Mengunjungi Benteng Fort de Kock di Bukittinggi
Saya bersyukur menginap di Starli Hotel Bukittinggi yang dekat ke pusat kota sehingga kemana-mana hanya perlu jalan kaki saja. Maklum, jalanan di sekitar Jam Gadang saat libur Natal dan Tahun Baru 2020 itu ternyata maceeetnya...! Kalau nekat pakai mobil bisa stuck enggak bergerak. Padatnya kendaraan, jalanan yang enggak terlalu lebar dan beberapa mobil yang parkir di bahu jalan, bikin makin semrawut keadaan. Maka, berjalan kaki sambil menikmati Kota Bukittinggi bisa jadi solusi.
Apalagi di sekitar area, tempat wisata hanya berjarak sepelemparan batu saja. Seperti, Benteng Fort de Kock, yang menyimpan jejak sejarah era Perang Paderi, yang juga menjadi salah satu andalan objek wisata Kota Bukittinggi ini!
Mengunjungi Benteng Fort de Kock
Pagi di Starli, setelah sarapan menu sederhana tapi mantap rasanya, saya sekeluarga berjalan kaki menuju ke Benteng Fort de Kock. Kami sengaja lewat perkampungan dan bukan via jalan utama agar tahu rumah-rumah penduduk di sekitarnya.
Karena namanya Bukittinggi jadi kontur wilayahnya naik turun, apalagi benteng terletak di atas bukit, maka butuh setengah mendaki untuk mencapainya.
Sesampai di tekape, diarahkan untuk membeli tiket di loket oleh petugas keamanan yang berjaga di dekat gerbang. Tiket dibeli pakai uang elektronik satu-satunya yang berlaku di situ, BRIZZI.
Tapi, jangan khawatir kalau enggak punya, bisa bikin langsung di tempat kok...Tapi jangan ngepas ngisinya, karena ternyata di dalam nanti berguna, jadi lebihkan isi saja yaa!
Oia, tiket seharga 15 ribu untuk masuk ke area Benteng Fort de Kock dan Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan ini, kecuali.....(baca sampai akhir ya!)
Nah, memasuki kawasan benteng yang dibangun di atas Bukik Jirek pada tahun 1825 oleh pemerintah kolonial Belanda saat menghadapi perlawanan Perang Paderi ini aura adem sangat terasa. Maklum benteng berada di ketinggian, dengan pepohonan besar di sekitar dan sang surya di penghujung tahun yang tak terlalu terik menyapa. Sungguh suasana liburan yang sesuai harapan. Apalagi jumlah pengunjung enggak terlalu padat, sehingga kami menemukan beberapa bangku kosong tempat duduk-duduk menikmati sejuknya hawa.
Lokasi di sekitar bersih dan tertata, nampak petugas kebersihan yang bekerja merapikan kawasan. Ada banyak pondok dengan tempat duduk mengelilingi pepohonan dengan jalan setapak yang rapi mengitari. Kesemuanya dibatasi parit-parit sedalam 1 meter dengan lebar 3 meter di sekitar serta dijaga oleh 8 meriam sisa peperangan yang masih bisa kita saksikan.
Ada juga di tengah-tengah kawasan Benteng, bangunan bak penampung air yang dibangun tahun 1932 yang berfungsi untuk suplai air masyarakat Bukittinggi di kala itu.
Tentang kisah Benteng Fort de Kock sendiri, saya kutip dari bobo grid id, didirikan oleh seorang kapten bernama Johan Heinrich Conrad Bauer, pemimpin salah satu satuan pasukan tentara Hindia-Belanda di wilayah pedalaman Sumatera Barat.
'Sterreschans' begitu nama asalnya, yang artinya benteng pelindung. Lalu diubah menjadi Fort de Kock yang diambil dari nama lain dari Bukit Jirek, tempat dimana benteng itu dibangun. Nama yang dibuat oleh Bauer atas penghargaan kepada Hendrik Merkus Baron de Kock, Letnan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda dan sekaligus menjadi Komandan Militer saat itu.
Nah, ketika Perang Paderi berlangsung pada 1803-1838 terjadi pertikaian antara Kaum Adat yang masih melakukan adat lama dengan Kaum Paderi yang percaya kepada syariat Islam. Saat itu, tentara Hindia-Belanda berpihak pada kaum adat, membuat mereka bebas mendirikan beberapa benteng di wilayah dataran tinggi Minangkabau untuk mengalahkan Kaum Paderi. Yaitu: Benteng Fort de Kock di Bukittinggi dan Fort van der Capellen di Batusangkar.
Namun ternyata hubungan Kaum Adat dan Hindia-Belanda tersebut tidak berjalan baik. Salah satunya membuat hampir seluruh bangunan Benteng Fort de Kock hancur dan hanya tersisa parit yang pernah ada di sana.
Sambil membacakan sejarah benteng ke anak-anak, dari peta wisata yang saya ambil di hotel, kami berempat duduk menikmati kicauan burung dari sangkar besi di area yang sama. Beneran suasananya adem bikin ngantuk dan malas kemana-mana hahaha. Kalau enggak ingat kami mesti berkunjung ke sebelah enggak bakal beranjak deh rasanya.
Tak heran karena area ini sejak 2002 memang diresmikan sebagai Bukittinggi City Park Dan Tropical Bird Park oleh pemerintah daerah. Taman Kota Bukittinggi dan Taman Burung Tropis didirikan dengan pohon-pohon yang rindang, lampu-lampu antik, tempat bermain anak serta sangkar burung yang berjajar menjadi suguhan tambahan bagi para pengunjungnya.
Akhirnya sesuai rencana, setelah berkeliling area, kami pun menyeberangi Jambatan Limpapeh untuk mengunjungi Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan yang ada di seberang benteng.
Hanya saja di sana kami kecewa!
Benteng Fort de Kock dulunya (sumber: wikipedia org) |
Bangunan asli Benteng Fort de Kock (sumber: wikimand com) |
Jambatan Limpapeh, Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan dan Museum Rumah Adat Nan Baanjuang
Ya, dari area Benteng Fort de Kock, pengunjung dapat menyeberang ke Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan menggunakan Jambatan Limpapeh.
Jambatan Limpapeh adalah sebuah jembatan besar yang menghubungkan area Benteng Fort De Kock dan Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan di atas Bukik Jirek. Jembatan ini dibangun tahun 1995, di mana dari tengah jembatan kita dapat melihat pemandangan bentangan Bukit Barisan yang indah dan megahnya gedung kantor Walikota Bukittinggi di atas bukit Gulai Bancah. Bila menghadap ke selatan, mata kita akan dimanjakan dengan hamparan Gunung Marapi dan Gunung Singgalang.
Setelah sampai di seberang, mata langsung ketemu kandang gajah...dan barulah saya sadar oh ternyata yang ramai di sini. Yup, dibandingkan di Benteng Fort de Kock tadi Taman Marga Satwa Budaya Kinantan yang lebih populer disebut sebagai Kebun Binatang Bukittinggi ini lebih ramai. Maklum kebun binatang pasti lebih menarik bagi anak-anak, kan?
Saya kutip dari website resminya, visitbukittinggi, pada tahun 1900 kawasan ini adalah kebun binatang yang dinamai "StromPark" yang menjadi tempat favorit masyarakat di kala itu. Kemudian tahun 1929 Belanda membangun kebun binatang sehingga ratusan satwa menghuni kebun binatang dapat dilihat oleh wisatawan dengan aman di kawasan yang lebih representatif.
Hingga kini namanya menjadi Taman Marga Satwa Budaya Kinantan.
Nah, setelah menikmati atraksi gajah, melangkah ke depan lagi kami temui Museum Rumah Adat Nan Baanjuang.
Museum ini merupakan objek wisata tradisional yang berada di dalam area Taman Marga Satwa Budaya Kinantan. Dibangun pada tahun 1935 berbentuk rumah Tradisional Minangkabau yang memiliki anjuang kiri dan kanan.
Sebagai pecinta museum kami enggak akan melewatkan dan menaiki tangga kayu memasuki pintu dan masuk ke dalam. Tapiiii...ternyata di sini dipungut biaya tiket lagi dan itu harus pakai BRIZZI. Waktu saya bilang, saldo saya enggak ada lagi, petugas meminta saya balik ke loket di gerbang benteng Fort de Kock tadi untuk membeli, karena di situ tidak menerima layanan top up.
Duh....! Itu kan jauuuuuh, nyebrang dan turun bukit lagi. Hiks!
Meski acung jempol, pengelolaan satu pintu dengan konsep electronic money begini akan aman dari sisi keuangan. Karena kemungkinan uang tiket ditilep oleh oknum, seperti pada retribusi cash akan bisa dihilangkan.
Gerbang Jambatan Limpapeh dari arah Benteng Fort de Kock |
Jambatan Limpapeh dari jalan di bawahnya |
di atas Jambatan Limpapeh |
Gajah, salah satu satwa di Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan |
Museum Rumah Adat Nan Baanjuang |
Meski kecewa teteup ada, bukan masalah besaran uangnya (kalau enggak lupa, 15 ribu juga tiketnya). Tapi kenapa dikasih tahunya di sini ya. Secara saya dan suami adalah pemegang uang elektronik dari bank sebelah yang memang itu yang berlaku di tol di Jawa (baca: e-Money Bank Mandiri) dan kartu buat bayar ongkos Transjakarta dan lainnya (baca: Flazz BCA).
Jadi saya memang belum pernah punya BRIZZI dari BRI sebelumnya!
Hm, kenapa di loket depan tadi waktu saya tanya berapa, dibilang mbaknya perlu untuk tiket 60 ribu, yo wis saya isi segitu! Huhuhu, nyesel juga kenapa tadi enggak dilebihin ya...
Akhirnya setelah saya kekeuh minta bayar cash enggak boleh, kami keluar dari tempatnya. Padahal rumah adat ini menarik sekali, hampir semua bahan bangunan masih terlihat ketradisionalannya, seperti atap bangunan dari ijuk, dinding kayu/bambu serta berlantai kayu.
Di mana saya kutip dari website resmi visitbukittinggi, museum ini didirikan dengan tujuan menghimpun benda-benda sejarah dan merekam budaya Minangkabau. Dan di dalamnya menyimpan benda-benda kuno serta koleksi benda budaya Minangkabau. Meliputi beragam pakaian adat dari berbagai daerah di Ranah Minang, Pakaian Pengantin, Pelaminan, Songket, Peci, Saluak, beragam Perhiasan, Buku-buku, Kitab Suci Al-Quran dan mata uang kuno, serta perlengkapan bertani, perlengkapan mencari ikan, perlengkapan berburu dan perlengkapan pertukangan. Oia, di area halaman museum juga dihiasi dengan Patung Kabau Padati.
Well, daripada gondok, akhirnya kami duduk-duduk di depannya, ada taman dengan kolam dan burung Pelican. Nah, karena pengunjung di sini lumayan padat, dan anak-anak sudah kurang tertarik lagi pada binatang (karena sudah beberapa kali ke Ragunan), jadi kami memutuskan untuk duduk santuy-nya di Benteng Fort de Kock saja yang lebih adem dan tenang.
Berbalik arah kami menyeberangi Jambatan Limpapeh lagi dan memilih spot buat selonjoran. Sampai perut merasa lapar kami pun meninggalkan area benteng Fort de Kock ini.
Jadi Benteng Fort de Kock Itu..
Meski bangunan asli sudah enggak ada lagi, enggak seperti Benteng Marlborough di Bengkulu yang masih utuh, pas dikunjungi bersama keluarga sebagai wisata edukasi dan tempat menenangkan diri.
Sembari menceritakan kepada anak-anak perjuangan para pendahulu mengingat Bukittinggi adalah kota yang pernah menjadi Ibu Kota Indonesia pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Tak hanya itu, kota ini juga pernah menjadi Ibu Kota Provinsi Sumatra dan Provinsi Sumatra Tengah dan pada zaman kolonial Belanda dan mendapat julukan sebagai Parijs van Sumatra.
Nah, untuk tips mengunjungi Benteng Fort de Kock ini beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Siapkan kartu BRIZZI dengan saldo cukup atau jika di loket baru ngisi lebihkan saldonya agar bisa masuk ke Museum Rumah Adat Nan Baanjuang nanti
- Bawa bekal makan/minum dan nikmati di kawasan benteng, ada banyak tempat duduk di sana, tapi ingat jaga kebersihan area
- Jika menyeberang ke Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan sediakan waktu untuk mengunjungi aneka satwa eksklusif yang ada
- Kunjungi juga Museum Rumah Adat Nan Baanjuang di kawasan yang sama karena (saya lihat sekilas) menarik koleksinya
- Jangan lewatkan spot pepotoan berlatar meriam, prasasti, menara air dan berbagai tempat menarik lainnya di sini
Well, Kota Bukittinggi memang memiliki berbagai destinasi keren. Tak hanya wisata alam, sejarah dan budaya tapi juga merupakan salah satu pusat perdagangan grosir terbesar di Pulau Sumatra. Pusat perdagangan utamanya terdapat di Pasar Ateh, Pasar Bawah, dan Pasar Aur Kuning, sehingga selain mengunjungi tempat wisata jika ada niatan berbelanja atau berniaga kita bisa mengunjunginya.
Tempat wisata lainnya yang ramai dikunjungi adalah Jam Gadang, yaitu sebuah menara jam yang terletak di jantung kota sekaligus menjadi simbol bagi Kota Bukittinggi, yang Alhamdulillah juga sempat saya singgahi di roadtrip Sumatera kali ini.
Oia, sudah pernahkah dirimu ke Bukittinggi?
Jangan lupa singgah ke Benteng Fort de Kock juga ya nanti!💖
Happy Traveling
Terima kasih sudah singgah:)
BalasHapuswah seru sekali cerita perjalanan nya mbak
BalasHapusaku belum pernah ke bukittinggi mbak
semoga someday bisa jalan jalan kesana, pengen ke jam gadang aku
Belum Mbak, pingin banget ke Benteng Fort de Kock, Bukittinggi destinasi idaman
BalasHapusApalagi kebayang kulineran sesudah nya. Yummy 😋😋😋
Seharusnya emang ada penyampaian di loket masuk ya jadi bisa lebih prepare. Noted tipsnya, biar ga ikutan kecewa kalau suatu saat ada kesempatan dan rejeki bisa bawa anak-anak berkunjung ke benteng ini :D
BalasHapusKalau berkesempatan singgah ke Bukittinggi main ke lokasi wisata ini gak terlalu asing, soalnya udah banyak informasi yang saya dapat dari sini. Berasa mengulang pelajaran sejarah ya...
BalasHapusSaya terakhir ke Bukit Tinggi itu tahun 2007. Sebulan setelah pensiun jadi pegawai. Kebetulan kakak ipar tinggal di Padang, jadi saya diajak ke Bukit Tinggi. Sayang banget dulu belum ngeblog dan file-file foto lama sudah susah dicari lagi.
BalasHapusBukit Tinggi menurut saya sangat cantik. Banyak peninggalan sejarah yang sangat bernilai seperti benteng Fort de Kock, beberapa ngarai dan lobang tempat persembunyian jaman Jepang, Jam Gadang, plus wisata kulinernya juga menarik ya Mbak. Udaranya juga menyenangkan. Jalan-jalan sehabis subuh itu segar banget.
Tapi sayang banget itu ya gak bisa masuk Museum nya gegara urusan isi Brizz. Bener tuh harusnya dikasih tau di awal-awal supaya para pengunjung siap-siap ngisi yang banyak biar gak kejebak di dalam.
Benteng Fort de Kock - Bukit Tinggi destinasi idaman dan unik bangunannya, sehingga yang berkunjung bisa menikmatinya, namun seharusnya ada penyampaian di loket masuk jadi bisa lebih prepare ya ...
BalasHapuspernah punya brizzi, tapi karena tinggal di kota kecil jadi jarang kepake. Sekarang mungkin udah kedaluarsa wkwkwk... Btw, seneng kalo bisa ngajak anak wisata sejarah gini, nambah wawasan banget..
BalasHapusbenteng saksi sejarah kita ini yaa mba, seru deh berkunjung ke tempat historis yang asri dan sejuk banyak pepohonan
BalasHapusSuch a nice place to visit mbak. BTW, setiap kali baca atau denger kayta Bukittinggi, aku ingat salah satu wilayah di dekat aku ini mbak, ada nama daerahnya Tebing Tinggi. Hehe.. Sodaraan ga sih, tapi jauh2an, satunya di Kalsel.
BalasHapusSenangnyaaaa bisa melihat dan jalan jalan virtual kek gini mbak!
BalasHapusAku sudah lama banget pengen ke Padang, tapi hingga sekarang belom kesampaian. Doain ya aku bisa jalan jalan juga ke Fort de knox ini
oooh pantesan ya banyak juga bangunan lawas di bukittinggi, aku lupa kalau bukittinggi sempet jadi ibukota indonesia
BalasHapusbtw sayang banget bangunan asli bentengnya udah gak ada
pantesan kok beda banget
Seru yaa jalan jalannya ke Bukittinggi ! Sambil berdoa semoga bisa segera ke sana juga. Padahal ga sampai 10 jam perjalanan, tapi belum pernah juga ke sana
BalasHapushahaha...Tebakan saya (di komen FB) salaaaah ternyata. Nebaknya karena cari bolo setelah kami 3 kali ke rotterdam sll kecewa. Dan baru pd kunjungan ke-4 bisa tdk kecewa hahaha
BalasHapusbtw, saya belum pernah ke bukit tinggi, mana sekarang sudah jauuuh hihihi
Whaatt, metode bayarnya pakai Brizzi doang? :P Sungguh ther-la-luuu
BalasHapusHari giniii, harusnya ya ga usah dibatas2in gitu lah ya. Pake segala metode aja laahh
Tapii, aku teteppp pengin ke sini mba
InsyaALLAH habis pandemi, moga ada rezeki!
Belum pernah ke Bukit Tinggi, tahu pas jaman nonton SIti Nurbaya dan cita-cita kepingin ke sana.
BalasHapusSama dong ya, saya juga pecinta museum dan selalu suka kalau diajak jalan-jalan ke Museum. Ok Fix noted, sebaiknya memang harus ditanyakan terlelbih dahulu setiap mengunjungi tempat wisata, akan ada pembayaran lagi atau tidak. Soalnya repot juga kalau balik lagi ke loket awal untuk melakukan transaksi y
Sebaiknya diinfokan di depan kali ya, bahwa di dalam ada beberapa transaksi yang hanya bisa pake brizzi, biar ga bolak-balik
BalasHapusAku suka banget sama wisata sejarah, serasa memutar waktu gitu, Mak. Baiklah, well noted harus siapin isi tiket Brizzi yang banyak biar ga bolak balik. Kebayang itu kalau harus PP ke pintu masuk. Baru dikasih tau aja udah lemes duluan
BalasHapusIh koq diskriminan begitu ya, harus bayar pake Brizzi ... maunya kan ada pilihan-pilihan .... hiks.
BalasHapusBelum.. ih mauu mba. Aku jd inget pspb 🤣 perang padri.
BalasHapusNggak punya Brizzi jg nih akuu. Noted ah. Itu fotonya kok jauh2an mba yg duduk2 di depan kolam. Hihii.. bukit tinggi mupeeeng ksana
wah kok gitu ya, harusnya ada penjelasan atau ada papan pemberitahuan lah ya, 15 ribu itu untuk masuk ke mana saja. Semoga sekarang kelengkapan informasinya sudah ditambahkan sama pihak pengelola ya, semoga juga bisa segera terima pembayaran dari kartu lain
BalasHapusaku ikutan gondok, mbaaa ... kenapa cuma ada si bank sebelah dan enggak bisa top up. Lha ini kan mau berkunjung jadi puter balik.
BalasHapuspadahal yaa kalau bisa masuk ke benteng trus taman marga satwa dan rumah adat bakal puas menjelajah tempat wisata di Bukittinggi.
Whistlistku nih pengen berkunjung ke Bukittinggi. Andai pandemi usai bisa kesana nih
BalasHapusAku pengen banget bisa berkunjung ke Bukittinggi moga kesampaian ya..sayang kurang informasi ya petugasnya mana nggak boleh bayar tunai masuk ke sana..
BalasHapusaku belum pernah ke sini sebelumnya tempatnya bagus banget dan indah ya aku kayaknya emang jarang banget liburan dan kurang piknik emang pengen banget suatu saat bisa piknik
BalasHapusSeru banget jalan-jalan ke Benteng Fort de Kock yaa..
BalasHapusLuas sekali dan sepertinya harus sedia energi yang baik dari rumah. Bagaimana dengan tempat makannya, kak?
Aku rindu ke Sumatera.
waaa saya malah belum kesampaian ke sana nih mba... padahal udah kapan tahun rencana... waktu kecil banget pernah tapi kan sudah lupa ya.. Mudik nanti ke sana ah...
BalasHapusPernah ke Bukit Tinggi tapi sayang nggak sempat mampir ke benteng Fort De Kock ini soalnya naik bis jarak jauh. Semoga ke depan bisa liburan ke sana.
BalasHapusWah benteng yang ada di buku-buku sejarah deh ya Benteng Fort de Kock ini. Seru banget bisa main ke sana. Kalo ikut ke sana, anakku yang nomor 3 bakalan suka deh.
BalasHapusSaya belum pernah ke Bukittinggi mba. Terima kasih lhoooo sudah dikasih tau tips ketika mengunjungi Benteng Fort de Kock. Harusnya dari depan dikasih tau ya kalau nanti di dalam butuh bayar apalagi, jadi kan bisa sekalian isi Brizzinya di depan itu.
BalasHapusWah, ini beneran kudu baca tipsnya ya, aku pun kalau bukan hadiah juga mungkin gak punya BRIZZI. Ini karena dikasih edisi khusus sama teman jadi makin lengkap koleksi e money-ku. Btw ini terusan gitu tempat wisata semua yo. Tapi kalau bawa DuoNaj bisa-bisa harus gendong nih. Mayan juga jalannya.
BalasHapusAaah aku jadi ikutan jalan jalan juga akhirnya karena membaca cerita disertai dengan foto
BalasHapusYa Allah semoga aku bisa main ke sini juga kapan-kapan, aamiin.
BalasHapusseru banget rasanya ya jadi mengenal sejarah
Rasanya aku ikut jalan-jalan juga pas baca artikel ini. Sudah lama banget pengen ke Bukit Tinggi. Belum pernah ke sini. Semoga kalau pas ke Bukit Tinggi bisa berkunjung ke Bneteng Fort de Kock
BalasHapusBaru pertama kali ke Padang dan ingin kembali untuk mampir ke Bukit Tinggi. Masih macet juga ya depan jam gadang meski pandemi.
BalasHapus