Pengalaman Rawat Inap Saat Pandemi di RS Pusat Pertamina Jakarta
Puasa kurang beberapa hari, saya mulai menyibukkan diri dengan persiapannya. Bukan yang gimana-gimana, cuma siapin mental dan bebersih rumah, juga stok bahan pangan saja. Lah, tapi suami terlihat di kamar meringkuk lemah, lagi meriang, demam, enggak enak badan katanya.
Kirain cuma kecapekan atau masuk angin karena kemarinnya sempat pergi dan pulang di suasana hujan. Cuma, kali ini demam tingginya kok aneh ya...Bingung saya!
Jadi tuh, demamnya sampai 40 dercel. Terus lemeees kelihatannya, katanya nyeri badannya semua, mual dan sempat muntah juga.
Suami berpikir kena tifus, mengingat seminggu sebelumnya baru naik dari Gunung Lawu dan di sana, tahu lah ya kalau lagi mendaki gunung, kebersihan makanan mungkin kurang terjaga.
Kronologi Diagnosa Demam Berdarah
Nah, suami saya tuh tipe yang susaaah diajakin periksa ke dokter. Maunya minum obat bebas ya sudah sembuhlah... Karena memang jarang banget sakit jadi ya merasa diri baik-baik saja, beli obat yang biasanya, pasti sembuh nantinya.
Namun ternyata sampai 3 hari enggak ada perubahan samsek....Akhirnya setelah saya bujuk omeli dari A sampai Z mau deh periksa, itupun bukan ke poli tempat faskes pertama yang disediakan perusahaan tempat suami bekerja, tapi ke klinik 24 jam yang di dekat rumah saya.
Padahal ya kalau ke Klinik Pertamedika IHC Sinabung (di Sinabung No. 32 AF, Jl. Kebayoran Baru, RT.6/RW.5, Gunung, Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan) ada laboratorium, jadi kalau dokter minta untuk periksa darah kan langsung bisa ditindaklanjuti...
Tepi lagi-lagi sulit sama pasien yang keras kepala begini, hadeeuh, baru gini aja susah dirawatnya, apalagi kalau sudah lansia ya--begitu omel saya hahaha
Beneran kan, setelah minum obat dari dokter umum itu tetap enggak ada perubahan. Jadi deh hari kelima demam, pagi-pagi nyerah dan minta dianter ke rumah sakit rujukan, Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta.
Pagi itu hari Sabtu, yang saya tidak tahu, semestinya ke klinik faskes periksa dulu dan bukan langsung ke rumah sakitnya. Karena dulu kalau Sabtu, klinik Sinabung itu tutup. Jadi boleh langsung ke RSPP...Sementara saya sudah lama enggak berobat jadi enggak ngeh aturannya. Terakhir bolak-balik sih pas si sulung operasi usus buntu, tahun 2019 lalu.
Maka waktu di bagian pendaftaran di RSPP, si mas petugas sempat mau nolak, karena aturannya memang periksa ke faskes pertama dulu. Tapi berhubung suami sudah sempoyongan enggak karuan, setelah dia telpon sana-sini ke pengambil keputusan akhirnya dibolehkan.
Jadilah kami diarahkan ke Dokter Umum, tapi mesti tes SWAB Antigen sebelumnya. Jalan ke gedung layanan drive thru SWAB/PCR yang ada di lapangan parkir, hasil keluar 15 menitan. Hasil negatif lanjut ke poli umum, ditangani Dokter Umum, dr. Rosita Muthalib, yang syukurnya pas enggak ada antrian.
Dokternya tanggap dan gercep minta dilakukan pemeriksaan darah. Cus ke laboratorium, dan nunggu hasil sekitar 1 jam.
Setelahnya bawa hasil ke dokter, ternyata ada drop pada jumlah trombosit dan leukosit, tapi dokter enggak yakin apakah Demam Berdarah atau diagnosa lainnya. Maka Beliau merujuk ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr. Deskian Kostermans, Sp.PD. KGEH
Lanjut ke poli penyakit dalam, antrian mengular, hari Sabtu ada 3 dokter stand by, tapi pasien juga ramai. Sabaar, sampai masuk ruang periksa. Dokter langsung menyimpulkan kalau dari gejalanya Demam Berdarah dan diminta rawat inap saja.
Baiklah, langsung diarahkan ke ruang tindakan untuk kelanjutannya. Di sana, disebutkan kalau harus tes PCR karena pasien yang mau rawat inap mesti dipastikan bukan terkena Covid. Jadilah balik ke gedung SWAB/PCR, untuk tes. Hasilnya nyusul.
Menu sarapan: Nasi Tim Ayam |
Menu Sarapan: bubur Sumsum |
Masuk Rawat Inap Setelah Proses Panjang
Sementara segala sesuatunya diurus, suami dan saya nunggu di di ruangan itu. Sampai suster bilang kalau akan dialihkan proses administrasinya ke IGD karena poli memang hanya buka setengah hari, kalau Sabtu (sampai jam 1).
Lanjut deh saya diantar suster ke IGD urus pendaftaran rawat inap. Di sana disampaikan kalau dari plafon asuransi yang ditanggung perusahaan, suami disebutkan termasuk ke kamar perawatan Kamar Deluxe (satu kamar untuk satu orang pasien).
Disampaikan juga kalau dari plafon itu kemungkinan bisa ke Kamar Executive, hanya saja jika asuransi pas closing menolaknya, mesti nambah biaya kelas kamarnya. Saya bilang tetap ke plafon yang pasti saja, karena beda fasilitas kedua kamar enggak banyak. (tipe istri enggak mau rugi hihihi)
Lalu saya ditanya mau nunggu pasien enggak, kalau iya saya mesti SWAB antigen juga dan hanya berlaku 5 hari serta enggak boleh keluar masuk area RSPP (maksudnya enggak boleh pulang balik ke rumah, kalau cuma beli makanan di sekitar boleh)
Awalnya saya dan suami mau berbagi tugas saja, dia sendiri di RS, saya tetap di rumah sama anak-anak. Pasalnya kalau saya ke RS anak-anak di rumah sama siapa. Sebenarnya saya ada Mbak ART yang pulang hari, datang pagi sekitar 4 jam bantu bebebes rumah.
Waktu saya telpon dia bisa seharian di rumah jaga anak-anak tapi keberatan kalau nginep karena bulan puasa dia harus nyiapin sahur buat keluarga. Saya sih maklum pastinya, wong lagi bulan puasa kan ya
Inilah yang susah kalau jadi perantauan, keluarga besar saya dan suami banyak menetap di Jawa Timur dan Jawa tengah..di Jakarta hanya kerabat saja, jadi kalau ada apa-apa memang biasa diatasi berdua/ sekeluarga.
Syukurnya teringat ada kerabat suami yang tinggal di Tomang, yang saat saya hubungi bisa jagain anak-anak tiap hari dari dia pulang kerja sampai esok paginya. Alhamdulillah.
Soalnya saya lihat kondisi suami yang lemas tak berdaya, nanti kalau di kamar perawatan sendirian, yang nyiapin dan bantu ini itu siapa. Ya sudah, ditunggu saja. Siap jadi Suster Jaga saya hahaha
Nah, urusan kamar ternyata belum kelar. Jadi sembari menunggu hasil tes PCR, sementara suami di kamar transit dulu. Kalau negatif Covid bakal ke kamar inap, kalau positif ke bangsal khusus Covid.
Sementara di kamar transit, saya, penunggu tidak boleh masuk karena belum punya hasil tes SWAB. Maka kesempatan ini saya pakai tes ke gedung yang tadi terus lanjut pulang ke rumah. Badan sudah lengket semua, pengin mandi saya.
Juga mau ambil baju karena selama di RS saya nanti enggak boleh bolak-balik, juga ada aturan penunggu hanya boleh satu (diberi kartu penunggu/id card yang sudah ada kalungnya)
Dan pulanglah saya, dengan mata lima watt nyetir ke rumah..Agak nyesek karena lihat di jalan orang berangkat salat tarawih sementara saya mesti di RS jaga suami sakit. Hiks!
Untuk jarak dari RSPP ke Joglo, tempat tinggal saya dekat, 10 km saja. Sampai rumah, gercep bebersih badan dan nyiapin baju buat bekal ke RS. Enaknya kalau rawat inap di RSPP, pasien dapat baju pasien jadi enggak bingung dengan baju kotor. Tinggal bekel buat yang nunggu saja nih ..
Tak lupa bawa selimut karena AC di RS itu duh dinginnya sesuatuuu. Siap sekoper sekitar untuk 5 hari sampai ada yang saya turunin lagi. Saya lupa, saya kan nanti parkir ya di sana, kenapa juga enggak dibawa saja taruh di mobil kalau butuh tinggal ambil..
Itulah saking puyeng plus bingung jadi enggak nyambung pikiran kwkwkw. Apalagi saya mesti kasih pesan-pesan ke Dik Yuyun, kerabat suami tadi, yang memang belum pernah nginep di rumah saya, tentang menu sahur untuk anak-anak dan dia nantinya.
Jadilah hampir jam 10 malam saya balik ke RSPP lagi...ada ladies parking persis di area dekat pintu utama, saya pindahin saja cone di situ dan parkir. Ada satpam yang negur, saya bilang saya jaga pasien rawat inap, akhirnya diiyakan..kwkwkw. Syukurlah, enggak mau ah jam segitu parkir ke gedung parkiran lantai berapa yang sepinyaaa...horor!
Saya sampai di kamar transit dan suami sudah makan malam katanya. Juga sudah diinfus. Enggak lama suster datang dan bawa hasil kalau hasil PCR negatif. Horee, jadi deh pindah ke kamar rawat inap.
Menu Snack |
Jatah air panas tiap pagi dan air mineral 1,5 l |
Serba-Serbi Rawat Inap Saat Pandemi
Jam 11 malam boyongan! Jadi hampir 12 jam prosesnya baru masuk kamar. Proses dari periksa sampai ke kamar rawat inap saat pandemi. Rasanya sudah pengin lelap aja mata saya..
Kamar perawatan ini sendiri, ada tempat tidur pasien, bedsite cabinet, lemari kecil, meja makan, arm chair, sofa, meja kecil, smart TV 32 inch, telefon, set perlengkapan mandi pasien dan termos air panas+air mineral 1,5 l.
Penunggu bisa tidur di sofa bed yang ada di samping persis bed pasien. Setelah suami nyaman , segera saya juga bersiap istirahat. Keluar selimut dan bantal kecil, tapi pakai guling pasien juga..pasiennya cuma butuh bantal katanya hahaha
Oia, selain itu ada juga kamar mandi dengan shower air dingin/panas di kamar. Juga interkom ke ruang susteran kalau ada apa-apa tinggal tekan dan bicara (teriak tepatnya)
Malam pertama (juga kedua, ketiga) beberapa kali bangun karena masih demam tinggi dan mual jadi enggak lelap pasiennya. Yang jaga? Nyuri-nyuri tidur karena pengin tetap sehat dan enggak mau ikutan ambruk!
Sampai pagi tiba. Waktunya bebersih...suami kekeuh minta mandi. Yang kemudian dibilangin suster jangan mandi dan sikat gigi dulu. Karena trombosit masih turun terus, kuatir ada pendarahan di gusi saat sikat gigi, juga tenaga terpakai buat bolak-balik ke kamar mandi.
Akhirnya manut. bebersih secukupnya saja setelahnya. Juga diingatkan untuk cukup makan dan minum, sampai dicek sudah minum berapa gelas hari itu.
Oia, menu pasien di RSPP, akan disesuaikan dengan diet sakitnya. Jadi tiap siang ada petugas gizi yang datang untuk menanyakan pilihan makanan. Seperti sarapan mau apa: bubur sumsum+telor, tim ayam+telor, atau bubur ayam+telor. Telor juga boleh pilih mau direbus, diceplok atau diorak-arik...Juga, makan siang/malam pilih apa, ada 3 pilihan menunya.
Jadi akan ada sarapan, snack pagi, makan siang, snack sore, makan malam dan susu hangat sebelum tidur. Semua teratur dengan menu bervariasi, bisa diadaptasi nih kalau sudah pulang nanti (kalau lagi rajin yang masak ya...semoga saja haha)
Hari pertama, kedua dan ketiga pasiennya masih merasa enggak enak makan..Jadi lama banget makannya, karena mualnya masih kebangetan. Tapi hari keempat dst, mulai nagih nanya kapan jam makan kwkwkw
Kemudian untuk dokter, visite pernah pagi-pagi, pernah juga siang jelang maksi, dan pernah sekali sudah sore baru datang. Tiap kali datang selalu bikin deg-degan karena bakal ngabarin hasil tes darah hari itu (tiap pagi-pagi sekali diambil darah) untuk memantau angka trombosit dan leukosit.
Karena grafiknya terus turun...saya sempat kuatir juga. Tapi dokter Deskian Kostermans, Sp.PD. KGEH beneran sabaaar dan baik banget. Bahkan ngobrol ini itu di luar soal penyakit. Sudah sepuh dan bikin ayem kalau ditanya apa-apa. Bahkan bercanda-canda jadi saya berdua suami sejenak lupa akan diagnosa.
Menu Makan Siang/Malam |
Balada Sang Suster Jaga
Jujur saya kadang gabut luar biasa, syukurnya pas pulang ke rumah malam-malam itu saya kepikiran bawa laptop, jadi teteup bisa nyicil ngeblog dan seputar aktivitasnya. Terus saya juga jam makan pergi keluar ke sekitar RSPP aja, enggak jauh-jauh ke Mayestik, misalnya. Karena memang enggak boleh...Coba kalau boleh kan ya, bisa kabur dulu sebentar ke sana hahaha
Selain penunggu (yang cuma satu untuk satu pasien) jam bezuk juga ditiadakan. Maka tenang sekali, pasien bisa istirahat..hanya ada paramedis, petugas lainnya yang ada di sekitar kamar perawatan.
Jujur pengalaman pernah nunggu anak-anak sakit dan saat melahirkan di RSPP (juga di RS lain dulu ketika belum menetap di Jakarta), bezuk ini kadang juga mengganggu. Ada yang datang berombongan, terus ramainyaaa...jadi terganggu pasien juga penunggunya. Kalau dibatasi gini beneran bisa istirahat deh ya
Tapi bete juga saya di kamar seharian. Maka di hari pertama (saya sedang haid hari pertama jadi enggak puasa), sebenarnya saya dikasih tahu petugas gizi yang antar makanan pasien kalau ada jasa catering buka/sahur untuk penunggu.
Jadi pesanlah saya makanan berbuka dan sahur. Saya makan saat sarapan dan makan malam. Ada pilihannya mau menu apa, jadi diantar ke kamar dan bayar cash. Sebenarnya enak dan harganya standar..Tapi kok saya mikirnya jadi saya tertahan juga di kamar...
Maka, saya enggak pesan lagi di hari berikutnya. Saya pilih cari makan saja, meski agak susah karena selama Ramadan dua kantin RSPP tutup. Yang buka di area RSPP hanya Starbucks dan MM Juice. Masak saya mau ngopi dan ngeroti atau ngejus tiap hari.
Syukurlah Sate RSPP (seberangnya) buka sejak pagi selama puasa. Juga Sroto dan Rumah Makan Boepati yang jejeran tempatnya. Jadi enggak bingung soal makan saya.
Sekalian saya pergi buat beli jus jambu biji di MM Juice untuk suami plus beli makanan sambil duduk menyendiri di situ, biar lepasin aura RS yang kok ya kadang di lift atau lorong ketemu pasien (atau jenazah) - beneran menyedihkan.
Senangnya juga ada minimarket Indomaret di depannya RSPP jadi kalau mau nyari cemilan amaaan!
Oia, karena enggak ada jam bezuk, maka saat ada kiriman dari teman suami akhirnya dititipkan ke pos satpam. Saya sempat bingung, siapa yang makan, ada buah sekeranjang, set makanan siap makan lengkap, juga ada yang kirim camilan segambreng. Akhirnya kalau hari itu ada yang ngabarin, segera saya ambil dan gosend-in saja ke rumah..Syukur ya sekarang semua mudah.
Begitu juga saat hari keempat saya kehabisan baju. Saya minta si Mbak di rumah siapin dan kirim ke RS pakai Gosend. Praktis!
Karena pasien keberatan fotonya dipajang di blog kwkwkw, Jadi ini pakai foto anak mbarep yang rawat inap 2019 lalu di Kamar Deluxe (Anak) |
dr. Deskian Kostermans, Sp.PD.KGEH |
dr. Rosita Muthalib |
Tentang Layanan RS Pusat Pertamina
Nah, balik ke pasien...suster (dan brother- sebutan untuk perawat pria) di RSPP helpful banget. Regularly ada pemeriksaan suhu/tensi, jam obat, cek infus..dll. Lalu kalau kita panggil via interkom juga cepet datangnya, padahal kamar suami dari susteran agak jauh.
Petugas kebersihan nyapu dan ngepel lantai juga ambil sampah pagi dan sore, sopan dan bagus kerjanya. Juga yang antar makanan sopan dan ramah. Yang ambil baju kotor pun sama...Saat ganti sprei juga sambil ngobrol dengan ramah.
Layanan di RS Pusat Pertamina okee...Maka, meski di perusahaan tempat suami bekerja sebenarnya bisa ke faskes/RS lain tapi karena pengalaman saya sekeluarga berobat dan rawat inap di sini memuaskan jadi tetap pilih di sini. (Termasuk yang terakhir saya ganti IUD juga di sini)
Akhirnya, hari ketujuh, ketika dokter visite, disampaikan kondisi oke, trombosit di angka 40.000 (FYI, kondisi trombosit normal 150.000 - 450.000, jika kurang dari 150.000 per mikroliter dapat menyebabkan perdarahan internal yang berakibat fatal, karena dapat terjadi di otak atau pun saluran cerna)
Boleh lepas infus, karena makan sudah mau, jadi boleh pulang...Hore! Tapi dokter berpesan di rumah mesti dipulihkan dulu kondisinya untuk mencapai trombosit normalnya, dan diminta kontrol lagi seminggu dari hari itu.
Bersiap pulang, tunggu administrasi disiapkan dan sekitar 2 jam kemudian, saya diminta ke susteran untuk tanda tangan. Alhamdulillah...meski Kamar Deluxe RSPP senilai Rp 1.300.000 ini nyaman dan layanannya memuaskan, tapi semoga enggak lagi ke sini. Mending nginep di kamar deluxe di hotel apa gitu dengan harga sama ya kan ya hahaha
Menu Catering dan Instalasi Gizi RSPP untuk Penunggu Pasien (Nasi Timbel Rp 25.000) |
Hantaran buka puasa untuk saya dari teman kantor |
Parcel buah dari teman kantor |
Penutup
Akhirnya, sampai rumah juga..pas banget saya bisa puasa bareng anak-anak saya. Sementara suami lanjut pemulihan hingga semingguan baru segar bugar kembali, Alhamdulillah. Semoga selanjutnya suami saya dan kami sekeluarga sehat selalu. Begitu juga teman-teman, selalu jaga kesehatan ya..
Oia, ada yang tetap jadi tanda tanya, suami kena gigitan nyamuk dimana persisnya yaa. Mungkin bisa saat di Karanganyar (penginapan saat ke Gunung Lawu) atau di rumah.
Entahlah. Yang jelas saya dibantu si Mbak sejak tahu suami kena DB gercep bebersih rumah dan area sekitarnya. Juga, saya lapor ke RT untuk info kasus DB yang gejalanya gejala akan muncul mulai empat hingga 10 hari setelah kita digigit nyamuknya.
Penyakit ini bisa menyebabkan demam tinggi hingga 40 derajat Celsius. Selain itu, beberapa gejala lainnya, antara lain: sakit kepala, nyeri otot, tulang atau sendi, mual dan muntah, sakit di belakang mata, kelenjar bengkak dan ruam.
Demam Berdarah ditularkan oleh nyamuk dan terjadi di daerah tropis dan subtropis di dunia. Untuk demam berdarah ringan, maka ia akan menyebabkan demam tinggi dan gejala seperti flu. Sementara untuk demam berdarah yang parah, ia bisa menyebabkan pendarahan serius, penurunan tekanan darah secara tiba-tiba (syok) dan bahkan kematian.
Dua nyamuk yang bisa menularkan virus ini adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang ditemukan baik di dalam maupun di sekitar pemukiman. Ketika nyamuk menggigit seseorang yang terinfeksi virus dengue, virus tersebut masuk ke dalam nyamuk. Kemudian, ketika nyamuk yang terinfeksi menggigit orang lain, virus memasuki aliran darah orang itu dan menyebabkan infeksi.Well, semoga enggak lagi ada nyamuk yang gigitannya bikin nginep seminggu di rumah sakit (plus 5 hari demam di rumah sebelumnya)...Enggak lagi deh pokoknya. Bismillah, sehat..sehat..sehat!💗
Salam Semangat
Dian Restu Agustina
Selama pandemi ini, saya luar biasa parno dan ketat menjaga anak-anak biar nggak sakit, jangankan rawat inap, ke dokter aja parno banget.
BalasHapusPanjang banget perjalanannya harus swab harus ini harus ono ya.
Si Kakak aja ke dokter gigi, pakai swab dong, hahaha.
Syukurlah udah sembuh ya Mba Dian, semoga semuanya sehat selalu.
Saya juga paling ogah ke dokter, biasanya berbekal istrahat, minum obat generik, dan makan yang banyak.
Karena bayangin rempong ke dokter, udah malas duluan :D
Hebat banget Mbak Dian
BalasHapusTapi memang harus seperti itu ya?
Badan lengket, cape , lapar pun gak bisa makan dengan nyaman
Alhamdulilah semua sudah terlampaui, ujian Allah tak bisa kita prediksi
Sehat selalu mbak Dian..
BalasHapusJangan banyak pikiran biar imun tubuh tetap terjag, apalagi mikirin karena kita udah lama gak meet up haha ...
Pelayanan rumah sakit yang asik, jadinya bisa semangat juga buat para pasiennya lekas pulih ya
Ya Allah Mbak. Ngomongin DBD, saya juga sempat opname karena DBD ini. Dan itu terjadi di saat pandemi sedang heboh-hebohnya jadi tidak boleh ada yang menunggu. Saya opname sampai 2 mingguan karena trombosit yang enggak naik-naik. Yang seharusnya 100.000, trombosit saya stuck di angka 40.000. Pulang pun dalam kondisi paksa karena sudah sangat tidak betah sendirian di kamar perawatan.
BalasHapusSemoga kondisi suami terus membaik dan seluruh anggota keluarga selalu terjaga kesehatannya. Kebayang gimana gak enaknya opname selama ramadan. Emak-emak pasti kepikiran anak-anak di rumah sementara suami juga perlu diurus.
Wah ternyata Mba Dian sempat rawat inap...alhamdulillah sudah sehat ya dan bisa berpuasa bareng keluarga ya Mba....Penting banget ada ibu saat puasa itu hehe..
BalasHapusIya, Teh. Tapi yang sakit suami saya bukan saya:)
HapusAlhamdulillah, semua sudah sehat ya mbak
BalasHapusJadi pengalaman tak terlupakan nya mbak
Rawat inap saat pandemi kadang bikin lebih horor, Krn takut ancaman virus COVID-19 ya mbak
Kalau anakku kemarin sempat kena tifus tapi Alhamdulillah rawat jalan
DBD ini demamnya memang susah dibedakan dengan demam pada umumnya kalau nggak cek lab ya mba. Di lingkungan tempat tinggal awal puasa juga ada yg DBD dan enggak ketahuan jg kena di mana krn habis bepergian juga.
BalasHapusAlhamdulillah, berkat istri tangguh seperti mba Dian, suami sudah sembuh.
Semoga sehat2 bersama keluarga mba.
Bagus nih di RSPP, pasien ditawari pilihan menu, jadi ingat jaman kecil saya dulu, kalau pas sakit ibu bakal nawarin segala makanan enak. Tapi namanya sakit kan, makanan seenak apapun rasanya nggak enak ya. Setelah sembuh dan sehat malah nggak pernah ditawarin makanan enak.
BalasHapusSuamiku pun tipe orang yang nggak mau periksa ke dokter atau klinik mbak, sukanya langsung beli obat bebas aja di apotek.
Hihi... pak suami nggak mau fotonya di pajang, jadi yang dipajang foto juniornya ya.... Pas belum baca captionnya sempat mengernyit, kok wajah suami mbak Dian beda, bukan seperti yang pernah saya lihat di beberapa postingan IG/FB. Ternyata....
Saya pun baru saja sejak duhur tadininj pulang menengok tetangga dua rumah sebelah kanan, beliau sesepuh di kampung dan dilarikan ke RSUD Pagelaran karena DBD
BalasHapusEntah tertular darimana secara kalau nyamuk di kampung ya emang banyak. Apalagi di rumah saya banyak pepohonan dan samping sungai. Semoga saja semuanya sehat selalu ya
Semoga sehat selalu ya Mbak Dian dan keluarga. DB ini susah di diagnosa dengan kasat mata atau hanya menerka2, mesti cek lab, dll.. saya sendiri pernah mengalaminya, persis dikira sakit tifus eh ternyata DB.
BalasHapusya Allah gak enak bgt emang klo lagi sakit ya mba. aktifitas terhenti, bg yg biasa kerja emang berasa gabut pasti ya. alhamdulillah sudah baik2 semua ya mba. semoga sehat2 selalu ya mba
BalasHapusSemoga pasangan hidupnya kembali sehat ya, mbak Dian. Dirimu pun jaga kesehatan ya, mbak. Musibah ini segera bisa terlewati dan membuat mbak Dian sekeluarga naik kelas keimanannya, aamiin
BalasHapusAku juga nih salah satu tipe orang yang malas diajak ke dokter. Pengennya minum obat di warung aja langsung sembuh. hehee.. Btw, beruntung nih suaminya mbak dapat istri yang rewel kayak mbak. Rewel dan cerewet demi kebaikan. Hehe.. Sehat-sehat terus ya sekeluarga. Aamiinn
BalasHapus