa leluasa memperoleh kisah sejarah penuh makna yang merupakan bagian dari perjalanan bangsa kita
BalasHapus"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri"
BalasHapusMasya Allah, Soekarno visioner sekali ya. Begitulah memang keadaan kita ini. Begitu mudahnya gontok-gontokan dan menebar kebencian pada bangsa sendiri.
Datang ke sini jadinya belajar sejarah yang berarti bagi negara kita ya Mbak.
HapusBTW, komentar saya di IG di-like akun Bu Inggit ... duh merinding :)
Nah iyaaa
HapusPilpres udah lewat lamaaaa, eh, sampe sekarang masiih aja ada yg sibuk dikotomi cebong vs kampret. Duuuhh :((((
Aku beli buku ttg Bu Inggit ini di gramed. Isinya menarik sih, ttg awal mula mereka ketemu sampe akhirnya bercerai. Ttg perjuangan Bu Inggit juga.
BalasHapusJd pgn baca ulang bukunya. Kalo nanti aku ke Bengkulu, pasti bakal mampir ke museum ini. Kdg kalo ga ngerti isi di buku, dengan DTG ke museum lgs, bisa jd LBH jelas dan paham mba.
Dari dulu aku suka cerita2 ttg sejarah gini
Nah jadi penasaran kan saya ama bukunya :D
HapusAku pengagum bu Inggit Garnasih karena beliau ini adalah ibu bangsa, malah menurutku. Sosoknya yang lembut berhasil membuat Bung Karno yang berapi api menjadi imbang
BalasHapusHiks selalu kebawa romantis kalo baca kisah Bung Karno dengan Inggit Garnasih
BalasHapusInggit Garnasih yang lebih tua, selalu berkorban utk suaminya diimbangi dengan penerimaan Bung Karno akan kemandulan istrinya
Andai bukan playboy. Inggit Garnasih juga yang bakal nemenin Bung Karno hingga akhir hayat
Orang ada lebih kurangnya ya Mbak..dan harta, tahta, wanita memang godaan terberat bagi pria
HapusSaya gagal fokus ama rumahnya Mba, rasanya adem banget ya, mungkin karena rapi dan terawat.
BalasHapusSederhana, tapi adem gitu.
Jadi ingat rumah nenek-nenek saya di pedesaan :D
Btw saya jadi pengen beli bukunya bu Inggit ah, siapa tahu bisa ke sana, bisa lebih mendalami kalau udah tahu sejarahnya :)
Adem banget memang rumahnya, luas di halaman soalnya.
HapusYuk baca sejarahnya juga
Dan siapakah gerangan yg menglike postingan mbak? Agak spooky juga y haha
BalasHapusadmin komunitas Rumah Inggit Garnasih mbak..ini akun resmi di bawah Museum Baduga Bandung
HapusWah, wahhhh, ini beneran belajar sejarah dgn cara yg super menyenangkan!
BalasHapusQuote Bung Karno yg ini--> "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri" sungguh makjleb dan relevan ya Mba
Iya, apalagi di kondisi sekarang, hiks
HapusMakasih Mbak Dian, jadi paham sejarah Bu Inggit Ganarsih ini,, btw setuju banget dg ungkapan "For everyman's success, there must be a great woman behind" ya Mbak... ini merupakan tantangan bagi kita sebagai istri agar menjadi tim sukses bagi suami. Tfs Mbak Dian
BalasHapusBetul..semangat kita jadi tim sukses suami
HapusQuote terakhir itu mengena banget, Mbak. Terbukti benar saat ini. Perjuangan kita lebih sulit karena musuhnya adalah bangsa kita sendiri. Baca artikel ini seperti kembali belajar sejarah. Banyak sekali jejak cerita dan perjuangan yang ditinggalkan Pak Karno. Banyak yang tidak tahu tentang Bu Tari dan Bu Inggit sebagai istri Pak Karno. Saya baru tahu nih kalau Bu Inggit paling lama mendampingi Pak Karno.
BalasHapusIya, Bu Inggit yang palima lama, 20 tahun dan saat Bung Karno belum jadi siapa-siap
HapusRumah kediaman Bung Karno bagus sekali ya, Mbak. Bersyukur banget masih terawat dengan baik jadi kita bisa napak tilas kehidupan beliau dan bu Inggit di masa itu.
BalasHapusAku tertarik mempelajari biografi Bu Inggit setelah nonton film Soekarno. Menarik menurutku. Perannya dalam terbentuknya pribadi Soekarno besar meskipun tidak ikut mencicipi kemasyuran Sang Proklamator. Mungkin kalau pendamping Bung Karno saat itu Bukan Bu Inggit, hasilnya lain lagi.
BalasHapusMbaaaak Dian, aku baca ini sambil mrebes mili membayangkan sosok Inggit Garnasih dalam mendampingi Bung Karno. 😠Entahlah tiba-tiba pengen nangis aja tiap ada cerita tentang sosok Inggit Garnasih, soalnya di negeri kita lebih terkenal sosok ibu negara pertama kan. Padahal kontribusi seorang Inggit Garnasih juga tidak kalah luar biasa dibalik punggung Bung Karno.
BalasHapusLuar biasa Ibu Inggit selalu ada dalam kondisi apa pun.
BalasHapusMendampingi Soekarno melawan penjajahan dengan setianya.
Rumahnya bersih ya, ruangan dan barang-barang di dalamnya juga tampak terawat dengan baik. Tiket masuknya murah banget, eh kalau ongkos parkirnya gimana mbak? jangan-jangan lebih mahal dari tiket masuknya.
BalasHapusluas sekali rumah pengasingan bung karno di Bengkulu, hingga sekarang masih terawat rapi juga. peninggalan sejarah seperti ini memang harus dijaga dan dirawat optimal
BalasHapusrumahnya masih sangat terawat ya. Haru juga baca kisahnya Bu Inggit ini. Bung Karno emang sosok yang nggak bisa hidup dengan satu perempuan sih ya, Jadi wajar kalau Bu Inggit memilih untuk diceraikan ketimbang dimadu
BalasHapusSejarah bangsa yang ini sungguh baru sebagian kecil yang aku tahu. Terutama tentang pembakaran drum berisi bahan bakar yang meledak itu. Jadi Bung Karno selamat dari kekuasaan Jepang. Terima kasih udah nulis tentang kisah perjuangan bapak bangsa yang didampingi ibu Inggit, mbaak
BalasHapusrumah dan barang2 peninggalannya masih terawat dengan rapi ya. seneng banget jadi saksi sejarah ini bisa dilihat oleh kita skr. btw aku baru tahu ada akun ibu inggit :)
BalasHapusSerunya mbak bisa singgah, bisa belajar banyak tentang sejarah. Seneng sih kalau tempat bersejarah gini masih bisa terawat, buat warisan anak cucu biar ngerti perjuangan dan numbuhin rasa cinta sama tanah air.
BalasHapusSemoga suatu hari bisa singgah ke rumah ibu inggit ini, aamiin
Kunjungan ke rumah pengasingan Bung Karno selain berwisata juga bisa dapat banyak pengetahuan tentang masa lalu beliau ya, Mbak
BalasHapusSaya jadi tahu bahwa Bu Inggit itu adalah istri yang paling lama bersama beliau
Semuanya masih terawat baik banget yah, jadi masih bisa melihat langsung gini. Wisata sambil belajr sejarah ini yah.
BalasHapusAku pun punya perasaan yang sama ketika pertama kali berkunjung ke makam bung karno di Blitar, mbak. Kenapa gak dulu-dulu saya berusaha mengenal sejarah beliau yang sangat inspiratif dan memotivasi sekali
BalasHapusMak, aku baru tau ibu Inggit ini.ternyata perannya besar dibalik nama sukarno ya. Karena yang biasa diekspos saat soekarno proklamir kemerdekaan.
BalasHapusBelajar sejarah juga buat anak-anak ya mak
Beginilah memang seharusnya ya.
BalasHapusPeninggalan bersejarah memang kudu dirawat jadi bisa diceritakan kembali, terasa unik dan otentik, karena masih ada jejaknya.
Banga sekaligus haru baca kisahnya Bu Inggit, sayang mereka tak ada keturunan ya mbak :(
BalasHapusBaru aja kmrn tu liat bagan istri2 bung Karno dishare sama temen dan bertanya2 knp kok cerai ternyata krn itu ya.
Wah rumahnya masih terawat bagus sekali yaaa
Kagum dengan keteguhan dan ketegaran Bu Inggit saat mendampingi Bung Karno berjuang. Yang sebenar-benarnya mendampingi saat susah banget gitu ya.
BalasHapusSenang mba baca postingan ini, jadi banyak tambahan pengetahuan tentang sejarah bangsa. Semoga suatu saat bisa menjejak Bengkulu dan mengunjungi rumah pengasingan ini.
Baca tulisan ini berasa kayak ke sana beneran mbak Dian, karena detailed sekali menceritakannya. Saya suka juga jalan jalan ke tempat bersejarah kayak gini sekaligus mengenang Indonesia di masa lalu, betapa perjuangan para pahlawan itu bener bener luar biasa.
BalasHapusRumahnya kelihatannya nyaman ya...saya baru tahu kisah perjalanan Bu Inggit secara detil. Ternyata cukup lama juga mendampingi perjuangan bung Karno. Gambaran perempuan kuat dan tabah...
BalasHapusMasyAllah Mba Dian, tulisan yang detail banget, informatif dan mengedukasi. Baca ini bikin aku kayak baca dan belajar sejarah lagi. MasyAllah memang bung Karno ini ya, dimanapun berada bahkan di tempat pengasingan sekalipun. Selalu mampu mempengaruhi orang ya. Keren. Emang berjiwa pempimpin ya
BalasHapustugas selanjutnya dari generasi sekarang adalah meneruskan hasil kemerdekaan yang sudah diperjuangkan oleh Bung Karno. Semoga negara ini tidak terbecah belah. Aku juga ga begitu mengenal sejarah dengan baik, waktu berkunjung ke Rumah Bung Karno di Ende, senengnya minta ampun.
BalasHapusRumah yang masih mempertahankan bentuk aslinya ini terlihat begitu dirawat dengan baik.