Ibuku Inspirasiku
Sabtu lalu Ibu saya berusia 76 tahun. Alhamdulillah Beliau masih sehat meski penyakit tua mulai menemani kesehariannya. Ibu masih berkegiatan seperti biasa, sibuk di dapur, menyiapkan keperluan Bapak - yang memang lebih uzur, mengunjungi sanak saudara dengan diantar oleh kakak saya atau salah satu cucunya, menghadiri aneka acara silaturahmi (meski sejak pandemi enggak lagi) dan masih wara-wiri. Pokoknya jarang sekali berdiam diri.
Ibu, sosok perempuan sederhana yang hanya tamat Sekolah Menengah Pertama tapi berhasil membesarkan keenam putri hingga mengecap pendidikan tinggi pun mampu mandiri.
Ibu, sosok perempuan yang menjadi inspirasi saya dengan segala kesahajaannya!
foto Bapak dan Ibu - April 2020 |
Ibu dan Takdirnya
Terlahir dengan gelar Raden Ayu di depannya (meski di ijazah oleh orangtuanya tidak disertakan), Ibu adalah sulung dari 7 bersaudara - dari istri kedua (Mbah Putri saya dinikahi setelah istri pertama Mbah Kung meninggal). Dengan 3 orang kakak tiri, jadi total saudara Ibu ada sepuluh - 6 perempuan dan 4 laki-laki.
Kedua orangtua Ibu, Mbah Kung dan Mbah Putri, termasuk orang berpunya saat itu karena keduanya bekerja sebagai Guru Sekolah Rakyat (SR) dan berasal dari keluarga berlatar belakang pegawai pemerintah. Saat itu, profesi guru dan pegawai termasuk kalangan priyayi yang dihormati dengan tingkat ekonomi mencukupi.
Yang ada di ingatan saya, rumah Mbah Kung dulu besaaaar dengan pekarangan yang luaaaas. Kata Ibu, kala itu keluarga besar mereka memiliki 4 orang rewang yang bekerja di rumahnya. Semua anak dikirim untuk bersekolah ke tingkat SMP di kota (Kediri) karena di tempat tinggal mereka yang berlokasi di perbatasan Kediri-Blitar hanya ada Sekolah Rakyat saja. Kemudian nanti mereka akan melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas juga di sana.
Tapi tidak dengan Ibu...
Saat itu Ibu duduk di bangku SMP. Setiap pulang ke rumah di akhir pekan, ada Bapak saya yang datang ke rumah Mbah. Bapak saya, saat itu adalah guru baru di SR di mana Mbah Kung saya jadi kepala sekolahnya. Bapak yang orang Kediri kota, ngekos dekat rumah Mbah saya. Dan sebagai anak kos dengan gaji pas-pasan, tiap akhir pekan Bapak bantu-bantu di rumah Mbah Kung kemudian sering diajakin makan bersama juga dibawain tentengan saat pulang oleh Mbah Putri saya.
Di sinilah benih cinta mereka bermula. Hingga saat Ibu tamat SMP, Bapak meminangnya. Beliau berdua berbeda usia 6 tahun. Hingga di usia 17 tahun pun Ibu memulai takdirnya, sebagai istri yang setia pada suami dan keluarganya.
Lalu, Apa yang Menginspirasi dari Sosok Ibu?
Ibu saya itu....:
1. Sabaaaar
Jadi, setelah menikah, Bapak Ibu tinggal di rumah Mbah. Sesudah kakak pertama saya lahir, Bapak mutasi ke SR yang ada di kota Kediri. Akhirnya Bapak Ibu tinggal di rumah Ibunya Bapak yang seorang janda (Mbah Kung meninggal saat Bapak SD kelas 3) hingga bisa punya rumah sendiri tidak lama dari kelahiran saya.
Berbeda dengan keluarga Ibu yang berkecukupan, Bapak yang ditinggal Bapaknya dari kecil hidup sederhana dengan Ibunya. Beberapa saudara Bapak dititipkan ke Paklik/Buliknya agar bisa bersekolah, sehingga mereka sejak kecil terpisah. Nah, keluarga besarnya Bapak itu kebanyakan berpunya dan berpendidikan tinggi.
Ibu yang 'gadis desa' dan enggak sekolah jadi bulan-bulanan saudara, ipar dan sepupu Bapak. Ibu disuruh-suruh, dikatain itu ini, pokoknya kurang diterima keberadaannya. Tapi Ibu sabar menghadapinya. Syukurnya, Mbah Putri baik pada Ibu. Padahal ya, Ibu yang biasa di rumah orangtuanya berkecukupan harus hidup pas-pasan dengan suaminya, bukankah perjuangan yang butuh kesabaran?
2. Pemaaf
Bertahun setelahnya, mereka yang dulu bersikap tidak baik pada Ibu itu, Qadarullah kondisinya berkebalikan dengan Bapak Ibu. Tahu kan roda berputar? Nah, saya lihat sendiri Ibu membantu mereka padahal kalau diingat (dari cerita kakak saya) sikap mereka dulu enggak ada baik-baiknya.
Ketika kami tanya, Ibu selalu menjawab, "Wong urip kui tulung tinulung, ndhisik yo ndhisik, saiki yo saiki. Ora perlu digawe tatu, dilalekke wae ora perlu dadi watu!" (Orang hidup itu tolong menolong, dulu ya dulu, sekarang ya sekarang. Enggak perlu dianggap luka, dilupakan saja enggak perlu jadi batu)
Duh...padahal kalau saya pikir, sekali disakiti orang akan malas untuk berbaik hati. Tapi ibu mau memaafkan. Salut, Bu!
Bapak, Ibu dan keenam putrinya |
3. Setia
Ibu itu tipe istri yang setianyaaaa.....Sampai-sampai kalau jalan-jalan jauh dan bukan urusan penting, kalau Bapak enggak bisa ikut enggak jadi pergi. Ibu takut Bapak enggak ada yang ngurus kalau ditinggal nanti. Memang keperluan Bapak sampai kini semua masih disiapkan Ibu. Dulu saat kami semua masih kecil juga gitu. Anak-anak bagi Ibu adalah hal utama. Pokoknya dunia Ibu adalah suami dan anak-anaknya. Buat dirinya sendiri sepertinya nomor kesekian dalam hidupnya.
4. Mandiri
Ibu bagi saya adalah sosok yang mandiri. Meski tidak bekerja di luar rumah Ibu selalu sibuk mengerjakan itu ini. Urusan rumah sepertinya beres semua jika ada masalah, kalau perlu banget baru minta tolong Bapak.
Maklum, Bapak saya yang guru, agar bisa mencukupi semua, ngajar dari pagi sampai sore/malam. Selain di sekolah negeri juga ngajar di sekolah swasta untuk cari tambahan peghasilan. Jadi, urusan rumah sepertinya sudah pasrah biar di-handle Ibu. Dan, jadilah Ibu menjadi sosok yang segala tahu!
5. Percaya Diri
Ibu itu percaya dirinya luar biasa, pasalnya meski dengan pendidikan yang hanya lulus SMP Ibu saya santai sekali bergaul degan siapa saja. Bisa masuk ke berbagai kalangan dengan luwesnya. Ibu saat muda aktif jadi anggota Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) di desa saya, aktif di kegiatan Dharma Wanita dan beberapa organisasi lainnya. Ibu enggak akan kehabisan bahan perbincangan dengan siapa saja. Bahkan saat Bapak jadi Kepala Sekolah, Ibu terbiasa pidato di kegiatan Dharma Wanita juga tanpa kendala.
Ya, meski enggak mengecap sekolah tinggi, Ibu banyak membaca, rutin baca koran Jawa Pos, majalah Panjebar Semangat dan bacaan lainnya. Sehingga Ibu bertambah wawasannya bikin pede tampil di depan umum jadinya.
Selain itu, Ibu pede sekali nganterin semua putrinya saat daftar kuliah ke kota lain, cari kos sampai urus semua. Padahal itu bisa jadi tempat baru di mana enggak ada yang dikenal oleh Ibu. Tapi Ibu pede wara-wiri urus itu ini kalau enggak ngerti nanya ke sana-kemari, tanpa ada malu dan takut. pokoknya pede! Proud of you, Bu!
6. Bersahaja
Dari dulu hingga kini, Ibu tampil apa adanya. Enggak mempermasalahkan merk baju atau barang yang dipakainya. Tetap cuma tersapu bedak dan olesan lipstick saja di bibirnya. Ibu enggak pernah neko-neko! Bahkan prinsip Ibu saat kami kecil dulu yang nomor satu uang untuk sekolah anak, bukan untuk macak! Sungguh kesahajaan yang patut diteladani, bahwa skala prioritas dalam mengatur keuangan keluarga itu nomor satu!
7. Penuh Semangat
Ibu saya pintar memasak, bisa menjahit, bebikinan kerajinan, ....ahli seputar keterampilan perempuan dan tekun jualan. Dari sini juga Ibu dulu bisa membantu Bapak menambah penghasilan dengan jualan di rumah, nitip kue ke warung sekolah, terima pesanan nasi kotakan juga kue saat lebaran.
Pokoknya, prinsip Ibu, meski dari rumah masih bisa mengumpulkan rupiah untuk tambah-tambah biaya sekolah. Menurutnya perempuan mesti berdaya dan bisa melakukan kegiatan sesuai dengan kebisaannya. Ini juga yang memotivasi saya meski bukan untuk tujuan utama cuan, menekuni dunia kepenulisan saat memilih menjadi Ibu Rumah Tangga.
...
...
Well, masih banyak hal yang benar-benar menginspirasi dari Ibu. Sebuah teladan bagi saya, meski capaiannya enggak ada apa-apanya dibandingkan dengan yang Ibu lakukan.
Tapi, sungguh contoh nyata yang ada di depan mata itu ternyata dampaknya luar biasa. Membuat saya mengambil hikmahnya, untuk berusaha memberi teladan kebaikan pada anak-anak saya.
Alhamdulillah, sampai kini saya masih bisa tjurhat dan minta nasihat pada Ibu. Semoga Allah memberi Ibu kesehatan dan keberkahan atas semua yang telah Beliau jalankan. Aamiin!
Ibuku Inspirasiku! Love You, Bu!💖
Nah, kalau kamu, siapa perempuan yang menginspirasimu?
#bloggerJoeraganArtikel
Terima kasih sudah singgah:)
BalasHapusSamma...aku ya ibuku perempuan yg menginspirasi, buatku. Kok mirip ya mb Dian, Mamaku juga anak sulung, tapi dari 8 bersaudara. Eyang putri, juga istri kedua, istri pertama Eyang Kakung wafat meninggalkan satu putri.
BalasHapusTerharu yaaa mengingat perjuangan ibu masing-masing. Semoga bisa mencontoh jadi teladan juga...
Bagaimanapun keadaannya, seorang ibu akan selalu menjadi sosok inspirasi bagi anak-anaknya. Semoga kita juga menjadi sosok yang diidolakan oleh anak-anak kita. Btw, saya bayangkan kalau keluarga ibunya mba Dian ngumpul betapa hebohnya ya...keluarga besar soalnya.
BalasHapusSemoga selalu sehat untuk ibu nya ya mba, dan sosok ibu nya menginspirasi sekali ya. Apalagi kalau dizaman sekarang sulit sekali memiliki sifat demikian.
BalasHapusDan kita sebagai anak semoga selalu memuliakan orang tua karena mereka selalu berjuang dan menyayangi kita (anaknya) tanpa pamrih.
Ya Alloh, sabar dan pemaaf banget ya ibunda Mb Dian.
BalasHapusLuka hati yang sudah tergores, janganlah membuat hati kita menjadi sekeras batu.
Sukaa banget dengan quote ala ibunda mbak ini.
Salam takzim buat ibunda, ya mbak.
Salut dan hormat buat ibunda Mba Dian. Gak banyak orang yang legowo dan bisa memaafkan kesalahan orang lain. Terutama mereka yang sdh menorehkan luka.
BalasHapusPantesan mba Dian orangnya juga anteng, bersahaja. Ada titisan dari kanjeng ibu yah. Kalian berdua inspiratif sekali.. salam takzim!
Masya Allah. Bisa dengan mudah memaafkan orang-orang yang merendahkan kita itu keren banget. Ibu mbak Dian luar biasa. Semoga ibunda selalu sehat, ya mbak.
BalasHapusSaya punya sedikit kenangan dengan majalah Panjebar Semangat. Dulu waktu saya masih kecil, setiap kami berkunjung ke rumah almarhum mbah putri di Pekalongan, saya sering lihat majalah Panjebar Semangat. Tapi karena saya lahir dan besar di Jakarta, saya nggak bisa bacanya. Paling yang saya baca cuma bagian komiknya. Hehe