Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengunjungi Desa Sade, Desa Adat Suku Sasak

Gaess, Alhamdulillah tiga kali sudah saya mengunjungi Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Pertama, dulu saat masih (((muda))), dan ada kegiatan kampus di sana. Kemudian, ketika masih ((muda)), untuk urusan pekerjaan. Terakhir, bulan Mei lalu dalam rangka liburan.

Well, Lombok adalah surga yang menawarkan pengalaman menyatu dengan alam dan seni budaya. Keindahannya yang memukau, menawarkan suasana yang lebih tenang dibandingkan Bali, menjadikan Lombok destinasi sempurna untuk pelancong yang mencari kedamaian dan keindahan yang asli.

Tak heran, jika kecantikan alam serta keindahan seni budaya Lombok sering dijadikan latar cerita beberapa novel Indonesia untuk memperkaya narasinya. Sebut saja novel "Sunset Bersama Rosie" karya Tere Liye yang memiliki latar tempat di Lombok dan menyebutkan Pulau Seribu Masjid ini sebagai salah satu representasi eksotisme Indonesia.

Juga tak hanya di novel saja, penulis skenario dan sutradara film Indonesia (dan dunia) ada yang mengemas dengan apik, setting Lombok yang cantik. 

Misalnya, pada film Akad (2022) yang tidak hanya menyajikan cerita cinta, tetapi juga mengangkat keindahan alam Lombok dan budayanya. Sinematografinya menonjolkan keeksotisan Lombok sebagai salah satu destinasi wisata terbaik di Indonesia. 

Desa Adat Suku Sasak


Bahkan film "Akad" yang diadaptasi dari lagu berjudul sama karya Payung Teduh dan dibintangi oleh Kevin Julio, Indah Permatasari, dan Mathias Muchus ini, dianggap berhasil mempromosikan Lombok sebagai lokasi yang indah untuk cinta dan perjalanan emosional dalam cerita.

Karenanya, mumpung berkesempatan mengeksplor Lombok lebih dalam, selama di sana saya tak hanya menikmati keindahan alamnya saja, tapi juga mengunjungi langsung desa adatnya.

Yups, saya berkunjung ke Desa Adat Sade, sebuah desa tradisional yang terletak di Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Desa ini merupakan tempat tinggal Suku Sasak, suku asli Pulau Lombok, yang tetap menjaga tradisi dan budaya leluhur mereka meskipun dunia modern terus berkembang.

Nah, apa saja yang saya lakukan di sana? Yuks, lanjut terus bacanya....!💕

Tentang Desa Sade


Desa Sade adalah desa adat di Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, yang menjadi tempat tinggal suku asli Pulau Lombok, yaitu Suku Sasak. Desa ini terkenal sebagai salah satu pusat pelestarian budaya tradisional Lombok yang masih mempertahankan adat istiadat, arsitektur, dan gaya hidup tradisional hingga saat ini.

Saya mengunjungi desa ini, saat arah pulang dari Senggigi menuju penginapan di Hotel Novotel Lombok di Mandalika. Saat itu hari kerja sehingga tak terlalu padat pengunjungnya, sehingga saya bisa leluasa sekitar dua jam mengelilingi area desa yang terdiri dari 150 rumah yang dihuni oleh 150 kepala keluarga dengan total penduduk sekitar 750 warga.

Dipandu warga asli yang super ramah sebagai tour guide-nya, saya dikenalkan pada destinasi wisata budaya yang memberikan gambaran autentik tentang kehidupan tradisional masyarakat Sasak di Pulau Lombok, yang berlokasi persis di samping jalan raya Praya-Kuta, sekitar 30 km dari Kota Mataram dan 10 km dari Bandara Internasional Lombok.

Oh ya, sejatinya “Sade” adalah nama dusun yang masuk di dalam wilayah Desa Rembitan. Dusun ini kemudian tumbuh jadi salah satu tujuan wisata favorit di Lombok Tengah, dan ditunjuk oleh Pemerintah Provinsi NTB sebagai Desa Wisata dengan nama Desa Sade.

Tips mengunjungi desa Sade Lombok





FYI, penetapan suatu desa dijadikan sebagai desa wisata harus memiliki beberapa kriteria, yagesya. Seperti: memiliki atraksi wisata, aksesibilitasnya baik, ada sistem kepercayaan dan kemasyarakatan, ketersediaan infrastruktur, masyarakat dan aparat desanya menerima dan memberikan dukungan yang tinggi terhadap desa wisata serta para wisatawan yang datang ke sana.

Nah, datang ke sini tidak ada pungutan resmi, dirimu hanya diminta mengisi buku tamu dan memasukkan nominal seikhlasnya untuk membantu menjaga kelestarian desa dengan arsitektur tradisional yang unik, ramah lingkungan, dan penuh filosofi yang membuatnya begitu istimewa ini.

Ya, rumah di sini memiliki ciri khas dari bangunan Suku Sasak dimana dinding dan tiang terbuat dari bambu, dengan atap yang terbuat dari alang-alang kering yang akan menyejukkan bangunan saat cuaca terik, dan sebaliknya memberikan kehangatan di malam hari. Jarak antar bangunan yang rapat, yang dihubungkan dengan jalan setapak.

Ditemani pemandu saya diajak memasuki salah satu rumah itu, yang bangunannya terbagi menjadi tiga bagian, bagian depan untuk tidur kaum pria dan orang tua, bagian dalam dengan melalui anak tangga adalah dapur, lumbung dan tempat tidur perempuan, kemudian bagian ketiga yaitu sebuah kamar untuk tempat ibu melahirkan.

Atap rumahnya menggunakan bambu tanpa paku, menunjukkan kearifan lokal yang luar biasa, juga memiliki pintu masuk rendah yang memaksa tamu untuk sedikit membungkuk sebagai bentuk penghormatan kepada pemiliknya.

Oh ya, lantai rumah di Desa Sade terbuat dari tanah liat yang dicampur dengan sedikit sekam padi.
Seminggu sekali lantai ini digosok dengan kotoran kerbau yang masih baru dengan dicampur sedikit air, kemudian setelah kering disapu dan digosok dengan batu. Fungsinya untuk membersihkan lantai dari debu, memperkuat lantai, serta menghangatkan rumah di malam hari. 

Masyarakat Sasak percaya bahwa kotoran kerbau tersebut dapat mengusir serangga sekaligus menangkal serangan magis yang ditujukan pada penghuni rumahnya. Meski begitu, saat masuk ke situ saya tidak mencium bau menyengat dari kotoran kerbau itu.  

Tak hanya masuk ke rumah adatnya saja, saya juga ditawari belajar menenun saat melewati seseibu warga Sasak  yang sedang mengerjakan ketrampilan yang jadi bagian dari tradisi, di mana terdapat aturan adat bahwa seorang perempuan Sasak tidak boleh menikah jika belum bisa menenun ini.

Oh ya, pembuatan kain tenun di Desa Sade dimulai dari pemintalan kapas menjadi benang yang berasal dari pewarna alami dan ditenun menggunakan alat tenun yang terbuat dari kayu dan bambu. Pembuatan kain songket sepanjang dua meter memerlukan waktu pengerjaan antara dua minggu hingga tiga bulan, bergantung pada tingkat kerumitan polanya, tak heran harganya pun bisa menyentuh ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Well, setelah puas berkeliling dan eksplor jajaran rumah tradisional Suku Sasak di Desa Sade yang ramah lingkungan, fungsional, dan penuh makna budaya, belajar menenun yang ternyata susah luar biasa sekalian mencoba pakai kain tenunnya, pepotoan di berbagai sudut cantiknya, saya pun mampir ke kios-kios souvenir yang ada.

Asliii, saya happy sepulang dari sini. Enggak hanya nambah wawasan tapi saya juga bawa tentengan kain tenun, dan beberapa cinderamata khas buatan warga desa yang telah dihuni oleh 15 generasi dan sudah ada sejak sekitar 1.100 tahun yang lalu ini

@dianrestuagustina 🥰🥰 #desasade #lombok #CapCut ♬ suara asli - charesha
Tips Mengunjungi Desa Sade

Nah, jika dirimu berencana traveling ke Lombok, atau berniat nonton MotoGP di Sirkuit Mandalika sempatkan singgah ke Desa Adat Sade juga yaa...

Berikut adalah beberapa tips untuk berkunjung ke Desa Sade yang semua penduduknya masih merupakan satu keturunan, karena mereka melakukan perkawinan antar saudara!

  1. Pelajari sedikit tentang budaya Suku Sasak sebelum berkunjung untuk membantu kamu lebih memahami tradisi dan adat istiadat mereka. Misalnya googling dan baca tulisan saya ini.
  2. Gunakan pakaian yang sopan dan nyaman sebagai bentuk penghormatan terhadap budaya lokal. Pengunjung akan diberi kain untuk dikenakan jika ternyata bajunya kurang sopan. 
  3. Hormati tradisi lokal: jangan memotret tanpa izin. Kalau mau ambil video/ngonten juga izin dulu ya..Jika ada upacara adat, ikuti arahan pemandu dan jangan mengganggu. 
  4. Penduduk lokal akan menawarkan jasa pemandu wisata di depan gerbang utama. Pemandu resmi desa adat ini bisa memberikan penjelasan detail tentang rumah tradisional, kerajinan, dan tradisi Sade. Ini tanpa tarif ya, beri tip pemandu sepantasnya untuk menghargai layanannya.
  5. Siapkan uang tunai secukupnya untuk memberikan donasi saat registrasi, juga sedia uang tunai untuk membeli kerajinan tangan seperti kain tenun, gelang, atau souvenir lainnya, karena ada beberapa kios belum menerima pembayaran via QRIS
  6. Coba aktivitas lokal seperti belajar menenun dengan alat tradisional/secara manual, eksplor juga rumah tradisionalnya
  7. Pilih waktu yang tepat, hindari musim hujan karena bisa mempersulit perjalanan, jika memungkinkan datang di luar waktu libur panjang dan datanglah di pagi atau sore hari untuk cuaca yang lebih nyaman.
  8. Jangan buru-buru, luangkan waktu untuk menyerap atmosfer budaya dan gaya hidup masyarakat Sade yang tak hanya mencerminkan nilai-nilai budaya tetapi juga menunjukkan bagaimana kita bisa hidup selaras dengan alam. 
  9. Jaga kebersihan dan etika, bawa kembali sampahmu dan jangan merusak apapun yang ada di sekitar desa itu.
  10. Gunakan kamera atau ponsel untuk mendokumentasikan pengalaman, dengan tetap patuhi aturan di desa ini. Bersyukur sekali saat itu, pemandu saya pandai menunjukkan mesti foto dimana, bergaya apa dan lainnya dan membantu mengambil gambar pastinya...


Penutup


Desa Adat Sade adalah salah satu destinasi yang memperlihatkan keindahan budaya Lombok. Nikmati pengalaman yang autentik dengan tetap mengedepankan unsur-unsur kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahteraan penduduk setempat. Sehingga Desa Sade bisa mempertahankan keaslian budayanya yang nantinya tetap dapat dinikmati dan dilestarikan sebagai bagian dari keragaman bangsa Indonesia.


Selamat berwisata!💗



Salam 

Dian Restu Agustina







Dian Restu Agustina
Dian Restu Agustina Hi! I'm Dian! A wife and mother of two. Blogger living in Jakarta. Traveler at heart. Drinker of coffee

16 komentar untuk "Mengunjungi Desa Sade, Desa Adat Suku Sasak"

  1. Keren emang desa Sade karena jadi miniatur kehidupan warga Sasak di masa Lalu. Salutnya bisa hidup tanpa listrik ya

    BalasHapus
  2. pengalaman yang sangat menarik dan seru ya mba berkunjung ke desa sade, semoga aku pun bisa berkunjung ke sana juga bersama anak dan suamik

    BalasHapus
  3. Lihat kain tenunnya cakep-cakep mbak.
    Daku setuju itu, kalau mau berkunjung ke suatu tempat memang kudu pelajari juga budaya se tempatnya seperti apa, biar gak salah paham ya. Jadi juga lebih nyambung sih

    BalasHapus
  4. Desa Adat Sade begitu terjaga ya...
    Dulu saya juga pernah ke sana. Sama masih muda, eh tapi udahwnikah deh. Hahaha...
    Tahun 2012 sepulangnya mendaki dari Rinjani, turun lalu main ke Sade ini.
    Saat itu gak begitu fokus. Ternyata seru juga ya cerita perjalanan ke Sade ini

    BalasHapus
  5. Bisa sekaligus belajar ya di Desa Sade itu. Btw Lombok adalah destinasi wisata idamanku lho. Pengen banget ke sana.

    BalasHapus
  6. Pakaian yang dipakai Mbak Dian cakep banget, deh. Kayak kimono gitu, tapi kelihatan ciri khas Indonesianya. Itu yang dipakai kain tenun dari Sade ya, Mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak..habis belajar menenun, terus nyobain salah satu kain tenunnya

      Hapus
  7. Seru banget baca pengalaman ke Desa Sade ini, Mbak Dian! 🌾✨ Cantik dan ganteng deh pakai baju adat Sasak! Aku udah 3 atau 4 kali ke Lombok tapi belum pernah pake baju adatnya hahahaaa
    Insya Allah nanti sama anak-anak eksplor budaya asli Sasak desa Sade biar pake baju adat juga amiiin.

    As always kalo mbak Dian ini nulisnya bikin pembaca serasa ikut jalan-jalan langsung ke sana.

    Btw, semoga makin banyak yang tertarik menjaga dan melestarikan budaya Indonesia! 😊

    BalasHapus
  8. Keren mbak Dian pakai baju adat Sasak. Artikelnya lengkap pula. Saya 2x ke Lombok, pernah ke Sade tapi engga masuk-masuk ke dalem. Yang ke 2 ke desa Sasak juga, tapi Sasak Ende. Baru tahu ada beberapa desa Sasak. Indonesia memang kayak akan budaya dan adat istiadat ya. Semoga tetap lestari ya...

    BalasHapus
  9. Seru bangeet mbak, aku whistlist masih seputar suku Baduy tapi qadarullah sampe sekarang belum kesampean, eh malah sekarang udah ngga ada dinas2 lagi ke Jawa.
    Eh ini mbk udah nulis Desa Sade pula, makin nambah lah ini daftar desa2 yang pingin dikunjungi.
    Smoga dimudahkan...
    Makasi mbak udah berbagi cerita, jadi kaya ikutan jalan2

    BalasHapus
  10. Abis baca ini bikin makin pengen ke Desa Sade! Budaya dan tradisinya yang autentik itu benar-benar menginspirasi. Jadi penasaran sama pengalaman belajar menenunnya, susah nggak sih, Mbak? Kalau aku ke sana, tips apa yang paling wajib banget dipatuhi menurut Mbak Dian?

    BalasHapus
  11. Duh senangnya
    Impian banget nih traveling ke masyarakat adat yang banyak terdapat di Indonesia
    Tapi ke Cipta Gelar yang terdekat pun belum kesampaian
    Baru ke Cireundeu, eh foto-fotonya bermasalah jadi belum sempat ditulis

    BalasHapus
  12. SADE sudah lama masuk wish list saya Mbak Dian. Pengen punya waktu yang luang, jembar, tanpa desakan terburu-buru, supaya bisa mengeksplorasi desa selama dan serinci mungkin. Dari apa yang Mbak Dian ceritakan, sepertinya atau setidaknya setengah hari saya ingin blusukan. Memahami SADE sebagai salah satu wisata unggulan yang kaya akan kekayaan budaya. MashaAllah. Semoga tahun depan Sang Maha Kuasa mengizinkan saya menginjakkan kaki di NTB.

    Pengen banget blusukan di banyak tempat, memotret, dan menuliskannya di blog saya.

    BalasHapus
  13. Ini adalah salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia yang harus terus dilestarikan dan kalau perlu dikembangkan. Ada banyak potensi yang bisa digapai, salah satunya adalah pariwisata.

    BalasHapus
  14. Tipsnya perlu diingat, secara kadang kita lupa mau kemana apa saja yg harus disiapkan sesuai lokasi tujuan.
    Menyiapkan cash seperlunya perlu diperhatikan nih, daripada ntar susah nyari ATM. Hehehe

    BalasHapus