Itinerary 11 Hari Roadtrip Sumatra
Itinerary 11 hari Roadtrip Sumatra, baru saya tuliskan sekarang karena sedang luang menang arisan blog. Ya Allah, toloooong kok kesannya jadi sombong, sok sibuk bener! Kwkw.
Serius Guys..., sepulang traveling kalau bisa tuh langsung gercep tulis cerita perjalanannya. Karena kalau sudah keluar magernya, enggak kira-kira nunggu sembuhnya. Duh! Jadilah sampai sekarang saya belum selesai semua nulisnya! Oh, tydaac!!
Tapi, enggak apa-apa, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, kan?
Baiklah, Alhamdulillah tanggal 30 Desember 2019 dini hari, saya sekeluarga sampai di Jakarta lagi setelah mengelilingi Pulau Sumatra selama 11 hari.
Tanggal 20 Des 2019, kami mengawali perjalanan dari Jakarta, menempuh lebih dari 3000 km dengan rute: Jakarta - Bandar Lampung - Bengkulu - Padang - Bukittinggi - Jambi - Palembang - Jakarta dan mengunjungi tempat-tempat indah di Bumi Suwarnadwipa.
Sempat ada drama di tengah perjalanan ini, karena suami sakit hingga harus dirawat seharian di UGD di RS Bengkulu karena demam tinggi. Juga, saya dan si sulung yang akhirnya periksa ke dokter di sana karena batpil parah. Alhamdulillah, semua bisa terlewati dengan baik.
Meski, karena faktor kesehatan, cuaca di perjalanan dan sikon jalan yang di luar perkiraan, ada beberapa itinerary yang akhirnya harus kami relakan.
Maklum, suami full di belakang kemudi karena enggak tega "sopir cadangan" macam saya ini menempuh jalanan Trans Sumatera yang butuh keahlian tersendiri.
Oia, perjalanan ini adalah semacam nostalgia bagi suami saya, karena dulu saat masih lajang dia pernah 5 tahun tinggal dan bekerja di Bengkulu. Maka rute roadtrip ini sebagian besar sudah pernah dia lewati...Duluuu, 20 tahunan lebih yang lalu!
Tapi, sungguh roadtrip kali ini menjadi perjalanan yang sangat berkesan bagi kami. Selama ini, kami memang lebih memilih perjalanan via darat dengan melewati banyak tempat, menyinggahi berbagai destinasi hebat dan berinteraksi dengan masyarakat setempat.
Sebelumnya, kami sudah pernah menjelajahi kota-kota indah yang mengelilingi Danau Toba dan sebagian besar Sumatra Utara (saat 5 tahun tinggal di sana) dan sempat ke Banda Aceh, mendatangi banyak tempat cantik di Pulau Jawa, Madura dan Bali, juga roadtrip ke 48 negara bagian di Amerika (saat 2 tahun tinggal di sana).
Baiklah, biar enggak terlalu panjang, ceritanya saya bagi per kota tempat kami menginap saja ya....
Bandar Lampung
Hari pertama, kami tiba di Bandar Lampung setelah menyeberangi pelabuhan Merak - Bakauheni dengan kapal ferry reguler. Perjalanan lancar melalui ruas tol Bakauheni - Terbanggi Besar. Malamnya, kami hanya keluar sebentar untuk makan malam dan segera kembali ke hotel untuk istirahat.
Hari kedua kami menyambangi 2 tempat wisata, yakni Puncak Mas dan Pantai Sari Ringgung. Lalu, singgah ke Masjid Agung Al Furqon Bandar Lampung, ditutup kulineran ke Mal Boemi Kedaton Bandar Lampung. Wisata sehari yang lengkap, wisata gunung, pantai, religi dan merasakan jadi warga lokal dengan.... nge-mal. Kwkwkw
Ketika di Puncak Mas, sempat kecewa. Karena sedang ada perbaikan beberapa wahana sehingga tidak bisa digunakan. Juga, ada kerusakan di beberapa spot sehingga merusak pemandangan. Meski kecewa hati terobati saat menyaksikan pemandangan indah kota Bandar Lampung ke arah bawah.
Nah, Provinsi Lampung ternama dengan deretan pantai cantiknya. Ini membuat saya dan suami sampai bingung mau menyambangi yang mana.Tapi, karena lain kali masih pengin balik eksplor Lampung lagi, ya sudah, cari pantai yang enggak jauh dari tempat wisata Puncak Mas saja.
Dan, ternyata pilihan kami tepat adanya....Enggak nyangka kami nemu spot di ketinggian di lokasi Pantai Sari Ringgung, yang mana dari kejauhan terhampar pantai cantik yang terkelola dengan baik, masjid terapung, jajaran perahu nelayan, pulau kecil di lautan dan birunya air yang sungguh bikin hati tersentuh.
Ya, Pantai Sari Ringgung Lampung yang begitu memesona! Sebuah tempat wisata yang pas benar dikunjungi bersama keluarga.
Puncak Mas Lampung |
Puncak Mas Lampung |
Pantai Sari Ringgung |
Pantai Sari Ringgung |
Bengkulu
Rencana sebelumnya, kami akan stay di kota yang merupakan ibukota provinsi Bengkulu ini selama 4 hari. Tapi apa mau dikata, suami saya sakit saat di perjalanan Bandar Lampung - Bengkulu, hingga mesti bedrest selama 3 hari. Ya, manusia berencana, Allah menentukan ending-nya apa. Jadilah kami hanya punya waktu satu hari untuk mbolang di kota yang pernah dikuasai Inggris ini. Beberapa itinerary menuju luar kota kami coret dan pilihan tujuan terdekat akhirnya dijalani.
Pertama, kami mengunjungi Rumah Ibu Fatmawati Soekarno, Ibu Negara Pertama RI yang memang asli Bengkulu sini. Sebuah rumah masa kecil yang dipenuhi memorabilia Ibu Fatma.
Ibu Fatma adalah istri dari Presiden Soekarno dan menjadi Ibu Negara Indonesia dari tahun 1945 hingga tahun 1967. Merupakan istri ke-3 dari Presiden Pertama Indonesia (Istri pertama Ibu Siti Oetari Tjokroaminoto dan istri kedua Ibu Inggit Ganarsih). Ibu Fatma dikenal akan jasanya dalam menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang turut dikibarkan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.
Kemudian, kami mengunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno, yang dikelola oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi yang bangunannya masih sesuai dengan bentuk asli hanya peruntukan ruangannya saja disesuaikan dengan kondisi saat ini.
Di "Rumah Kediaman Bung Karno Pada Waktu Pengasingan di Bengkulu 1938 -1942" ini tersimpan rapi dokumentasi tentang Bung Karno dan kegiatannya, terutama selama tinggal di Bengkulu bersama istrinya, Inggit Garnasih. Dokumentasi berupa gambar, foto asli, pakaian, lemari, sepeda, meja, kursi....dan masih banyak lagi, disertai penjelasan yang membuat pengunjung paham dan mengerti. Pas buat wisata edukasi sekaligus membuat kita menghargai sejarah Proklamator RI ini.
Ketiga, kami berkunjung ke benteng yang berlokasi di atas bukit buatan menghadap ke arah Kota Bengkulu dan memunggungi Samudera Hindia yang diberi nama Fort Marlborough. Nama ini untuk menghormati komandan ternama Inggris, John Churchill yang bergelar Duke of Marlborough, jenderal Inggris terkenal di awal abad ke-17, yang merupakan pemimpin pasukan ekspedisi Inggris ke daratan Eropa atas kepercayaan Ratu Anne.
Secara resmi benteng dibuka untuk umum pada 24 April 1984 dengan beberapa perubahan yang sedikit mengubah bentuk dan keasliannya. Meski demikian dokumentasi perjalanan Benteng Marborough ini tetap bisa kita nikmati di ruang pamer museum yang kini menempati berbagai ruangan yang ada.
Lalu kami singgah ke Makam Sentot Alibasyah, Panglimanya Pangeran Diponegoro yang wafat pada 17 April 1855. Panglima termuda (17 tahun sudah jadi panglima) dari masa Perang Diponegoro 1825-1830. Makam ini termasuk Cagar Budaya yang dikelola BPCP Jambi.
Terakhir, kami menikmati sunset di Pantai Panjang yang ternyata jauh dari harapan. Pasalnya di tengah keindahan laut dengan langit yang bersih dan biru, di sisi lain pantainya sungguh bikin saya kecewa. Deretan penjual makanan dalam warung-warung yang terlihat berserakan. Kursi-kursi plastik dan gubug-gubug untuk pembeli menikmati jajanan yang tak kalah semrawutnya. Plus sampah yang menghiasi sepanjang jalan lintasan tempat menikmati pantai dan di sekitar tempat makan tadi. Kotor sekali! Saya sedih melihatnya. Sayang benar lautan yang indah di kejauhan dengan sunset-nya yang memesona tak diimbangi dengan kondisi pantai yang tak terkelola dengan baik.
Rumah Ibu Fatmawati Soekarno |
Rumah Kediaman Bung Karno Pada Waktu Pengasingan di Bengkulu 1938 -1942 |
Rumah Kediaman Bung Karno Pada Waktu Pengasingan di Bengkulu 1938 -1942 |
Rumah Kediaman Bung Karno Pada Waktu Pengasingan di Bengkulu 1938 -1942 |
Benteng Marlborough |
Benteng Marlborough |
Makam Sentot Alibasyah |
Pantai Panjang |
Padang
Ke Padang, sudah pasti harus berkunjung ke Masjid Raya Sumatra Barat, masjid terbesar di Sumatra Barat yang terletak di Jalan Chatib Sulaiman, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang. Peletakan batu pertama masjid ini pada 21 Desember 2007, pembangunannya tuntas pada 4 Januari 2019 dengan total biaya sekitar Rp 325–330 miliar, sebagian besar berasal dari APBD Sumatra Barat..
Menurut rencana awal, Masjid Raya Sumatra Barat akan dibangun dengan biaya sedikitnya Rp500 miliar karena rancangannya didesain dengan konstruksi tahan gempa. Oia, kerajaan Arab Saudi pernah mengirim bantuan untuk pembangunan masjid ini, tetapi karena terjadi gempa bumi pada 2009, peruntukan bantuan dialihkan oleh pemerintah pusat untuk keperluan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-bencana.
Tak lupa, kami juga singgah ke Pantai Padang atau populer dengan sebutan Taplau (tapi lauik, bahasa Minang yang artinya tepi laut). Di sini di antaranya ada Tugu Indian Ocean Rim Association (IORA) - Asosiasi Negara-negara Pesisir Samudra Hindia yang beranggotakan 20 negara dan enam mitra dialog. Sayangnya di sepanjang kawasan pantai ini ada berjajar pedagang aneka rupa dengan kursi berserakan dengan sampah makanan di sekitar. Jadi mengurangi keindahan pantainya.
Kami juga menyambangi Pantai Air Manis yang berpasir kecoklatan dengan ombak kecil datang dan pergi dirimbuni pohon di sisi. Sekitar 500 meter dari pantai ada Pulau Pisang yang saat air surut bisa dikunjungi dengan berjalan kaki dan jika laut pasang bisa dengan perahu didatangi. Udara bersih dan segar membuat pengunjung terlihat menikmati riak ombak dengan riangnya. Ada juga yang menjajal ATV yang disewakan penduduk setempat dengan harga sewa yang ditentukan.
Hanya sayangnya terlihat pondok makan penjual makanan dengan kursi dan payungnya yang tak beraturan di sekitar. Nampak di sana, di sini. Coba kalau ditata lebih rapi, pasti bakal indah dan asri. Oia, di sisi lain pantai ada Batu Malin Kundang dari legenda terkenal dengan nama yang sama. Ya, ada replika cerita Malin Kundang yang durhaka tak mau mengakui Ibunya, sehingga ia dan kapalnya dikutuk menjadi batu oleh Sang Ibunda. (Catatan: sedang ada renovasi area pantai ini saat saya berkunjung, kemungkinan kini sudah lebih baik penataannya)
Hanya sayangnya terlihat pondok makan penjual makanan dengan kursi dan payungnya yang tak beraturan di sekitar. Nampak di sana, di sini. Coba kalau ditata lebih rapi, pasti bakal indah dan asri. Oia, di sisi lain pantai ada Batu Malin Kundang dari legenda terkenal dengan nama yang sama. Ya, ada replika cerita Malin Kundang yang durhaka tak mau mengakui Ibunya, sehingga ia dan kapalnya dikutuk menjadi batu oleh Sang Ibunda. (Catatan: sedang ada renovasi area pantai ini saat saya berkunjung, kemungkinan kini sudah lebih baik penataannya)
Kemudian, kami juga mengunjungi Istano Basa Pagaruyung, yang terletak di Kecamatan Tanjung Emas, Kota Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat. Istano Basa yang berdiri kini adalah replika dari yang asli. Aslinya terletak di atas bukit Batu Patah dan dibakar habis pada tahun 1804 oleh Kaum Paderi yang kala itu memerangi para bangsawan dan kaum adat. Kemudian istana didirikan kembali tapi terbakar tahun 1966.
Hingga peletakan tunggak tuo (tiang utama) pada 27 Desember 1976 dilakukan oleh Gubernur Sumatera Barat waktu itu, Harun Zain, untuk menandai proses pembangunan kembali Istano Basa. Bangunan baru ini tidak didirikan di tapak istana yang lama, tapi di lokasi baru di sebelah selatannya. Dan di akhir tahun 70-an, istana dibuka kembali untuk umum.
Sayangnya, pada 27 Februari 2007, Istano Basa mengalami kebakaran hebat akibat petir yang menyambar puncak istana. Akibatnya, Istano Basa hangus terbakar. Ikut terbakar juga dokumen, serta benda-benda peninggalan kerajaan lainnya. Hanya sekitar 15 persen barang berharga yang selamat. Kemudian, istana ini dibangun lagi dengan biaya sekitar Rp 20 miliar. Dan selesai dibangun selama enam tahun dan kemudian diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada Oktober 2013.
Pantai Padang Taplau |
Masjid Raya Sumatra Barat |
Istano Basa Pagaruyung |
Istano Basa Pagaruyung |
Pantai Air Manis |
Tepi Danau Singkarak |
Bukittinggi
Tiba di Bukittinggi kami langsung ke ikon kota ini, Jam Gadang. Sebuah hadiah dari Ratu Belanda kepada HR Rookmaker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Selesai dibangun pada tahun 1926, menara jam ini dirancang oleh Yazid Sutan Maruhun dan Rasid Sutan Gigi Ameh dengan menelan biaya sekitar 3.000 Gulden.
Sejak didirikan, menara telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awalnya berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya, kemudian bentuk pagoda dan setelah Indonesia merdeka, diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau.
Didirikan di tengah Taman Sabai Nan Aluih, yang dianggap sebagai patokan titik sentral (titik nol) Kota Bukittinggi dengan konstruksi tanpa menggunakan rangka logam dan semen, tetapi campuran batu kapur, putih telur, dan pasir.
Kami juga berkunjung ke Benteng Fort de Kock Bukittinggi, kawasan benteng yang dibangun di atas Bukik Jirek pada tahun 1825 oleh pemerintah kolonial Belanda saat menghadapi perlawanan Perang Paderi. Benteng berada di ketinggian, dengan pepohonan besar di sekitar, asri sekali dan tersedia tempat duduk-duduk menikmati sejuknya hawa.
Dari area Benteng Fort de Kock, kami menyeberang ke Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan menggunakan Jambatan Limpapeh, jembatan besar yang menghubungkan area Benteng Fort De Kock dan Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan di atas Bukik Jirek. Jembatan ini dibangun tahun 1995, yang mana dari tengah jembatan kita dapat melihat pemandangan bentangan Bukit Barisan yang indah dan megahnya gedung kantor Walikota Bukittinggi di atas bukit Gulai Bancah. Bila menghadap ke selatan, mata kita akan dimanjakan dengan hamparan Gunung Marapi dan Gunung Singgalang.
Jam Gadang |
Benteng Fort de Kock Bukittinggi |
Jembatan Limpapeh |
dari atas Jembatan Limpapeh |
Jambi
Di Jambi kami mengunjungi Jembatan Gentala Arasy, salah satu ikon Kota Jambi yang jadi penghubung antara Kota Jambi dan Jambi Seberang. Uniknya jembatan ini hanya dapat dilalui oleh pejalan kaki. Tidak ada akses kendaraan baik motor maupun mobil untuk melewati jembatan ini. Oh ya, Jembatan Gentala Arasy diresmikan oleh Wapres Jusuf Kalla pada tahun 2015.
Kemudian kami juga mendatangi kawasan Percandian Muara Jambi yang tepatnya berlokasi di Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Akses menuju ke komplek candi yang pertama kali dilaporkan pada tahun 1820 oleh seorang Letnan Inggris bernama SC Crooke yang melakukan pemetaan daerah aliran sungai untuk kepentingan militer. Kawasan seluas 3981 hektar, ini sejak 30 Desember 2013 telah ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional untuk mendorong upaya percepatan menyelamatkan kawasan candi dari kepentingan yang merusaknya, bisa terkelola dengan lebih baik lagi.
Jembatan Gentala Arasy |
Jembatan Gentala Arasy |
Percandian Muara Jambi |
Palembang
Di Palembang kami seharian bertandang ke Stadion Gelora Sriwijaya a.k.a stadion Jakabaring dan menjajal LRT Palembang yang merupakan LRT pertama di Indonesia. Maka, mobil kami parkir di mal di sudut stadion lanjut naik LRT dari sini ke Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, lihat-lihat bandara sebentar, lalu balik lagi Operasi penuh LRT Palembang dimulai pada 1 Agustus 2018, dengan 6 stasiun prioritas dibuka untuk melayani penumpang dari dan menuju tempat pertandingan Asian Games 2018.
Oia, LRT ini ke depannya menempuh jalur sepanjang 23,4 km dan dilengkapi 13 stasiun serta 8 rangkaian kereta, membentang dari Bandara Sultan Mahmud Badarudddin II hingga Jakabaring.
Setiap rangkaian kereta akan berhenti selama 1 menit di setiap stasiun, kecuali di setiap stasiun akhir perjalanan rangkaian kereta akan berhenti selama 10 menit. Selain itu, 5 di antara 13 stasiun yang ada juga dilengkapi dengan jembatan penghubung dengan bangunan-bangunan di sekitarnya.
Stadion Gelora Sriwijaya |
Stasiun LRT Jakabaring |
LRT Palembang |
LRT Palembang |
Akhirnya, tanggal 30 Desember kami pun pulang meninggalkan Palembang menuju Jakarta. Berbeda dengan berangkatnya yang pakai kapal ferry reguler, baliknya ini kami mencoba pakai kapal ferry eksekutif. Kapal ini memiliki kelebihan kecepatan dan ketepatan waktu berlayar, selain itu fasilitas lainnya juga lebih bagus seperti ruang tunggu yang seperti di mal.
Oia, memang ada banyak penyesuaian itinerary, karena kesehatan dan keselamatan lebih utama. Selain destinasi yang saya tuliskan di artikel ini kami juga berkeliling ke sekitar penginapan dengan berjalan kaki, agar tahu lingkungan setempat. Pun kulineran makanan khas di daerah tersebut dan singgah ke pasar atau sentra kerajinan buat beli buah tangan. Tak lupa, jika di jalan ada yang menarik hati, kami kadangkala juga sejenak berhenti. Bisa pepotoan atau sekedar melepas penat setelah sekian jam di jalan.
Alhamdulillah kami sampai lagi di Jakarta dengan selamat. Perjalanan yang aseliii penuh drama yang bisa saya ambil hikmahnya, di antaranya:
Suami (dan saya) karena faktor U ternyata memang menurun performa travelingnya hahaha. Dulu belasan jam di jalan, kadang gantian nyetir kuat aja, masih segar di tempat tujuan. Tapi kini enggak gitu lagi. Hadeh nambah angka usia tambah juga cepat capeknya. Ini membuat kami berpikir, lain kali mungkin bakal pakai pesawat dulu, baru di tujuan sewa kendaraan (teteup roadtripnya haha) Jadi capeknya enggak kebangetan.
Kemudian, buat roadtrip ternyata libur Nataru itu enggak tepat buat pemilihan waktu. Sepanjang jalan lebih sering hujan, sehingga mesti ekstra hati-hati. Apalagi jalanan di Sumatra masih banyak hutan, perkebunan, dan bukan kawasan pemukiman, sehingga banyakan gelap jalanannya. Jalan juga tidak lebar, dan meliuk-liuk karena kontur pegunungan. Beneran warbiyasaa effort nyetirnya. Oia, kami memang lebih sering roadtrip saat libur summer kenaikan kelas alias di bulan Juli. Yang biasanya frekuensi hujan tidak tinggi.
Lalu, kondisi daerah memang mesti jadi pertimbangan juga. Misalnya infrastruktur di Pulau Jawa jelas berbeda sekali dengan di luar Pulau Jawa. Maka, masalah stok makanan/minuman di kendaraan juga bahan bakar mesti disiapkan. Karena kalau di Jawa jarak beberapa puluh kilometer aja bakal nemu SPBU, warung makan, indoapril atau alfa, kalau di Sumatra bisa puluhan kilo baru nemu. Jadi stok mesti aman, jangan sudah mepet baru nyari-nyari. Pengalaman kami sekali menunda nanti-nanti isi bensinnya, eh in the middle of somewhere gitu SPBU sepertinya tutup kalau dah gelap, baru jam 7 lewat sudah tutup dia, padahal ada lagi SBPU sekian puluh kilometer huhuhu.
Terakhir, ternyata benar kata orang bijak: muda punya waktu tapi tak punya uang, dewasa ada uang tapi gak ada waktu, tua ada uang dan waktu tapi punya masalah kesehatan.
Kini, saya dan suami ada di fase ini: ada uang, tak banyak waktu, mulai punya masalah kesehatan hahaha
Maka, semasa masih muda, ada waktu dan sehat badanmu, sana traveling-lah! Di antaranya dengan cara ikut aneka trip hemat menggoda yang banyak diadakan oleh Backpacker Jakarta. Gabung saja ke Klub Blogger dan Buku (KUBBU) Backpacker Jakarta buat dapat info lengkapnya yaa (halah malah promosi ini hihihi..)
Selanjutnya saya dan keluarga traveling kemana?
Semoga bisa ke berbagai tempat memesona lain di bumi-Nya. Aamiin. 💖💖
Cerita detilnya ada di label: Roadtrip Sumatra
Happy Traveling
Travel is never a matter of money but courage:)
BalasHapusMakasih tipsnya buat jalan - jalan di Sumatra..
BalasHapusBtw, soal penerangan jalan yg Mba Dian singgung di atas, jadi keinget dulu pas pertama dateng ke Sumatra (Pulau Belitung sih tepatnya) brg BPJ, agak kaget pas liat jalan2an di sana yg banyak ngga dikasih penerangan jalan plus kiri kanan perkebunan sawit yg guelapp bgt..
Apalagi waktu trip sm BPJ itu, kita lumayan masuk2 ke pinggir kota..
Ga kebayang ini, gmn kl ngetrip sendiri..hehe.
Scara pas sm BPJ kan di-guide sm penduduk lokal, jd lebih tenang..
Jadi bener mba, sebelum ngetrip harus bener2 dipersiapin dulu ya, apalagi kl keluar Pulau Jawa :)
Nice post!
Iya..sebenarnya sudha di-set sbelum gelap dah sampai tujuan. Tapi ternyata di luar perkiraan. Hujan deras, terpaksa nepi, ishoma yang molor karena ga bisa di satu tempat berhenti..Nyari SPBU ga ketemu-ketemu
HapusJadi deh keburu malam masih di jalan. Gelaap!
Wihh seru banget roadtripnya....apalagi eksplor Sumatra yang jalanannya ngalahin rute F1. Bahagia banget liat family trip ini. Berasa pengen punya keluarga, eh. Btw, setuju banget mba makin tua badan makin lebih mudah lelah gak sesetrong pas muda. Two thumbs up deh buat keluarga Mba..ditunggu family roadtrip selanjutnya. Sehat selalu.
BalasHapusHaha, gila memang rutenya. Maka berharap banget ada Trans Sumatra , biar makin mudah aksesnya
HapusWah mba kisahnya menarik banget, seru yah kalo pasangan menikmati road trip begini, karena ada aja kita tuh ketemu pengalaman-pengalaman menarik di sepanjang perjalanan. Umur bertambah, stamina makin berasa berkurang yah. Hahahaha... Ini juga yang mulai terasa, dulu mau kejer target banyak tempat, kayanya sekarang tuh nyaman dengan perjalanan yang santai, yang ga harus jalanin banyak tempat. hehehe
BalasHapusIya, akhirnya kemarin pasca ambruk, jadi lebih nyantai...dihapusin itinerary-nya hahaha. Ternyata 40+ plus banyak usia , ngaruh juga
Hapusroadtripnya sangat seru mbak dian. Berasa ikutan capek. Berasa diajak berlari-lari dalam ceritanya :D
BalasHapusAku belum pernah lewati jalanan di lampung. Baru bengkulu, jambi, padang, bukittinggi, dan palembang. Pas di padang, masjid raya sumbar sedang direnovasi. Sehingga tidak bisa salat di ruang utama. Kemudian melanjutkan perjalanan ke bukttinggi dan pagaruyung. Sewa motor pas di bukittingi.
Jalanan sumatera emang seru untuk roadtrip. Bakal ketemu kawasan hutan, perkebunan sawit, dan binatang yang melintas di jalan. Aku kira perjalanan ini bakal lanjut ke medan dan aceh. Sebuah perjalanan memang penting, tapi kesehatan jauh lebih penting :D
Iya hahah..kalau mau detilnya ada belasan postingan di blog biar ga berasa lari-lari hihihi
HapusMedan/Sumatera Utara hampir semua sudah kan pernah tinggal 5 tahun di sana. Sempat ke perbatasan Aceh beberapa kali dan sekali ke Banda Aceh
Entah kenapa Mba Dian yang melakukan Roadtrip saya malah ikutan senang, puas bangat Trip nya Mba, Sehat selalu buat Mba Dian & keluarga
BalasHapusAamiin...terima kasih:)
HapusKeren banget sih kak bisa road trip ke sumatera, saya ke sumatera palingan buat pulkam ke kampung Ibu di Kabupaten Musi Rawas SumSel. Oh ya, tantangan banget yah pas roadtrip harus masuk UGD dan sampe dirawat.
BalasHapusAlhamdulillah, Sumatra hampir semua, tinggal ke Riau, Kepri dan Babel yang belum
Hapusaku bacanya seru banget mba, apalagi part bergantian setir sama suami ya. ya ampun ini contoh yang harus di tiru nih untuk banyak wanita. jadi biar bisa saling melengkapi juga. pun sebaliknya. nanti kalau anak2 sudah dewasa sedikit. makin mantap nih road trip nya, yg bantu setir jadi ada yg bantu banyak hehe
BalasHapusIya, kalau perjalanan di Jawa malah full gantian karena jalannya lebih aman dan nyaman, kalau di Sumatra memang medannya gila, kalau ga sopir pro , bahaya
HapusSebagai orang yg pernah menghabiskan masa kecil di Bengkulu, saya pun pengen kesana lagi. Ditambah punya plan jg sih buat explore atw city tour Palembang. Semoga terealisasi di sisa 2021 ini. Uhuyy..
BalasHapusAmiiin..semoga bisa segera ngetrip ke sana
HapusSeruuu bangeeet mbak, berasa ikutan capek tapi terbayarkan gitu. Asik ya mbak bisa roadtrip bareng keluarga gini, jadi momen untuk quality time juga
BalasHapusPantai Panjang walaupun sekitarnya mengecewakan, tapi sunsetnya tetep indah ya mbak
Iya, sunsetnya cantik banget tapi pantainya kotor dan berantakan, sayang banget
Hapusperjalanan cukup panjang, pasti banyak kisah yang tidak terceritakan. perjalanan keluarga emang selalu menyenangkan. paling efektif sih untuk ngajarin mandiri ke anak anak. maksih sharingnya mbaaaaa, jadi pengen ngetripppp hahahhahahaha
BalasHapusIya,ngajarin banyak ke anak memang ...yuk ngetrip yuk
HapusKeren banget Mbak Dian! Aku seneng baca artikel ini Mbak. Yeay, Bandar Lampung. Itu kampung halamanku hehe... Kalo ke Bandar Lampung lagi jangan lupa ke daerah Teluk, Mbak. Itu kawasan pecinan gitu nah di situ banyak kuliner juga dan ada pusat oleh-oleh khas Lampung juga.
BalasHapusIya, kemarin di Lampung ga banyak eksplor karena rencana masih mau balik lagi dan lagi karena deket dari Jakarta .Makasih infonya:)
HapusPantai Panjang memang buat penduduk lokal yah, mungkin karena itu jadi gak begitu diseriusin pengelolaannya
BalasHapussebenarnya dah dikelola Pemda cuma ya gitu deh, berantakan
HapusAku sering baca tulisan mba Dian. Terus aku iri mba haha. Karena keluarga mba Dian suka sekali trip. Hahaha. Maksudnya sangat kompak gitu kalo lagi di perjalanan.
BalasHapusTerus aku juga jadi terinspirasi sama mba Dian buat belajar nyetir pas lihat salah satu postingan mba Dian di Instagram soal pentingnya perempuan untuk bisa nyetir. Hehe
Iya, kami tukang jalan Mbak..ga hobi beli barang, mending jalan biar banyak pengalaman.
HapusSoal nyetir dulu aku ga beranikarena di awal pernah nabrak tembok dll. tapi karena sama suami "dipaksa" harus bisa, akhirnya bertekad bisa nyetir karena banyak manfaatnya kalau berdua bisa gantian
Seru banget perjalanannya mbaaa. Btw, jadi fokus ke komentar taplau. Itu taplau sebelumnya lebih parah dari sekedar sampah mba, malah jadi bahan skripsi aku. Tapi yaa susah ya mbaa, menertibkan sesuatu yaang kalau mereka sudah berlindung dengan kata "akamsi" trus merasa punya hak lebih. Wkwk
BalasHapushadeh kalau dah akamsi ya susah ya...Pasalnya keren banget kalau steril taplau ini. Kebayang sepanjang itu pantainya dan beneran bisa dinikmati dari pinggir jalannya. Bukan malah lihat kursi numuk, PKL berjejer dan sampah di sekitarnya ,duh
Hapushuwaaaa seruuu banget mba road trip Sumatera bareng keluarga, enaknya klo road trip gini tuh bener2 bisa menjelajahi tempat tempat sesuka hati sesuai list yang udah dibuat yaa ga pusing sama keterburuan waktu klo ikut rombongan. Dalam 11 hari banyak banget yang bisa dikunjungi! Dari beberapa list itu, aku udh pernah ke beberapa tempat kaya istana pagaruyung, jam gadang bukit tinggi, jembatan Gentala Arasy, candi muaro jambi sama wisata kuliner Palembang paling, akkk kangen jalan-jalan yaa, terus pengen banget tuhhh menyusuri pantai-pantai nyaa
BalasHapusiya, harusnya lebih banyak lagi tapi tepar jadi dibatalkan :)
HapusIh gokil banget sih mbak keluarganya. Jalan2 11 hari ke Sumatera kuaat bangeet. Eh tapi, kirain mbak dan keluarga pergi ke Aceh juga. Aduh, jadi penasaran butuh berapa hari yaa buat bisa ke Aceh pakai mobil.
BalasHapusHappy banget deh pasti anak-anaknya Mbak Dian. Masih kecil udah diajak traveling kemana-mana, pas gede jadi enak kalau mau pamer sama teman-temannya hahaha.
biar mereka punya kenangan, karena kalau beli barang kenangan mungkin akan hilang kalau pengalaman bakal tersimpan
HapusAsik banget baca 11 hari roadtrip kak Dian ke Sumatera. Apalagi destinasinya, asik-asik banget. Saya noted banget beberapa catatan sebelum penutup terkait, umur, uang dan kesempatan... hemmm. Btw, sempat mengalami gangguan keamanan kah kak?
BalasHapusselama di jalan enggak.cuma saat di UGD Bengkulu disamperin (maaf) pengemis gitu seorang bapak bawa anak kecil, maksa mau masuk mobil, saya bertiga sama anak-anak di dalam...sampai mau dorong saya. langsung buru-buru saya kasih uang, anak-anak saya tarik, ajak keluar dan mobil saya kunci. kami ga jadi nunggu di parkiran, anak-anak saya minta duduk di ruang tunggu UGD, saya di dalam nemenin suami
HapusWah mbak Dian, seru sekali ini perjalanan tripnya. Cukup panhang sekali ya menurutku.
BalasHapusAku paling suka dan terkesan yang waktu mbak Dian ada di rumah ibu Fatmawati sedang duduk di mesin jahit dimana bendera pusaka dijahit. Lalu ketika di Padang dan bersama-sama mengenakan baju adat setempat, wah asyik dan serunya itu.
Aku juga selalu suka sama kekompakan dan kebersamaan keluarga mbak Dian, hebat dan keren banget dari kacamataku, apa sih mbak tipsnya bisa seperti itu? Seperti impian rasanya untukku bisa seperti itu.
At least but not last, thank you so much for reminder..berkelanalah selagi muda. Aduh pas dan mengena sekali untuk aku yang sudah beranjak tua dan tidak muda lagi ini mbak.
Ohya, suka juga sama gaya tulisan mbak Dian yang selalu runut, lengkap dan detail. So cool.
Once again, thanks a lot for sharing this mbak😀⭐😍✍️😊🙏
sama aja, Mbak Anni..berantemnya juga ada. Saya minta istirahat dulu, suami minta lanjut aja mumpung terang kuatir kemalaman. Anak ngambek karena diajak muter-muter lokasi destinasi, minta pulang ke hotel karena ngantuk dan capek. Pokoknya banyak ramenya juga hahaha..difoto aja kelihatan adem semua
HapusWahh seru banget mba road trip-nya. Jadi keinget juga 2020 lalu saya sekeluarga bareng Papa Mama juga road trip Sumut-Sumbar sampai ke Siak hehe. Cuma ya karena kita sudah pada bisa nyetir, stok supir justru berlebih hahaha
BalasHapuswah, asyiknya...iy a nih, aku terbiasa nyetir di Jakarta jadi suami ga berani ngelepas nyetir di jalanan Sumatra haha...
HapusKalau anak sulungku bulan ini 17 tahun baru rencana kursus nyetir dan cari SIM
Wow seru sekali kak Roadtrip Sumatera nya. Suka banget dengan pemandangan pantai Sari Ringgung nya.
BalasHapusIya keren banget...terkelola dengan baik pantainya, meski bayar gapapa lah yang penting bersih dan nyaman
HapusBetuuuuuul mbaaa. Makin lama tulisan diendap, makin ga mood untuk ditulis. Hrsnya langsung, ga usah nunggu terlalu lama. Aku msh punya banyaaak stok cerita liburan2 yg lama, tapi cuma ngeliat foto thok, langsung blank ga tau mau nulis apa hahahah. Udah lupa, dan catatannya ntah kemana. Feel yg dirasain pas pergi udh telanjur ilang.
BalasHapusAku blm jadi2 kalo road trip Sumatra. Baru Jawa doang. Krn suami ga terlalu berani sendiri kalo Sumatra. Secara jalanannya blm sehalus dan seaman Jawa kan. Ga tau ya kalo skr udh ada tol baru itu.
Pengen bgt bisa sampe Medan road trip nya. ATO at least Palembang deh, aku kangen bgt Ama pempek wkwkkwk.
Naaaah ,kalo di Indonesia, mau roadtrip sebaiknya memang jangan bulan natal. Aku dulu juga desember mba road trip keliling Jawa. Hujaaaan kebanyakan. Sereeem mana deres. LBH enak pas Agustus sih. Panas, tapi kan kering.
Drama banget ya mba perjalanannya. Sampe masuk rumah sakit pas lagi traveling.
BalasHapusTapi emang bener sih mbak, semakin bertambah usia stamina berasa menurun banget. Gampang capek, gampang lelah, jadi biasanya sebelum trip aku rutin olahraga dulu biar stamina terjaga pas liburan. Keren nih cerita perjalanannya. Aku jadi berasa jalan-jalan online. Hehe