Drama PPDB Jakarta
Drama PPDB Jakarta saya alami baru-baru ini. Ya, anak Sulung saya akhirnya bisa diterima di SMA Negeri setelah ada sedikit drama saat proses pendaftarannya. Seperti yang sudah banyak diliput media, PPDB (Pendaftaran Peserta Didik Baru) Jakarta memang menuai banyak kontroversi. Pasalnya ada beberapa poin yang berbeda dari aturan baku yang ditetapkan oleh Kemendikbud. Nah, karena Jakarta adalah pusatnya negara juga berita maka wajar jika menjadi-jadi kehebohannya. Termasuk drama yang mengiringinya!!
foto setelah acara Haflah Akhirusannah (Wisuda Virtual) SMP di rumah |
Ketika UN Batal!
Jadi, tahun ini untuk pertama kali UN (Ujian Nasional) ditiadakan karena pandemi. Rencananya, Mendikbud Nadiem Makarim memang akan menghapus UN mulai tahun depan. Nah, berhubung wabah merebak, rencana ini dimajukan. Pun, kegiatan PPDB yang identik dengan berkumpulnya massa diubah sistemnya menjadi online semua berdasarkan Surat Edaran Menteri Kemdikbud No.4 Tahun 2020. Yang isinya terkait mekanisme PPDB yang mengikuti protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19, termasuk mencegah berkumpulnya siswa dan orangtua secara fisik di sekolah.
Bener-bener tahu bulat alias dadakan aturannya! Bikin banyak orang tua dan anak shock dan ....kecewa!
Gimana enggak coba, anak saya selama kelas 9 sudah berjuang secara intensif selama setahun mengikuti Penambahan Materi (PM) pagi-pagi sebelum pelajaran resmi dimulai. Hingga jam 6 kurang dia sudah berangkat ke sekolah, lalu membawa setumpuk latihan soal ke rumah. Hari Sabtu juga ada tambahan waktu untuk materi khusus dari guru juga sesekali uji coba ujian diadakan.
Pokoknya full schedule! Sampai saya kasihan melihatnya. Maka saya dan Bapaknya, di awal memutuskan enggak memasukkan dia lagi ke bimbel untuk tambahan latihan. Karena bisa-bisa otaknya ngebul, kasihan!
Maka, ketika ternyata UN batal, rasanya antara senang dan kecewa...Senang karena enggak perlu jagain UN buat dapat nilai memasuki SMA. Kecewa karena ibarat tentara sudah siap tembak amunisi dengan semangat bela negara tinggi, eh dikabari buat mundur lagi karena perangnya enggak jadi hihihi
Tapi, apapun itu, tetap ada hikmahnya, PPDB berubah formatnya hingga berbuah banyak....drama!!!
Tentang PPDB Jakarta
(*Saya menulis berdasarkan pengalaman mengikuti PPDB (online) Jakarta untuk tingkat SMA, untuk tingkat sekolah lainnya bisa saja berbeda)
Nah, ketika ingin mendaftar PPDB Jakarta, kita bisa buka akun-nya di ppdb.jakarta.go.id. Kemudian bisa dilanjutkan dengan membuat akun. Akun ini akan membuat pendaftar memiliki nomor pendaftaran yang bisa dipakai untuk mengikuti beberapa jalur yang ada sesuai kualifikasinya, yakni:
Afirmasi (seleksi usia)
- Anak Panti yang memiliki Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang ditandatangani oleh Kepala Panti Sosial Anak Asuh
- Anak pemegang Kartu Jakarta Pintar (KJP) atau Kartu Jakarta Pintar Plus (KJP Plus)
- Anak dari pekerja yang memiliki Kartu Pekerja Jakarta yang terdaftar dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta paling akhir tanggal 1 April 2020
- Anak dari pengemudi yang memiliki Kartu Pengemudi Jak Lingko yang terdaftar dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta dan / atau Surat Keputusan dari Direksi PT Transjakarta paling akhir tanggal 1 April 2020
- Anak berprestasi yang tercantum dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi DKI Jakarta Nomor 20 Tahun 2020 tentang Pengangkatan Atlet Pembinaan Olahraga Prestasi Berkelanjutan
- Anak yang tercantum dalam Berita Acara Serah Terima Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Dinas Sosial ke Dinas Pendidikan
Inklusi (berdasarkan kuota)
Memiliki nilai rapor SMP/SMPLB/MTs/ Paket B, 5 semester terakhir (kelas 7, kelas 8 dan kelas 9 semester 1)
Anak Tenaga Kesehatan Korban Covid-19 (berdasarkan kuota)
Memiliki Surat Keterangan yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Kesehatan bagi Anak Para Tenaga Kesehatan yang meninggal dunia dalam penanganan Covid-19 atau Surat Keterangan dari Pimpinan Instalasi Kesehatan tempat bertugas atau dari Instansi yang berwenang lainnya
Pindah Tugas Orang Tua dan Anak Guru (seleksi nilai)
Dilengkapi SK Kepindahan Ortu
Zonasi (seleksi usia)
Untuk jenjang SMA, berusia paling tinggi 21 (dua puluh satu) tahun pada tanggal 1 Juli 2020. Dalam hal jumlah pendaftar PPDB jalur Zonasi melebihi daya tampung maka dilakukan seleksi dengan urutan langkah sebagai berikut:
- Usia Calon Peserta Didik Baru
- Urutan pilihan sekolah
- Waktu mendaftar
Prestasi Non-Akademik (seleksi prestasi)
Prestasi di luar bidang akademik
Prestasi Akademik (seleksi nilai)
Berdasarkan nilai Rapor SMP/MTs/Paket B, 5 semester terakhir (kelas 7, kelas 8 dan kelas 9 semester1) dikalikan nilai akreditasi sekolah
Zonasi Bina RW (seleksi usia)
Jalur Zonasi untuk Bina RW Sekolah Calon Peserta Didik Baru adalah lulusan Tahun 2020 dan belum diterima di jalur sebelumnya dengan catatan beralamat satu RW dengan sekolah yang dituju
Tahap Akhir (seleksi nilai)
Jalur untuk Calon Peserta Didik Baru yang belum diterima di semua jalur yang ada
Bagaimana Proses Pendaftaran PPDB Anak Saya?
Nah, jujur saat pertama membuat akun dan baca aturan seleksi jalur zonasi, saya sedikit lega. Pasalnya anak saya termasuk cukup umurnya. Memang saat pertama masuk SD dia di kategori pas untuk anak SD Negeri meski tergolong tua untuk anak SD Swasta. Ya, anak saya lahir bulan Oktober 2004. Jadi ketika masuk SD umurnya 6 tahun 8 bulan. Ini karena saat itu kami tinggal di Amerika dan mau daftar kelas 1 SD enggak bisa. Karena aturannya masuk kelas 1 harus berusia 7 tahun per 30 September tahun berjalan. Akhirnya dia masuk level Kindergarten (TK) di sana dan ketika balik lagi ke Jakarta dia baru masuk kelas 1. (FYI, wajib belajar di Amerika SD: Kindergarten-kelas 5 , SMP: kelas 6-8, SMA: kelas 9-12)
Tapi, ternyata rencana enggak seindah bayangan saya.....
Saya bertempat tinggal di Jakarta Barat. Ada 9 sekolah yang bisa dipilih di zonasi ini. Pilihan bisa 3, jurusan sama di sekolah yang sama, atau jurusan berbeda di sekolah berbeda.
Oh ya, usia anak saya ditampilkan di data 15 tahun 8 bulan 5 hari.
Nah, saya pun mencoba daftar di hari pertama. Nangkring nama anak saya di sana, enggak pakai lama makin merosot urutannya hingga bablas pindah ke pilihan kedua. Beberapa menit saja turun lagi ke pilihan ketiga.
Duh, dagdigdug...karena umur anak yang bikin anak saya makin turun itu di atasnya semua. Jauh malah...Hiks!
Saya tetap berusaha, hingga mencoba di 8 sekolah lainnya. Namun, sama hasilnya...namanya nangkring sebentar terus...hilang. Syediiih!
Sementara, hasil jalur zonasi ini, saya lihat di statistik akhir, usia yang tertinggi 20 tahun 2 bulan 2 hari (di Kota Jakarta Pusat) hari dan yang termuda 13 tahun 6 bulan 5 hari (di Kab Kepulauan Seribu)
Meski yang terbanyak memang 15-16 tahun. Tapi rerata di atas anak saya, ada yang di bawahnya tapi sekolah tersebut bukan masuk zonasi kami.
Jadi....gagal lah masuk negeri via jalur zonasi!
Lalu, Bagaimana?
Saya sempat hopeless! Ya ampun, cari sekolah aja segini susah. Baru SMA lho, gimana nanti kuliah? Huwaaaa!!
Saya dan suami sudah mikirin plan B. Selain mau mencoba jalur Prestasi, kami juga cari info tentang SMA swasta.
Sejatinya anak saya SD dan SMP bersekolah di sekolah swasta Islam. Jadi kalau mau lanjut di perguruan yang sama juga gapapa. Tapi, jauh hari saya dan suami memang berniat untuk SMA negeri saja. Karena, jujur meski sekolah ini bagus kualitasnya tapi saya khawatir dengan gaya hidup keseharian yang nantinya bisa berpengaruh ke anak saya. Juga, biaya yang berlipat pastinya.
Saya sudah dapat info, jika ingin melanjutkan ke SMA Al Azhar (seperti SD dan SMP-nya), berarti harus ke SMA Al Azhar pusat yang berlokasi jauh dari rumah. (Anak-anak bersekolah di SD/SMP Al Azhar yang dekat rumah bukan yang di pusat).
Untuk biaya masuknya saya dapat info sekitar 35 juta dengan SPP sekitar 2 juta/bulan. Berarti selain mikir biaya sekolah juga ada biaya transportasi khusus, uang jajan dan lifestyle budget dikarenakan teman-temannya rata- rata berasal dari kalangan "istimewa". Ini yang membuat saya dan Bapaknya enggan menyekolahkan anak di sana. Meski, jika terpaksa, apa mau dikata.
Pilihan lain, saya mendapat info tentang SMA Muhammadiyah, yang cukup jauh juga dari rumah. Biaya masuknya 16 juta dengan SPP 750 ribu/bulan. Mendingan!
Dua sekolah ini akhirnya jadi alternatif jika anak saya nanti gagal masuk negeri. Meski sempat intip juga sekolah internasional yang deket banget dari rumah yang ternyata harganya...bikin terbelalak mata hahaha
Bagaimana Seleksi Jalur Prestasi?
Nah, tibalah seleksi jalur prestasi. Mendaftarnya mudah saja, saat menuliskan nomor siswa (dari sekolah) maka sudah tercantum semua data yang diminta. Tertera di sana data nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan Bahasa Inggris kelas 7 semester 1 dan 2, kelas 8 semester 1 dan 2, serta kelas 9 semester 1.
Nilai rata-rata kemudian dikalikan dengan nilai akreditasi sekolah asal.
Nilai anak saya Alhamdulillah lumayan. Ditunjang nilai akreditasi sekolahnya yang juga tinggi: 98. Hingga hasil akhir nilai yang dipakai seleksi pun mencukupi.
Beberapa anak teman, nilai rapot lumayan tapi nilai sekolah rendah, hingga hasil akhir enggak bisa nembus sekolah pilihan. Begitu juga sebaliknya, ada yang nilai rapotnya hancur padahal nilai akreditasi tinggi, jadi gagal juga akhirnya.
Oh ya hasil nilai rata-rata inilah yang kemudian diseleksi sesuai kuota siswa sekolah yang dituju.
Saya mendaftarkan anak di jurusan IPA di 3 sekolah yang berbeda. Tak sama dengan jalur zonasi, ternyata pergerakannya lebih lambat karena yang dipakai seleksi adalah nilai. Tapi, karena pilihan 1 hanya ada kuota 21, maka anak saya pun tersingkir dan turun ke pilihan sekolah kedua. Hari kedua dia masih aman berada di sana hanya sempat turun beberapa kali urutannya. Hingga hari penutupan, dia ada di urutan 17 dari 33 siswa yang diterima.
Nilai tertinggi di Jalur Prestasi di SMA anak saya ini 8823,92 dan nilai terendahnya 8358,84.
Alhamdulillah!
Oh ya, sebagai tambahan informasi, di sekolah anak saya ini dari kuota 320 siswa/8 kelas: 5 kelas MIPA & 3 kelas IPS, ada 140 anak yang masuk berdasarkan nilai dan 180 siswa berdasarkan usia, lewat berbagai jalur seleksi yang ada. Hingga sekitar 40% masuk dari nilai dan 60% pakai usia (dengan seleksi zonasi, afirmasi, inklusi) .
Jadi PPDB (Online) Jakarta Yes or No!
Ada 6 kota dan kabupaten di Jakarta dengan 115 SMA Negeri. Kondisi demografi yang membuat PPDB-nya menjadi berbeda dibandingkan dengan wilayah lainnya. Ini masalah utama yang digugat para orang tua murid lewat berbagai aksi baik turun ke jalan maupun lewat jalur hukum. Terlebih PPDB berbarengan dengan pandemi di negeri ini yang membuat banyak orang jatuh di sisi ekonomi. Apalagi Jakarta adalah provinsi yang sejak lama menggratiskan biaya sekolah sampai tingkat SMA.
Kalau menurut saya, sistem PPDB yang baru ini memang ada plus dan minusnya (ini berdasarkan pengalaman di Jakarta - daerah lain mungkin berbeda), diantaranya
YES!!
- Sistem online lebih hemat waktu, tenaga dan biaya
- Kemudahan proses pembuatan akun, pendaftaran dan semua proses online-nya
- Ada berbagai jalur pendaftaran, jadi bisa disesuaikan dengan kualifikasi anak kita
- Akan tercipta pemerataan pendidikan bagi semua kalangan dengan beberapa pilihan kesempatan
- Mengedepankan transparansi, karena semua orang bisa mengawal proses PPDB ini (meski info data pribadi tetap dirahasiakan)
- Untuk jalur Prestasi Akademik memakai nilai rapot sehingga sejak awal sekolah siswa sudah bersemangat dan tidak hanya gas poll di tahun terakhir jelang UN saja
- Ada juga jalur Prestasi Non-Akademik yang menampung anak berprestasi sesuai bakatnya
- Sekolah juga jadi bersemangat mencapai nilai akreditasi tinggi sebagai acuan siswa mendaftar sekolah nanti
- Ke depan, semua sekolah negeri bisa punya standar yang sama, enggak ada sekolah favorit lagi yang membuat anak (dan orang tua) yang enggak bisa memasukinya jadi berkecil hati
NO!!
- Seleksi Zonasi yang berdasarkan usia rentan disalahgunakan oleh angkatan sebelumnya yang bisa mendaftar lagi sehingga menggusur kesempatan angkatan tahun berjalan. Kemungkinan ada yang enggak naik kelas di sekolah lama lalu mendaftar di sekolah baru
- Sosialisasi yang kurang sehingga banyak orang tua murid yang salah paham (mungkin juga karena dadakan). Akhirnya bikin banyak orang kebingungan
- Tetap tak bisa dideteksi siapa-siapa anak yang sebenarnya tidak berdomisili di Jakarta. Karena memang persyaratan calon siswa terdaftar di Kartu Keluarga domisili provinsi DKI Jakarta. Pasalnya, ada yang dititipkan ke KK kakek/neneknya atau kerabat lainnya padahal yang bersangkutan sebenarnya tinggal bersama orang tua bukan di Jakarta tapi di Tangerang, Depok atau Bekasi, Ini tentu akan menghilangkan kesempatan calon siswa yang sejatinya berdomisili asli di DKI.
PPDB Baru Demi Pendidikan yang Lebih Maju
Nah, sebagai penutup, saya berpendapat jika sistem PPDB yang baru ini memang masih memiliki kekurangan. Seperti PPDB Jakarta saja, yang last minute, karena protes orang tua jadi disesuaikan. Yakni ada penambahan kuota siswa. Tapi wajar kalau yang pertama selalu jadi pembelajaran, kan?
Semoga ke depan makin baik sistemnya dan jika nanti ganti Mendikbudnya enggak ganti lagi caranya haha.
Seriusan, kalau sudah punya anak sekolah itu terus gonta-ganti sistem gitu, ngeluuuu sirahku!! 🙈
Juga, semoga pemerintah makin dimampukan untuk bisa menampung semua calon siswa ke sekolah negeri sehingga tinggal daftar saja sesuai domisili/zonasi (seperti pengalaman saya nyekolahin anak di sekolah negeri di Amerika yang gratis dan semua anak usia wajib belajar pasti masuknya ke sekolah negeri)
Hm...apalagi ya..
Oh ya, semoga wajib belajar nambah, enggak cuma 9 tahun, tapi 12 tahun. Sehingga SD-SMP-SMA biayanya gratis di seluruh Indonesia, sehingga generasi penerus bangsa ini makin mumpuni.
Last buat not least, buat yang putra-putrinya belum bisa masuk ke sekolah negeri, semoga dilancarkan rejeki sehingga dimampukan untuk membiayai. Untuk yang masuk kualifikasi KJP atau bantuan dana pendidikan lainnya (terutama di usia wajib belajar) nanti bisa mengajukan lewat sekolah karena meski swasta juga ada jatah.
Sementara, bagi yang masih beberapa tahun lagi putra-putrinya sekolah, bisa direncanakan sejak dini biaya pendidikannya, ini berlaku baik untuk rencana sekolah formal maupun non-formal.
Sedangkan yang belum atau baru menikah lebih baik juga disiapkan misi "Keluarga Berencana". Tak hanya terkait jumlah anak saja tapi juga segala sesuatu terkait keluarga. Karena jika terencana semua pasti akan lebih baik hasilnya. Paling tidak jika kita merencanakannya sejak awal tak akan banyak yang kita "bebankan" pada negara dan bumi tercinta.
Last but not least, jangan merasa sayang berinvestasi pada pendidikan. Investasi dalam pendidikan itu sangat perlu karena akan terpakai sepanjang waktu. Ingat jika,
"Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan pendidikan, Anda dapat mengubah dunia." (Nelson Mandela)
Salam Semangat
tahun ini adek aku salah satu siwa smp yang mau lanjut sma mba, tapi Alhamdulillah tahun ini sangat dimudahkan sama Allah, karena ternyata di gelombang 1 waktu itu ada jalur untuk tenaga medis yang menangani pasien covid, nah karena mamaku termasuk salah satunya, jadinya adik aku bisa masuk sma dengan jalur tersebut.. tapi semoga ppdb tahun depn bisa semakin baik lagi ya mba
BalasHapusAamiin
HapusAlhamdulillah ..selamat buat adiknya
Perjuangan memang, ponakan juga masuk SMA tahun ini. Kendalanya sekolah yang masuk zona pilihan ke-2 dan ke-3 sangat jauh lokasinya. Harapannya hanya pada pilihan pertama, itu pun terbilang rawan karena jaraknya juga lumayan jauh sementara sekitar sekolah adalah kawasan padat penduduk. Tapi Alhamdulillah masih diurutan ke 124 dari 160 yang diterima. Jika pada pilihan pertama tidak lolos maka alternatifnya lanjut daftar ke MAN atau sekolah swasta.
BalasHapusBenar yang disampaikan Mbak Dian, tidak bisa dilacak mana yang asli warga sekitar karena memang di Nganjuk juga banyak orang tua yang menitipkan anaknya dengan masuk KK warga sekitar sekolah yang dituju. Semiga ke depan semakin baik lagi prosesnya
Iya, beberapa ada yang tinggalnya dimana sekolah dimana
HapusAamiin
Aku ikut merasakan drama kakak iparku juga Mbak. Anaknya juga SMP mau ke SMA. Mau masuk jalur prestasi, udah nyerah duluan karena nggak ada prestasi yang diandalkan. Mau masuk zonasi, karena Kakak Iparku itu rumahnya kabupaten Madiun sedangkan sekolah yang bagus di Kota Madiun. Akhirnya, di penghujung pendaftaran bisa masuk dengan jalur Tugas Orang Tua dan Anak Guru. Gokil, Mbakku akhirnya diangkat kepala sekolah di Kota Madiun dan SK nya dibuat sebagai jalur perpindahan tugas orang tua dan anak guru. Hehehehe
BalasHapusAlhamdulillah..ada jalannya ya Mbak
HapusGilaaaak dag dig dugnya dramanya itu ya mba. Kalo di drama korea, itu udah episode 14, menjelang episode 16, penuh scene yg tegang2 dan bikin penasaran. Wkwkwk. Alhamdulillah semua terlewati. Semoga si abang sukses di jenjang pendidikan baru.
BalasHapusAamiin, terima kasih
HapusPPDB Jakarta tahun ini memang dilematis banget ya Mba. Di Palembang belum kayak gini sih. Tapi kebayang bgt repotnya para orang tua untuk daftarin anak dan memantau nama anak di sekolah yang diinginkan nya. Mudah-mudahan bisa dibenahi dan pendidikan Indonesia makin maju. Semangat dan sukses untuk abang ya :)
BalasHapusIya, masalahnya kuotanya agak membingungkan...tapi sejatinya itu solusi untuk semua pihak
HapusAamiin. terima kasih
walopun aku gak paham prosesnya (mungkin karena gak mengalami sendiri), tapi beneran aku paham yes and no nya mba.
BalasHapustapi di medan, ada sma negeri di dekat rumah saya, kayaknya daptarnya blom online de mba. soalnya pas saya potokopi sesuatu di dkt situ, banyak para ortu dan calon siswa yang mendaftar pada potokopi juga. berarti kan dia dtg langsung ke sma itu buat daptar
Semua tergantung Dinas Pendidikan setempat Mbak...Kalau memungkinkan offline bisa dilakukan jika status masih zona hijau
HapusStatus Jakarta yang membuat PPDB dilaksanakan secar online
iya, ribet, sama jamanku juga ujian SMP terus nilainya buat daftar SMA
BalasHapusBlass...ga ngerti banget aku, cuma dengar cerita teman2 aja yang komen susah2. Aku masih santai, anak masih balita.
BalasHapusTapi Alhamdulillah udah kelar ya mba urusan anaknya jadi udah lega.
Saya lihat nih di timeline FB tentang PPDB yang drama dan ribet banget. Udahlah lagi masa pandemi gini, dibuat lelah jiwa dan raga pula. Duh..jaga kesehatan mbak..jangan sampai karena mumet ngurus ini, terus ngedrop :(
BalasHapusNah, ini dia! Janganlah gonta-ganti aturan tata cara pendaftaran peserta didik baru sering2 begini. Kalau ganti menterinya, UU diceki2 dulu, ternyata kan gara2 usia kini jadi bumerang buat anak2 berprestasi berusia muda. Kasihan kan kalau masih banyak anak yang belum mendapatkan sekolah. Okelah kalau orangtuanya mampu, kakau ga berpunya gimana? Aku mengalami nih 2 anak, asli bikin sakit perut dan pusing kepala. Alhamdulillaah Rafa dan Fakhri sudah memperoleh sekolah yang diminati.
BalasHapusSaya udah 3x ikut seleksi PPDB sekolah negeri di DKI. Lumayan paham lah perubahan PPDB di DKI. Sebetulnya yang bikin kisruh tahun ini gak sekadar karena DKI itu ibukota. Tetapi, memang sistem seleksinya yang berubah banget dari tahun-tahun sebelumnya.
BalasHapusKalau sebelumnya kuota terbesar di DKI menggunakan seleksi NEM. Tentu tetap akan ada yang gak lolos seleksi. Beberapa teman saya, ada yang anaknya gak lolos tahun lalu. Tetapi, gak menimbulkan kisruh karena setidaknya apresiasi anak untuk belajar masih dihargai dengan proses seleksi ini.
Tahun ini memang gak ada UN karena alasan pandemi. Tetapi, langsung seleksi usia juga dirasa gak adil. Banyak anak berusia muda yang langsung tersingkir.
Orang tua banyak menuntut DKI kayak daerah lain aja zonasinya yang pakai poin jarak rumah-sekolah. Biar gak langsung seleksi umur.
Untuk japres juga masih ada rasa tidak adil karena akreditasi sekolah, Mbak. Sekolah negeri terbaik di Jakarta sekalipun nilai akreditasinya gak ada yang setinggi sekolah swasta. Kalah beberapa poin, Mbak.
Ada 8 kriteria penilaian akreditasi. Tetapi, yang jelas sekolah negeri kalah di fasilitas sekolah. Makanya gak ada yang setinggi sekolah swasta nilai akreditasinya.
Jadinya mau sebagus apapun nilai anak-anak lulusan sekolah negeri, kalau masih dikali dengan akreditas tentunya bisa kalah. Kan nilai anak-anak lulusan sekolah swasta juga banyak yang bagus. Gak heran kalau kemudian yang lolos japres, didominasi oleh anak-anak dari sekolah swasta.
Ya lagi-lagi di sini prestasi anak kurang dihargai kalau akreditasi sekolah masih dimasukkan. Itu juga yang jadi protes orang tua. Terutama yang anak-anaknya sekolah negeri dan berusia muda.
Wahh, selamaaat ya Mbaaa
BalasHapusMemang tahun ini banyak banget ujian kehidupan yg harus kita hadapi bersama2
Semangaaattt!
Pandemi telah menggeser banyak sendi-sendi kehidupan kita. Anak-anak ujian di rumah, liburan di rumah dan memulai tahun ajaran baru juga di rumah. Gak kebayang gimana jenuhnya mereka menghadapi segala drama tersebut. Tapi apa boleh buat, covid itu pandemi dunia, bukan kita saja. Kita harus survive dan menang melawan mereka
BalasHapusIkut deg2an bacanya Mak, inget jaman daftar SMP pake NEM juga dulu, hehe. Siap makin rajin mengalokasikan dana unutk jenjang2 pendidikan anak dr sd sampai sma nih, kawatir gimana2 kan. Kalau sma di jkt emang pengennya negeri sih ya. KAlau sd smp legowo swasta gpp, hihi. Semoga lancar2 sekolah anaknya ya Mak. Untuk daftar kuliah tidak seribet itu insyaAllah :D
BalasHapusPerjuangan banget ya mbak putranya njenengan untuk dapat sekolah negeri, mamanya juga ikut deg-degan. Tapi ibu saya juga gitu sih waktu adek belom dapat sekolah sampai ga bisa berkatifitas seperti biasanya karena saking kepikirannya ppdb. Maklum ibu udah menjelang lansia, jadi kurang paham dengan ppdb. Kalo di Jkt malah jalur zonasi duluan ya mbak yg dibuka? Kalau di Jogja justru zonasi yang paling akhir dibuka. Adik saya awalnya bisa daftar di STM negeri nangkring nomer 26 dari 30, siangnya terdepak. Sedih banget tapi daripada cari STM negeri yang lain tuh jauh dari rumah akhirnya pilih swasta. 😁
BalasHapusDeg degan bacanya Mbak, ternyata rumit dan bikin stres ya sistemnya apalagi ditambah usia..nggak heran jadi rame..anakku masuk SMP swasta, Insya Allah nanti SMA negeri semoga sistemnya lebih rapi..
BalasHapusAlhamdulillah meski dengan perjuangan panjang berhasil juga masuk SMA Negeri ya, Mbak. Memang sih selain harus nambah sekolah, peraturan PPDB juga harus diperbaiki tapi jangan berubah-ubah terus supaya anak dan ortu nggak pusing. Semoga tahun-tahun ke depannya sistem PPDB di seluruh Indonesia bisa semakinr rapi.
BalasHapusBener..gak kayak zaman dulu. Sekarang tuh adaaaa aja dramanya. Eh waktu zaman saya daftar SMP sempat drama sih, karena itu awalawalnya orang pakai strategi "nitip" wkwkwk. Jadi saya yang gak ada kenalan atau tempat nitip di dalam yaa jalannya gak mulus.
BalasHapusAlhamdulillah akhirnya bisa keterima di SMA Negeri ya mbak, aku kemarin nih menjadi pembaca dan pendengar tentang PPDB ini. Emang pelik banget sih tapi kadi ikutan gemes banget. Anakku baru SD dan aku masukan swasta karena umurnya tidak cukup untuk ke SD Negeri jadi daripada gambling kemarin kita memilih udahlah ke swasta dulu aja.
BalasHapusAlhamdulillah dramanya dah slese ya, mba. Jadi keinget dulu pas jaman adekku ikut PPDB juga pake zonasi. Untungnya masih bisa ambil sekolah negeri yang deket rumah. Ga kebayang kalo harus ambil sekolah swasta yang mahal. Hehe
BalasHapusAku baca status temen2 tentang ppdb ini ikut ngerasa tegang. Moga lebih baik di kedepannya yaaa.
BalasHapusJadi ngebayangin gimana nanti anakku masuk smp yak huhu.. semoga sistemnya ngga seperti sekarang deh.. kisruh ppdb jakarta ini memang membuat emosi terkuras ya.. seneng dengernya anak mbak akhirnya bisa masuk sma negeri dengan jalur prestasi ya.. semoga lancar sekolahnya dan terus berprestasi
BalasHapusSistem penerimaan siswa baru yang berubah-ubah cukup membuat masyarakat bingung ya, Mbak.
BalasHapusSyukurlah sekarang anaknya Mbak Dian udah dapat sekolah. Semoga betah di sekolah barunya ya..
Sistem penerimaan siswa baru cukup membingungkan masyarakat ya, Mbak.
BalasHapusSyukurlah anak Mbak Dian udah dapat sekolah. Semoga kerasan di sana ya..
Drama ya, maybe next year i will be panic too. Because my girl will be Senior High School.
BalasHapusHuhu, anakku juga merasakan hal yang sama. Bedanya PPDB Jabar gak ada aturan usia. Anakku salah strategi. Pas jalur prestasi akademik, dia daftarnya ke sekolah unggulan. Aku terlalu percaya diri. Eh gak lolos. Ikut jalur zonasi pun, ke sekolah negeri terdekat, gak masuk. Akhirnya ke swasta deh. Semoga deh ketidaklulusannya masuk ke SMA favorit bisa memotivasi dia untuk lebih baik.
BalasHapusWah drama banget ya mba.. semoga nanti pemerintah punya pola yang lebih baik. Kalau di jakarta sekolah negeri emang jadi buruan sehingga sistem penerimaannya pun mestinya dari tahun ke tahun menjadi lebih baik..
BalasHapusSetahu saya kalau berdasarkan umur udah sejak lama diberlakukan kalau di daerah-daerah. saya ingat dulu nggak boleh masuk sekolah karena umur kurang padahal hanya terpaut 4 bulan saja.
BalasHapusSetelah drama sebelumnya yang cukup bikin Mama kecewa yaa..
BalasHapusAlhamdulillah,
Berakhir dengan baik dan semoga kaka makin rajin di sekolah barunya.
Aku baca cerita kak Dian, jadi ingat zaman aku sekolah dulu.
Sungguh kemudahan pemantauan pergerakan PPDB zaman sekarang ini patut diacungi jempol.
Yang kasihan, kalau beraasl dari keluarga yang kurang mampu yaa, kak.
Bagaimana nasib ingin menyekolahkan di Negeri?
Akhirnya tahu apa itu jalur afirmasi, aku awalnya gak mudeng hehe.. Alhamdulillah akhirnya sudah dapat sekolah ya mbak? Banyak baca di TL pro kontra aturan PPDB yang sekarang. Yg paling kusayangkan adalah tiap ganti menteri berubah mulu aturannya. Semoga yg terbaik utk anak2 kita aamiin
BalasHapuswaduh, perjuangannya panjang ya, ikut deg-degan bacanya... tapi alhamdulillah berhasil ya, selamat jadi anak sma untuk anaknya :)
BalasHapusBener-bener perjuangan banget ya Maaaak. Apalagi sampe sempet hopeless karena susah banget buat cari sekolah. Alhamdulillah berhasil ya Maaak. InsyaAllah setelah ini semuanya berjalan dengan lebih lancar :D
BalasHapusAlhandulillah, akhirnya dapat sekolah juga ya mb...menang harus gercep ya menentukan strategi. Kalau di Jogja tidak berdasar usia tapi zonasi. Selain zonasi ada juga yg bedasar prestasi. Memang sebaiknya sejak awal orang tua diberi informasi bagaimana proses ppdb. Kalau dadakan jadinya senam jantung
BalasHapusSuka penutupnya, "jangan merasa sayang berinvestasi pada pendidikan." Setuju banget ini. Meski anak belum sekolah, biaya sudah harus disiapkan dan direncanakan. Biar nggak kelabakan ke depannya ^^
BalasHapus